30. Tak Terduga

7.8K 547 4
                                    

Sesuai apa yang Verga ucapkan malam tadi, cowok itu benar-benar menjemput Susan. Bahkan sarapan bersama.

Sampai di sekolah Susan segera turun, alasanya karena dia melihat Dien yang wajahnya sangat tidak bersahabat melihatnya. Takut kena terkam Susan segera ngacir cepat, biarkan saja menjadi urusan Verga.

"Teman kok gitu?" Dien melipat tangannya di depan dada dengan mata melirik sinis Susan yang telah berjalan menjauh. "Yakin cuma teman?"

Verga berdecak, mengacak pelan rambutnya. Membuat rambut itu semakin berantakan, tapi malah membuatnya semakin ganteng. Begitu kira-kira kata para fansnya.

"Urusan lo, ya? Ingat nama lo sekarang, plastik sampah." Verga turun dari motornya, menatap tajam Dien yang lebih pendek darinya. "Ingat, lo cuma mantan. Dan mantan itu harus di buang jauh-jauh, karena kalo dekat terlalu banyak bau busuk. Sampah." Verga berjalan meninggalkan Dien yang mengepalkan tangannya.

***

Bel istirahat berbunyi lebih cepat dari biasanya, alasanya karena guru-guru akan rapat selama jam istirahat, di tambah satu jam mata pelajaran. Jadi mereka memiliki satu jam untuk tidak belajar.

Susan berjalan menuju toilet, tapi langkahnya di hadang oleh Dien and the geng yang menghalangi jalannya.

"Gue mau lewat." Susan bergeser ke samping, tapi salah satu teman Dien menghalangi.

"Lo siapanya Verga sih?" Dien menatap tajam Susan, kalau di bandingkan tentu saja Dien lebih cantik, tapi kenapa Verga malah memilih cewek dekil seperti Susan? Kenapa tidak memilih Dien yang sempurna.

Susan memutar bola matanya. Sudah mengira jalan pembicaraan ini. "Teman, cuma teman. Nggak lebih."

Dien bersedekap. "Mana ada teman kayak kalian, dekat banget."

Susan berdecak. "Karena teman nggak ada yang namanya mantan, jadi nggak susah-susah mutusin hubungan kalo nggak suka."

Dien terlihat marah, cewek itu menatap Susan super tajam. Bahkan Susan sampai memundurkan langkahnya.

"Ada apaan nih?" Susan menoleh, Verga yang sedang tersenyum, tapi matanya menatap tajam Dien. "Nggak ingat apa yang gue bilang? Atau telinga lo rusak? Hm?"

Dien mengibaskan rambutnya ke belakang, menatap Verga dengan manja. "Kamu kenapa lebih pilih dia sih dari aku? Apa coba lebihnya dia?"

"Nggak ada." Verga menjawab santai, berdiri di samping Susan. "Hanya saja, dia satu-satunya cewek yang nggak mau gue jadikan mantan. Nggak kayak lo yang pantas di jadikan deretan orang nggak penting dalam hidup gue."

Dien mengepalkan tangannya. "Lo bakal nyesal!"

Verga memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana abu-abunya, mengangkat bahu pelan. "Silahkan, gue nggak takut."

Dien dengan wajah memerah berbalik dan berjalan pergi bersama teman-temannya.

"Jawaban lo bakal buat gue di labrak lagi." Susan menatap kesal Verga yang tersenyum kecil. "Nyebelin banget sih!"

Verga mengacak pelan rambut Susan. "Makanya kalo pergi ajak gue, di jamin nggak ada yang nakal ganggu lo."

Susan berdecak, merapikan kembali rambutnya yang di acak-acak oleh Verga. "Ya kali lo gue ajak ke toilet."

Verga mengangkat bahu. "Bagi gue nggak masalah sih, lumayan."

Susan mendelik.

"Lumayan bisa jalan-jalan maksudnya." Verga tertawa, membuat Susan berdecak sebal. Cewek itu berjalan masuk ke dalam toilet dengan kesal.

VersusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang