Semester dua telah tiba, setelah melewati ulangan semester pertama, dan libur yang panjang. Hari ini adalah hari di mana setelah sekian lama sekolah di tutup karena libur, kembali melakukan aktivitasnya kembali.
Dan sudah hampir empat bulan sejak Verga meminta Susan menjauh. Gadis itu benar-benar menjauh, menganggap semua yang terjadi hanya sebuah mimpi dengan akhir yang buruk.
"Ih, keren!" Sheva lagi-lagi memekik, seakan tidak percaya. "Teman gue jadi penulis terkenal!"Susan hanya tertawa, tepatnya tiga bulan yang lalu Susan menyelesaian novel yang telah ia rombak ulang, setelahnya ia mengirim naskah hampir ke sepuluh penerbit. Setelah menunggu hampir berbulan-bulan, akhirnya ada satu penerbit yang mau menerbitkan naskahnya. Dan Susan sangat bersyukur. Bisa di bilang ini adalah pencapaian yang tidak di sangka.
"Keren cover-nya!" Sheva seakan tak puas menatap cover novel hasil pemikiran sang sahabat. "Gue udah baca sampe selesai dan gue baper parah."
Susan terkekeh pelan. "Gue sebagai penulisnya merasa tersanjung."
Sheva tertawa, cewek itu menatap novel karya sahabatnya. "Gue nggak nyangka kisah kalian di baca banyak orang."
Susan tersenyum, tampak kecut. "Walau begitu, dia tetap nggak bakal tau kalau cerita ini adalah kisah yang gue rangkum menjadi satu dari kisah yang gue dapat."
"Nggak usah di pikirkan lah." Rizky menyeruput es teh manisnya. "Eh, kalo gue minta lo tulis cerita gue sama Sheva mau nggak?"
"Apaan sih?" Sheva mencubit pinggang Rizky dengan gemas. "Kamu nggak malu ceritanya aku yang kejar-kejar kamu?"
Rizky menggeleng. "Enggak, aku malah bangga. Nggak semua cewek berani kejar cowok yang dia suka. Karena itu, aku langsung pilih kamu." Dengan gemas Rizky mencubit pipi Sheva membuat cewek itu mengaduh tetapi membuat Rizky tertawa.
Brian mengambil novel milik Sheva yang bertulisan nama sang Kakak sebagai penulisnya. "Kisah bodoh ini malah jadi terkenal."
Susan menoleh, mengambil novel itu dari tangan Brian. "Gue harus terimakasih sama dia, bagaimana pun dia adalah inti dari cerita ini. Dia yang menghidupkan cerita ini."
Selama empat bulan, semua berjalan seperti biasanya. Baik-baik saja, sama seperti saat Susan tak mengenal Verga. Tapi, masih ada secuil hatinya yang ingin semua kembali seperti dulu. Ia ingin kembali dekat dengan Verga, kembali saling berdebat.
Tapi cowok itu seakan membuat tembok tinggi yang membatasi, membuat Susan tak dapat mendekat karenanya. Selalu akan ada jarak.
"Sebentar malam ke rumah ya." Lamunan Susan buyar saat suara Sheva masuk ke dalam pendengarannya.
"Ada apaan?" Susan meletakan novel di atas meja.
"Mama sama Papa gue adopsi anak, karena Mama sama Papa gue masih belum mau punya anak sekarang. Katanya masih mau pacaran." Sheva memakan baksonya. "Cuma acara kecil kok. Ajak orang tua kalian juga."
Susan hanya mengangguk. Mata Susan tak sengaja menemukan seorang cowok yang walau diantara keramaian teman-temannya semejanya, matanya terlihat sepi. Kosong.
Saat mata keduanya bertemu, Susan tersenyum, tapi dengan cepat senyuman itu luntur saat cowok itu mengalihkan pandangannya pada teman-temannya.
***
Acara kecil itu berlansung meriah, adik baru Sheva adalah seorang gadis manis dengan wajah blasteran. Katanya anak itu di temukan saat kedua orang tua Sheva sedang bekerja di kantor yang ada di luar negeri, tak sengaja menemukan gadis kecil itu di sebuah gang sempit sambil menangis.
Gadis kecil berumur lima tahun yang terlihat manis, dan mudah dekat dengan Sheva. Bahkan Sheva sudah mengajak adik barunya itu bercerita.
Pandangan mata Susan jatuh pada Lona dan Jafrel yang kini sudah dapat berjalan sendiri.
Susan berjalan mendekat, dengan gemas mencubit pipi Jafrel lalu menggendong dan menciumi pipi anak itu dengan gemas. Jafrel tertawa, karena merasa geli.
"Apa kabar?" Lona bertanya pada Susan yang terlihat akrab dengan sang anak.
"Baik." Susan tersenyum. "Eh, selamat ya. Maaf gue nggak bisa datang ke acara pernikahan kalian, jauh banget sih kalian bikin. Coba selip tiket pesawat kek di undangannya."
Lona tertawa. "Itu maunya Bara, katanya biar romantis." Bara dan Lona telah menikah, tepatnya sebulan yang lalu di Jerman, tempat kelahiran Bara--walau Bara bukan blasteran.
Susan mencibir. "Bilang aja biar gue nggak datang." Lona tertawa, Susan mengembalikan Jafrel pada Lona saat Bara mendekat bersama Febrian dan Fajar yang telah memiliki gandengan masing-masing.
Semua masalah selesai sejak malam dimana Bara kecelakaan. Semua selesai dengan baik-baik. Fajar dan Febrian meminta maaf pada Lona, dan semua menjadi kembali seperti semula.
Susan tersenyum. "Gandengan baru lagi, Kak?" Susan tertawa. "Susan." Susan mengulurkan tangannya pada pacar Febrian dan Fajar.
"Anak Papa." Bara mengambil alih Jafrel dari gendongan Lona. "Lucu banget sih." Bara berkata gemas.
Susan mencibir. "Halah."
Bara mendelik. "Apa lo? Iri? Makanya bikin!"
Susan mendengkus. "Gue masih mau sekolah!"
"Kalo gitu sekolah dulu yang benar sana." Bara menarik tangan Lona, bersama dengan Jafrel yang masih berada di gendongannya menuju meja yang di penuhi makanan. Sedangkan Febrian dan Fajar mencari tempat duduk.
Susan mengedarkan pandangnya, Bara, Lona, Febrian dan Fajar bisa berada di acara ini atas permintaan Verga, itu kata Sheva. Susan tersenyum miris. Semua yang berhubungan dengan Lona selalu saja menjadi daya tarik yang tidak dapat di tolak oleh Verga.
Mata Susan menangkap seseorang yang ia kenali, dengan langkah cepat bahkan berlari Susan mengejar. Orang itu berhenti di taman belakang.
"Verga!"
Langkah cowok berkemeja biru dongker, berhenti. Perlahan membalikan badan. Wajah itu dingin, tanpa ekspresi.
Susan mendekat, tersenyum saat sampai di depan Verga yang menatapnya datar. Di matanya tak ada emosi apapun.
"Apa kabar?" Susan tersenyum kaku saat Verga tak menjawab. "Hubungan lo dengan Lona gimana?"
"Teman." Jawaban yang singkat dan dingin.
Susan tersenyum, menunduk. Menatap sepatunya. "Kita udah mau lulus ya?"
Hening.
"Ah," Susan mulai merasa canggung, karena tak ada yang membuka percakapan. "Gue mau kasih lo sesuatu." Susan membuka tasnya, mengambil sebuah buku, lebih tepatnya novel.
Pandangan Verga hanya datar.
"Gue nggak tau lo suka atau tidak sama novel, tapi gue harap lo baca. Karena novel ini, gue yang tulis. Hasil dari apa yang gue rasakan, baca bab terakhirnya, juga epilognya."
Tangan Verga terulur, meraih novel tersebut. Senyuman Susan terlihat cerah, tetapi senyuman itu segera sirna saat novel itu masuk ke dalam kolam.
Verga membuang novel Susan ke dalam kolam.
"Gue nggak butuh," dingin, kalimat dingin itu seakan membuat Susan menggigil. "Gue nggak peduli." Verga berjalan melewati Susan begitu saja.
. . .
Mana komennya?????
![](https://img.wattpad.com/cover/117846069-288-k393688.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Versus
Teen Fiction"Vergara Saketa Rigelo, anak paling nakal, tukang bolos, player, dan yang terpenting Raja PHO!" "Wow," Verga berdecak kagum. "Lo hapal semua kelakuan gue, ternyata diam-diam elo stalker semua yang gue lakuin." Versus ©2017 ...