55. Aku Ingin Kembali

8.3K 537 22
                                    

"Terserah lo mau apain gue, mau hajar gue juga nggak pa-pa. Asal, bolehin gue dekat Kakak lo lagi."

Brian tersenyum sinis, tangannya terlipat di depan dada dengan pandangan merendahkan. "Lo kira gue sudi Kakak gue dekat sama cowok model kayak lo? Sori, gue nggak mau Kakak gue di sakitin terus."

Verga menghela nafas pelan. "Itu kesalahan, dan gue nggak bakal ulang hal itu untuk kedua kalinya."

Brian menggeleng tegas. "Enggak. Sekali enggak, tetap enggak."

Verga mengusap wajahnya kasar, frustasi. "Gue nggak tau gimana lagi buat lo percaya sama gue."

Brian tersenyum miring. "Mungkin dengan sujud di kaki gue."

Verga terbelak, Brian jahat juga jika kesabarannya habis. "Oke."

Brian mengangkat tangannya, membuat Verga yang hendak melakukan apa yang dia ucapkan berhenti. "Gue lihat keseriusan lo. Tapi.."

Verga diam, membiarkan Brian melanjutkan.

"Lo tadi bilang gue bisa hajar lo, kan?"

Verga mengumpat dalam hati, kenapa ia mengatakan itu. Ia kira Brian tidak akan menyangkut pautkan hal itu, bahkan mengira Brian lupa.

"Ya," jawab Verga dengan agak ragu.

Brian manggut-manggut.

Tiba-tiba suara gemuruh membuat keduanya sejenak diam, membiarkan air hujan yang turun dengan deras menjatuhi mereka.

"Gue bakal ijinkan lo dekat Kakak gue, tapi gue harus buat lo babak belur, sampai mati kalo bisa."

"Jangan dong," Verga cepat memotong. "Kalo gue mati pengorbanan gue sia-sia dong, nggak bisa dekat Kakak lo."

Brian hampir saja menyemburkan tawanya, tetapi ia tajam sekuat tenaga.

"Oke, kalo gitu seminggu masuk rumah sakit."

"Kelamaan."

"Enam hari."

"Kurangi lagi."

"Lima."

"Kebanyakan itu."

"Empat," Brian memutar bola matanya.

"Tiga." Verga menyengir, mengangkat tangannya yang menunjukan 3 jarinya. "Jangan lama-lama lah, gue kangen nanti sama Kakak lo. Kasian dikit lah."

Brian mengangguk. "Lo di kasih hukuman malah tawar-tawar, lo kira pasar?"

Verga menyengir. Bertepatan dengan itu seorang gadis dengan payung di tangannya berlari menuju keduanya.

"Oke, besok gue tunggu. Kalo lo nggak datang artinya lo menyerah, artinya jangan datang lagi." Brian tersenyum mengejek. "Siap-siap aja." Brian menarik kerah baju Verga. Brian sedikit melirik sang Kakak yang terlihat panik saat ia menarik kerah baju Verga.

"Brian." Susan menarik sang adik. "Verga, lebih baik lo pulang ini udah malam, hujan deras, lo udah jelas 12 sebentar lagi ujian. Jangan sakit."

Tapi Verga seakan tidak mendengar, cowok itu hanya tersenyum. Gadis itu masih peduli padanya. Hatinya sedikit menghangat.

"Nggak usah cengar-cengir, pulang sana!" Brian menunjuk gerbang rumah. "Cepat!" Bentaknya.

Verga tersenyum, cowok itu berbalik, kakinya melangkah tetapi cowok itu membalikan badan. Ia tidak dapat menahan rasanya yang membuncah di hatinya, setidaknya biarkan ia memberikan sesuatu sebelum tiga hari, tiga hari tidak bertemu gadis itu nanti. Verga berlari menuju Susan yang masih diam di tempatnya. Verga, dengan gerakan kilat mencium pipi Susan membuat gadis itu kaget bukan main, hingga membuat payung yang di pegang gadis itu terjatuh.

VersusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang