Pagi ini sesuai janji mereka, keempat murid sekolah menengah atas itu pergi berkunjung ke kota tua.
"Lama gue nggak ke sini." Sheva menatap binar sekeliling.
"Sama. Terakhir kita ke sini karena tugas juga." Susan menimpali. "Ah, gue pengen makan kerak telor. Masih ada nggak ya yang jual?"
Sheva mengangkat bahunya. "Entah. Paling masih ada, cuma agak susan di carinya."
Verga dan Rizky hanya mendengus mendengar perkataan dua cewek yang berdiri di depan mereka itu.
"Jadi nggak nih? Capek tau nggak gue bawa laptop." Protes Rizky. Cowok itu memang di suruh Sheva membawa laptop, katanya mereka akan langsung membuat laporan. Itu juga sebabnya mereka pergi berkunjung ke kota tua di saat pagi hari, agar semua bisa selesai sehari saja.
"Cerewet." Ketus Sheva. Beberapa hari belakang, sifat Sheva memang berubah ke Rizky, ia menjadi lebih ketus dan bermulit pedas jika berbicara dengan cowok jakung itu. Jika di tanya kenapa Sheva begitu ketus pada Rizky pasti jawabnya karena tidak suka lihat wajah Rizky. Tidak masuk akal, tapi itu selalu yang menjadi alasan Sheva.
"Kok sensi, sih?" Rizky melirik Sheva yang memutar bola matanya. "Lo masih sakit hati karena gue tolak?"
"Dari sisi mana yang menunjukan lo tolak gue? Emang gue pernah ajak lo pacaran?"
"Tapi gue tau kalo lo suka sama gue."
Sheva melirik Rizky kesal. "Itu cuma tebakan lo doang. Emang lo tau apa yang ada di hati gue?" Sheva bersedekap.
"Gue tau. Dari gerak-gerik lo udah kebaca."
Sheva menggeram.
"Udah! Kita ke sini buat kerja tugas. Bukan mempermasalahkan tentang perasaan, masalah rumah tangga urus di rumah." Omel Verga. Cowok itu menarik tangan Susan, cewek itu tentu saja kaget. Segera ia menyamakan langkahnya dengan Verga.
"Pelan-pelan, kaki lo itu panjang sedangkan gue pendek." Tiba-tiba Verga berhenti membuat Susan bertabrakan dengan punggung cowok berambut berantakan itu. "Ngomong kek kalo mau berhenti." Omel Susan sambil mengusap dahi serta hidungnya yang tadi bertemu dengan punggung Verga.
Verga berbalik. "Tadi katanya jangan jalan cepat-cepat, setelah gue berhenti lo ngomel lagi. Mau lo sebenarnya apaan?"
"Kasih kode lah kalo mau berhenti." Balas Susan ketus. Hidungnya benar-benar sakit, hidungnya sih nggak mancung-mancung amat, tapi nggak pesek juga. Standar lah.
Verga berdecak, dengan setengah hati membantu Susan mengusap hidung gadis itu.
Susan membeku saat merasakan sentuhan jari Verga di permukaan kulitnya.
"Masih sakit, hm?" Susan tersadar, ia menggeleng kaku.
"Udah selesai masalah rumah tangganya?" Verga menyindir Sheva dan Rizky.
Sheva dan Rizky saling melirik dengan sinis, lalu cepat-cepat membuang pandangan.
"Ayo, ini udah kelamaan. Debat mulu. Nggak jadi-jadi ntar." Susan segera menarik tangan Sheva. Meninggalnya dua cowok itu di belakang.
***
Susan, Verga, Sheva dan Rizky kini berada di salah satu Cafetaria yang jaraknya agak jauh jaraknya dari museum.
Sheva segera memanggil pelayan, sepertinya cewek itu sudah kelaparan. Tadi, mereka memang tidak menemukan penjual makanan tradisional. Jadi mau tidak mau mereka harus ke Cafetaria.
"Bubble ice 4 cokelat, Cake kacang 1, brownies 1, cake cokelat buah 2 ." Ucap Sheva pada pelayan, sang pelayan dengan cepat menulis pesanan Sheva. Setelah pelayan itu pergi Sheva segera mengeluarkan ponselnya.
"Gue punya film Trolls, loh." Sheva membuka aplikasi videonya, menunjukan salah satu film yang baru-baru ini tayang di bioskop.
"Ayo nonton. Gue udah tunggu lama." Susan segera merubah posisinya menghadap ke Sheva yang sedang mengeluarkan earphone dari tas kecil yang dibawanya.
"Kalian kerjain, kita mau nonton." Sheva bagai memerintah seorang bawahan kepada Verga dan Rizky. Dua cowok itu hanya mendengus kesal. Kalau Rizky sih pasti di kerjakan, tapi Verga mah jangan harap.
Verga menopang dagunya di atas meja, setelah pelayan datang dan membawa pesanan mereka Verga segera meminum minumannya. Ia melirik ke arah piring Susan yang berisi cake kacang. Ia sedikit terkekeh, cewek itu terlalu menyukai kacang, pikirnya.
"Ver, nanti lo yang print. Gue udah tulis laporannya." Setelah meng-eject flashdisk Rizky memeberikan benda itu ke Verga. "Sekalian jilid."
Verga menerima flashdisk itu, segera ia masukan ke dalam saku celananya.
"Oi, pulang." Verga menendang pelan kaki Susan yang ada di bawah meja. "Udah sore."
Susan dan Sheva bersamaan mendengus, dengan begitu terpaksa melepas earphone dan menghentikan kegiatan menonton mereka.
"Perusak kesenangan orang." Sheva menatap begitu tajam ke Verga, padahal mereka sedang menonton bagian yang seru. Saat Branch dan Poppy bertemu dengan awan yang bisa bicara serta memakai kaos kaki tapi tidak memakai sepatu. Apalagi saat Branch mengejar awan itu hingga membawa mereka ke pohon para Trolls dulu.
"Bodo." Balas Verga tidak peduli. "Ayo, tadi katanya mau beli kacang sekalian."
Susan yang tadinya juga cemberut dan berniat protes pada Verga, segera merubah raut wajahnya menjadi bahagia. Dengan cengiran lebar dan wajah yang bagai anak kecil yang menemukan mainan kesayangannya yang ia kira hilang.
"Ayo," tanpa sadar Susan menarik tangan Verga. "Bye, Sheva dan Rizky." Katanya sebelum keluar dari pintu Cafetaria.
"Tunggu ada yang kurang deh." Gumam Rizky namun masing Sheva dengar.
"Nggak ada deh kayaknya." Sheva melirik Rizky yang nampak berfikir. Sheva juga ikut berfikir, lalu keduanya tersadar akan sesuatu.
"Mereka belum bayar!" Pekik keduanya, tanpa memperdulikan jika mereka di lihat oleh hampir semua orang yang ada di dalam Cafetaria itu.
***
Jarak Cafetaria yang di datangi mereka berempat--Susan, Sheva, Verga dan Rizky--dan cafe yang dimaksud Susan memiliki jarak yang lumayan jauh.
Cafe yang ukurannya memang tidak terlalu besar, tapi terlihat sekali jika di dalam sana ada beberapa orang yang berkunjung. Begitu terlihat karena kacanya yang bening.
"Ikut ke dalam nggak?" Susan memberikan helm ke Verga yang masih berada di atas motor.
"Ikut." Setelah Verga turun dan menyimpan helm keduanya masuk ke dalam cafe itu.
Wangi dari kacang-kacangan begitu menyengat di dalam. Susan yang begitu menyukai kacang sampai memejamkan mata menikmati wangi yang ia anggap sangat menenangkan.
Verga mengikuti Susan yang berkeliling mencari kacang yang di carinya. Cewek itu membawa dua plastik berukuran sedang yang berisi kacang Almond dan sepertinya kacang Makademia--itu yang ia baca di bungkusnya.
Setelah membayar, Verga menarik tangan Susan keluar.
"Temani gue ke penjahit." Verga memberikan helm ke Susan yang di terima cewek itu setelah memasukan plastik berisi kacang ke dalam tasnya.
"Mau ngapain?" Tanya Susan setelah duduk di atas motor Verga.
"Mau ambil jahitan baju Mama gue." Verga menyalakan lalu melajukan motornya.
Setelah sampai di tempat penjahit yang di maksud Verga, Susan segera turun ia hanya menunggu di dekat motor cowok itu. Sedangkan cowok itu pergi ke dalam toko penjahit, kembali dengan kantung plastik yang pastinya berisi pesanan baju pesanan.
"Lo print, ya? Print gue tintanya habis, gue belum beli tinta. Tanggal tua." Verga memberikan flashdisk berwarna hitam yang tadi dibuatkan Rizky ke Susan. Cewek itu hanya mengangguk, tidak ingin membuang waktu ia ingin segara pulang dan memakan kacang yang baru ia beli.
Namanya bukan Susan kalau tidak suka kacang. Mungkin itu Susan yang lain, tapi Susan yang ini sangat suka pada kacang.
. . .
![](https://img.wattpad.com/cover/117846069-288-k393688.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Versus
Teen Fiction"Vergara Saketa Rigelo, anak paling nakal, tukang bolos, player, dan yang terpenting Raja PHO!" "Wow," Verga berdecak kagum. "Lo hapal semua kelakuan gue, ternyata diam-diam elo stalker semua yang gue lakuin." Versus ©2017 ...