36. Baru

7.2K 532 5
                                    

Resort yang di maksud Sheva adalah sebuah resort besar yang ada di Bali.

Perjalanan berjam-jam terbayar dengan pemandangan indah begitu sampai di resort indah dengan pandangan laut.

Susan membuka pintu balkon, ia menghirup bau air laut yang begitu indah.

"Keren, kan kamarnya." Awalnya Sheva ingin sendiri, tapi tiba-tiba Verga mengatakan jika lebih baik Sheva sekamar dengan Susan saja daripada sahabat Verga dan anaknya itu. Jujur saja Sheva tidak terlalu menyukai Lona, cewek itu seperti terlalu banyak drama. Sheva merebahkan badannya di atas kasur besar berseprai putih.

Susan mengangguk. "Semoga nggak hujan, biar bisa main air!"

Sheva terkekeh pelan. "Tau nggak di sini ada kafe yang jual banyak kue berbahan dasar kacang."

Binar di mata Susan membuat Sheva terkekeh.

"Mau! Lo udah janji mau traktir gue!" Susan menarik-narik tangan Sheva.

"Lah, gue udah biayai penerbangan lo, Brian dan tiga Osis itu. Jadi kurang apa lagi?" Sheva merubah posisinya menjadi duduk. 

Susan memberenggut kesal. "Kejam lo jadi teman!"

Sheva terkekeh. "Karena gue teman yang baik dan tidak sombong dan suka bersedekah pada fakir miskin gue bakal traktir lo."

Susan menyengir. "Nggak pa-pa lah di bilang fakir miskin yang penting di traktir." Ucapan Susan sukses membuat Sheva terbahak.

***

Benar apa kata Sheva, ada sebuah kafe di lantai dasar yang menyediakan berbagai macam kue dan apa saja yang berbau kacang. Sama seperti kafe yang waktu itu dia sempat datangi bersama-yang-namanya-tidak-boleh-disebutkan.

Susan melahap es krim kacang dengan taburan cokelat dan buah stroberi. Susan suka sekali sensasi dingin dan rasa yang bercampur di dalam mulutnya.

"Enak?" Sheva bertanya geli melihat tingkah temannya. "Ki!" Sheva melambaikan tangannya ke arah Rizky dan Brian yang di paksa sekamar, tentunya dengan kasur yang berbeda. Bukan seperti Susan dan Sheva yang bisa-bisa saja dari tempat tidur. Cuma agak aneh gitu kalau cowok satu tempat tidur, apalagi salah satunya adalah pacar Sheva. Oh, tidak. Dia tidak ingin mengambil resiko. Bukan dia tidak mau memesankan kamar lagi untuk Rizky hanya saja kata cowok itu kamar yang sekarang sudah sangat strategis, selain karena pemandangan juga karena kamar yang bersebelahan dengan kamar Sheva dan Susan.

Rizky duduk di samping Sheva, mengacak pelan rambut gadis itu. Sedangkan Brian tentunya memilih duduk di samping Sang Kakak yang menyodorkan sesendok es krim.

Brian dengan ogah-ogah membuka mulut. "Rasa kacang?" Brian agak kaget dengan rasa es krim yang ia rasa. Karena agak jarang ada es krim yang memiliki rasa kacang.

Susan mengangguk antusias. "Pengen gue bawa pulang!"

Brian menggeleng pelan, mengambil sendok yang seharusnya milik cake punya Susan dan ikut memakan es krim rasa kacang itu. Karena porsi yang lumayan besar, Susan mempersilahkan Brian untuk membantunya makan.

"Kak Arga!" Suara Sheva yang kembali berteriak membuat Susan mengangkat kepala dari es krimnya.

Arga, laki-laki yang di panggil oleh Sheva itu berjalan mendekat dan duduk di kursi kosong.

"Gue kira nggak main ke sini." Arga yang memakai jins dan jaket berwarna hitam itu tersenyum, melepaskan bannie had navy yang digunakannya, lalu mengacak pelan rambut berwarna hitam pekat berponi lumayan panjang itu.

"Main dong, liburan panjang masa di sia-siakan." Sheva tersenyum lebar. "Masih manggung nggak?"

Arga tertawa pelan. "Kenapa? Kangen suara gue?" Arga terkekeh geli.

Sheva berdecak, memutar bola matanya. "Cuma nanya, biasanya lo selalu manggung. Eh, kok lo ada di sini?"

Arga tersenyum geli. "Lo baru sadar sekarang?" Arga geleng kepala. "Gue manggung di sini, sekalian tunggu info dari Universitas incaran gue, jadi nggak salah kalo gue kerja dulu."

Sheva menganggukan kepalanya. "Kenalin, ini Rizky, Brian dan Susan. Cantik, kan teman gue." Sheva menaik turunkan alisnya.

Arga melirik Susan yang menatap kesal Sheva yang terbahak.

Arga bersalaman dengan Rizky dan Brian, terakhir Susan. Arga tersenyum manis sambil memperhatikan wajah Susan.

"Cantik, sayang udah ada yang punya." Arga melirik Brian yang sedang memakan kue milik Susan. Sedangkan Susan sendiri membiarkan.

"Siapa? Brian? Itu adiknya." Sheva menepuk bahu Arga. "Mau nggak gue comblangin?"

"Apaan sih, Va? Lo ngawur banget sih." Susan mendengus. "Setan emang lo."

Arga tersenyum. "Boleh." Susan menoleh dengan kaget, membuat senyuman Arga menjadi lebar. "Gue suka cewek cerewet."

Susan mengigit bibirnya, tak sengaja matanya menangkap Verga dan Lona, lalu anak kecil yang ada di gendongan Verga. Sepertinya sudah saatnya Susan untuk berubah. Jika bahagia Verga memang bukan padanya, bisa apa?

"Dan gue nggak suka cowok yang cuma umbar janji tanpa bukti." Susan menatap Arga. "Lo bisa?"

Arga mengangguk beberapa kali. "Akan gue coba. Tapi, jujur gue bukan tipe cowok yang pintar ngomong. Gue lebih suka bertindak."

Susan perlahan tersenyum. "Oke."

***

Susan baru tau jika Arga adalah sepupu Sheva dari pihak Ibu. Setahun lebih tua dan menyukai musik. Sering manggung bersama band yang di beri nama Lost, alasanya karena mereka hilang, saling tidak bisa bersatu sampai ada band ini yang menyatukan mereka.

Susan, Brian, Bara, dan Febrian duduk di deretan belakang. Sedangkan Sheva, Rizky dan Fajar duduk di paling depan.

Susan sudah bertukar nomor telfon dengan Arga, ternyata Universitas yang cowok itu ingat adalah UI. Dan siapa sangka cowok anak band itu ternyata pintar, bahkan nilainya bagus semua.

"Kalian udah bisa bicara sama Lona?" Susan bertanya, melirik Lona dan Verga yang berjarak tidak jauh dari mereka mereka. Keduanya menggeleng. "Mau gue bantu?"

"Kalau bisa." Bara mengangguk. "Dia bahkan nggak mau lihat muka gue."

Susan mengangguk. "Gimana kalo besok aja? Sekalian kita jalan-jalan." Bara dan Febrian saling tatap, lalu mengangguk.

Susan kembali menatap panggung, tersenyum geli saat Arga tersenyum padanya.

. . .

Komen

VersusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang