Pilihan Susan akhirnya jatuh pada sebuah gaun berlengan panjang dengan yang jatuh pada lututnya.
"Sebenarnya kita mau ngapain sih? Kok pake agar dandan segala." Susan bersin saat blush-on di sapukan pada pipinya.
"Aduh, ciin. Teman kamu ini cantik tapi nggak tau dandan sama sekali." Katanya sih namanya Janet, padahal muka laki tapi tangan melambai. "Eike, kasih rapi ya rambutnya kusut banget kayak sapu ijuk."
Susan melotot sayangnya banci kaleng--Susan yang memberikan nama itu--itu tidak melihat.
"Kita mau ngapain sih?" Susan mulai risih dengan semua dandanan apalagi banci kaleng yang menatap rambutnya berbinar. Bikin geli.
"Mau date." Sheva dengan santai membalik lembar majalah fashion.
"Lo nggak ada kelainan, kan?"
Sheva memutar bola matanya. "Sekalian PJ, nih."
"PJ? Pajak jadian? Lo jadian sama siapa?" Susan menoleh dengan cepat ke Sheva yang memanyunkan sedikit bibirnya untuk di berikan lipstik.
"Sama Rizky." Cewek itu tersenyum lebar.
"Yang senang cintanya di balas." Susan mencibir.
Sheva tertawa. "Kenapa? Cemburu? Ada Verga kok, tenang aja."
Susan mendelik. "Apaan sih? Kenapa bawa-bawa Verga coba." Susan mendengus kesal.
"Bilang aja lo suka, tapi pura-pura enggak suka." Sheva tertawa pelan.
"Idih," Susan bergidik jijik. Setelah seluruh make up sudah selesai, keduanya memakai baju yang mereka sudah beli sebelumya.
Sheva tampak cantik dengan dress abu-abu selutut yang tampak begitu pas di badannya, sedangkan sepatu ia memilih memakai flat shoes abu-abu yang terdapat sedikit warna putih.
Sedangkan Susan lebih memilih dress selutut dengan warna pastel yang begitu manis, dia juga memakai flat shoes hanya saja berwarna putih. Mereka tidak ingin kesulitan berjalan karena memakai heels.
"Kita sebenarnya ngapain sih?" Susan masih saja memberi pertanyaan yang sama, yang tentu saja tidak di jawab oleh Sheva.
"Ada deh." Sheva tersenyum kecil melihat wajah Susan yang tertekuk, cemberut.
Sekitar 30 menit mereka sampai di Cafetaria yang terkesan... Romantis?
"Lo nggak berniat aneh sama gue, kan?" Susan menutup pintu mobil lalu menoleh ke Sheva yang merapikan rambutnya di kaca mobil.
"Enggak, lah. Ayo." Sheva mengapit tangan Susan untuk masuk ke dalam Cafetaria.
"Tolong meja atas nama Rizky." Susan yang mendengar perkataan Sheva melotot.
"Lo ajak gue buat jadi obat nyamuk?!" Susan hampir saja memekik jika dia tidak sadar dimana dirinya sekarang.
Sheva berdecak, menyusur bola matanya. "Enggak lah. Intinya lo nggak bakalan jadi obat nyamuk."
Susan mendelik. "Ya kali lo bawa gue di saat lo lagi nge-date sama Rizky?"
Sheva mengangkat bahunya. "Why not?"
Susan berdecak, namun matanya membulat saat melihat dua orang yang nampak familiar duduk berseberangan di salah satu meja yang berada di bagian pinggir, dekat dengan jendela.
"Hai," Sheva duduk di samping Rizky sedangkan Susan masih saja mematung. Sialnya hanya ada satu kursi kosong, yaitu di samping Verga. Dan tampaknya Susan tidak suka itu.
"Duduk, San." Ucapan Rizky menyentakan Susan dari lamunan liarnya.
"Eh, iya." Agak canggung memang. Apalagi sejak kejadian Verga yang mengatainya tidak ada yang membuka suara diantara keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Versus
Teen Fiction"Vergara Saketa Rigelo, anak paling nakal, tukang bolos, player, dan yang terpenting Raja PHO!" "Wow," Verga berdecak kagum. "Lo hapal semua kelakuan gue, ternyata diam-diam elo stalker semua yang gue lakuin." Versus ©2017 ...