Verga tidak lagi tinggal bersama Mamanya, Ibunya pindah tugas ke kota Medan. Yang mengharuskan Verga dan Mamanya tinggal jarak jauh. Walau itu tidak membuat hubungan keduanya putus.
Rumah besar yang kini jadi tempat tinggalnya, adalah milik sang Ayah. Rumah luas dengan berbagai fasilitas yang sangat memadai, ada halaman yang besar, kolam berenang dan lapangan basket.
Langkah Verga berhenti di lapangan basket yang berada di samping rumah. Salah satu hal yang membuat Verga ingat pada Susan.
"Udah pulang?" Verga membalikan badan, tersenyum pada Lona yang terlihat sedang meminum teh. Verga mengangguk pelan, membuat Lona mendekat padanya.
Ya, Lona memang tinggal bersama dengannya. Di rumah Ayahnya. Kedua orang tua Lona tau, dan membiarkan itu. Asalkan Lona senang.
Verga mengangkat tangannya untuk mengusap kepala Lona dengan sayang. "Jafrel udah tidur?"
Lina meraih tangan Verga, mengangguk pelan. "Iya." Lona tersenyum. "Kamu darimana? Mama cariin dari tadi."
Verga tersenyum. Lona memang memanggil Ayah dan Ibu barunya dengan panggilan Mama dan Papa. "Ketemu teman lama."
Lona mengangguk pelan.
"Jangan mesra-mesraan di sini." Sinis sebuah suara yang membuat baik Verga maupun Lona menoleh. Lona menunduk, sedangkan Verga menarik Lona mendekat padanya. "Sopan, lo numpang di sini."
"Sheva!" Verga menatap Kakaknya dengan tajam. "Berhenti sinis ke Lona bisa?"
Sheva tersenyum sinis. "Heh? Sinis? Gue nggak sinis, cuma nggak suka dengan cewek lo ini," Sheva berjalan masuk. "Dasar."
Verga mengetatkan rahang. Jika tidak ingat siapa Sheva, mungkin Verga sudah memukul Sheva. Ia kadang kesal dengan Sheva yang selalu memojokan Lona.
"Ga," Verga menunduk, menatap Lona yang menggeleng pelan. Seakan tau isi kepala Verga. "Nggak pa-pa."
Verga menghela nafas, mengangguk. "Kamu yang sabar ya."
Lona mengangguk pelan.
***
"Mau kemana?"
Susan yang sedang memakai jaket menoleh. "Hm? Kepo deh lo." Susan menjulurkan lidahnya.
Brian menatap datar Kakaknya yang melihat merapikan penampilannya di cermin.
"Sama siapa?"
Susan memutar bola matanya jengah. "Intinya bukan sama Verga."
Tatapan mata Brian berubah tajam, Susan dapat melihat itu dari cermin yang ia gunakan untuk berkaca.
"Bercanda, Bri." Susan membalikan badan, menepuk pipi Adiknya. "Gue cuma mau jalan aja, mau menenangkan pikiran gue."
"Ikut."
Susan berdecak. "Lo nyebelin ya sekarang."
"Ikut."
"Ya ampun, gue cuma mau ketemu Arga!" Akhirnya keluar juga alasan kenapa Susan pergi keluar rumah.
"Oh," Brian berjalan keluar dari kamar Susan. "Jangan malam-malam pulangnya." Ucap Brian sebelum keluar dari kamar Susan.
Susan mendengkus. "Aneh." Susan berjalan keluar dari kamarnya setelah memasukan ponsel ke dalam tas kecil yang ia bawa.
"Aku pergi sama teman." Susan mencium pipi sang Mama yang sedang menonton. "Paling lama jam sembilan aku pulang."
"Iya," Jeni mengangguk. "Brian bilang kenal, jadi di izinkan kamu pergi."
Besar juga pengaruh adiknya, belakangan ini Brian sering bertingkah overprotective. Tanya ini itu, kalau Susan tidak menjawab Brian akan mendesak hingga Susan menjawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Versus
Teen Fiction"Vergara Saketa Rigelo, anak paling nakal, tukang bolos, player, dan yang terpenting Raja PHO!" "Wow," Verga berdecak kagum. "Lo hapal semua kelakuan gue, ternyata diam-diam elo stalker semua yang gue lakuin." Versus ©2017 ...