14. Sheva Oh Sheva

10K 650 2
                                    

Malas. Satu kata yang mendefinisikan apa yang di rasakan Susan sekarang. Rasanya begitu malas menatap papan tulis, rasanya malas mendengar apa yang di katakan guru di depan. Semua malas.

Susan menghela nafas pelan. Membuat Sheva yang sedang menulis menoleh.

"Napa lo? Sakit? Lemes gitu." Susan hanya menggeleng. Hanya mengeluarkan suara saja ia sudah sangat malas. Susan berdoa supaya bel cepat berbunyi dan melepaskannya dari belenggu kemalasan ini.

Kring!

Doa Susan terkabul, dengan semangat menggebu Susan merapikan semua buku dan peralatan belajarnya. Setelah mengucapkan salam, segera ditariknya tanya Sheva menuju kantin. Perutnya sudah berdemo dari tadi, salah satu alasan mengapa ia malas mendengar penjelasan guru di depan. Walau Susan bisa dikatakan anak rajin, anak kesayangan guru karena pintar nyatanya ia jarang memperhatikan guru yang ada di depan, kecuali pelajaran yang di sukainya.

Sampai di kantin Susan menarik Sheva ke salah satu meja kosong.

"Mau pesan apa?"

"Kok tumben baik, biasanya lo nyuruh gue." Sheva menaikan satu alisnya. "Kesambet apaan?"

"Enggak ada. Gue cuma lapar, cepat ih!" Desak Susan.

"Mi goreng aja, jangan pake sambal." Sheva memang tidak menyukai hal-hal yang menyangkut dengan rasa pedas. Jika memakan makanan yang pedas wajahnya akan langsung memerah dengan keringat sebesar biji jagung. Tapi jika hanya sedikit masih bisa di tahan.

Susan mengangguk setelah menerima uang Sheva. "Minum?"

"Pop ice cokelat." Susan mengangguk lagi.

Setelah Susan pergi Sheva mengeluarkan hapenya. Beberapa aplikasi sosial medianya hanya berisi postingan tentang tempat-tempat yang indah dan juga beberapa teman semasa Smp. Ada juga beberapa artis, termasuk Shawn Mendes.

"Hape aja yang dilihat." Sheva mengangkat wajahnya.

"Teman lo mana?" Sheva hanya menunjuk ke arah di mana ada Susan. Verga segera menghampiri cewek itu. Sedangkan Rizky duduk tepat di depan Sheva.

Sheva tidak memperdulikannya malah menunduk kembali, menatap ke ponselnya.

"Cuek banget sih?" Sheva menghiraukannya. "Lo marah soal yang waktu itu?"

Tangan Sheva yang baru saja ingin menekan tombol like di ponselnya berhenti di udara. Perlahan mengangkat wajahnya menatap Rizky yang juga menatapnya.

Menggeleng Sheva menjawab. "Enggak. Buat apa juga gue pikirin terus, nggak bikin gue kenyang." Ketus Sheva.

"Lo marah, kan?"

Sheva berdecak. "Kalo lo cuma mau bikin gue emosi mending jauh-jauh deh. Males tau nggak lihat muka lo." Sheva menendang kaki Rizky yang ada di bawah meja. Membuat cowok itu meringis.

"Sakit tau."

"Tau."

Rizky menatap datar Sheva. "Kapan mau belajar sama-sama?" Rizky sengaja mengalihkan pembicaraan karen atau tampaknya pembicaraannya tadi lumayan sensitif.

"Terserah sih. Nanti juga bisa." Sheva membalas tatapan datar Rizky. "Gue nggak tau rumah lo."

"Kenapa harus di rumah gue? Atau lo sengaja supaya bisa tau rumah gue?" Rizky tersenyum jahil.

Sheva memutar bola matanya, berusaha semaksimal mungkin agar suara detak jantungnya tidak terdengar. "Buat apaan juga, emang apa yang bakalan gue lakuin setelah tau rumah lo? Kirim bunga? Kirim paket isinya bangke?"

"Kok lo ketus banget sama gue? Gue salah apa?" Tatapan Rizky melembut. Membuat detak jantung Sheva makin terpacu.

"Nih kembalinya." Sheva mengelola nafas lega. Susan dan Verga datang di saat yang tepat, membuat suasana yang tadinya tegang mencair.

VersusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang