Susan menggerutu, mengepel lantai dengan setengah hati. Ia hanya sendiri mengerjakan tugas piket itu. Teman yang sepiket dengannya sudah pulang. Bahkan ada yang sengaja bolos supaya tidak piket. Ada juga yang beralasan bantu orang tua di rumah, atau ada acara. Susan tentu tau semua itu bohong.
Setelah selesai dengan tugas mengepelnya. Setelah mengunci pintu, serta membawa ember serta kain pel menuju gudang sekolah.
Hari ini eskul basket dan cheers latihan, Susan dapat melihat anak-anak cheers yang sedang mencoba membuat kombinasi triangle, atau anak basket yang sedang pemanasan.
"Halo..halo.." suara dari pengeras suara yang ada di pinggir lapangan menggema. "Bagi yang namanya Dien tolong berdiri di tengah lapangan."
Susan dapat melihat jika Dien dengan cepat berdiri di tengah lapangan. Seragam cheers membuatnya semakin cantik, Susan akui itu.
Tidak lama, seorang cowok dengan seragam basket datang mendekat. Sebucket bunga mawar besar ia pegang. Berlutut di depan Dien.
"Aku nggak tau sejak kapan perasaan ini muncul. Tapi aku cuma mau bilang, aku sayang sama kamu. Mau jadi pacar aku?"
Susan mendengus saat Dien dengan semangat mengangguk. Dengan cepat memeluk cowok yang baru saja resmi jadi pacarnya itu erat.
"Liar." Desis Susan.
***
Susan sama sekali tidak berniat pulang bersama Verga. Buat apa juga, paling cowok itu sedang sibuk dengan pacar barunya.
"Kenapa tadi gue suruh ke ruang Osis nggak datang?" Susan tersentak saat suara itu memasuki indra pendengarannya.
"Eh, Kak." Susan menoleh ke samping. Bara yang sedang merokok dengan masih menggunakan seragam basket, bersandar pada pohon di seberang pohon yang Susan pakai berlindung.
"Kenapa nggak datang tadi?" Bara menginjak rokok yang sudah ia buang.
"Tadi mencatat banyak, Kak. Jadi nggak sempat, gue bahkan nggak ke kantin tadi." Susan menoleh ke kanan dan kiri, mencari bus atau angkot yang lewat.
"Bareng gue aja pulangnya." Bara memasukan salah satu tangannya di saku celananya.
"Nggak usah, Kak. Takut merepotkan,"
Bara tertawa. "Buat apa coba gue tunggu elo di sini kalo bukan karena gue mau antar lo pulang?"
"Nggak usah." Kata Susan. "Eh, Kak tadi pacarnya Kak Febrian di tembak sama Verga, terus dia terima."
Bara terlihat jengkel, tapi dia tetap tersenyum ke Susan. "Gue tau kok, padahal dia belum putus sama Febri."
Mata Susan membulat. "Beneran belum putus dari Kak Febrian? Tapi kok dia mau sih terima Verga?"
Bara tersenyum kecil. "Lo emang polos ya. Banyak cewek yang tembak gue atau teman-teman gue, lo tau kenapa?" Susan menggeleng. "Mereka cuma mau pacaran sama Verga, dan gue serta teman-teman gue cuma perantara. Karena mereka tau kalo gue pacaran atau teman-teman gue pacaran Verga pasti bakalan rebut."
Susan meletakan telunjuknya di dagu. "Eh, kok gue baru sadar ya kalo Verga selalu rebut pacar Kakak atau teman-teman Kakak. Cuma, Kak Fajar aja yang nggak pernah gue lihat pacaran sama siapapun."
"Karena dia nggak mau orang yang dia sayang diambil sama Verga."
Susan manggut-manggut. "Kak, gue balik duluan." Susan segera masuk ke dalam angkot yang baru saja lewat.
Bara tersenyum kecil. "Karma itu selalu berlaku." Gumam Bara.
***
Laptop yang sudah tersambung dengan flashdisk, earphone, kacang dan sirup jeruk menemani Susan. Ia sedang duduk di teras belakang rumahnya, berhubung Brian serta Mamanya tidak ada di rumah, jadilah dia mencari kesenangannya sendiri. Yaitu menonton Movie Marathon.
Now you see me 2, adalah film yang Susan tonton. Bukan film baru, tapi tetap saja Susan belum menontonnya.
Tepat saat Susan ingin menekan tombol play di laptopnya, bel berbunyi. Susan meniup poninya dengan agak jengkel karena kegiatannya diganggu.
"Siapa?!" Susan berteriak saat sampai di ruang keluarga.
Susan membuka pintu dengan sedikit kasar. Matanya nyalang menatap orang yang ada di balik pintu.
"Ngapain lo ke sini?" Susan bersedekap. "Gue nggak terima tamu!" Tambahnya galak.
Verga malah tersenyum, sama sekali tidak mengindahkan ucapan Susan. Ditatapnya lama gadis yang ada di depannya, hingga membuat cewek itu sedikit merubah ekspresinya menjadi agak gugup.
Verga berdeham. "Gue mau belajar, jadi gue datang." Verga berbalik menunjukan tas yang biasa ia bawa ke sekolah.
"Gue lagi malas." Susan menguap. "Gue ngantuk, jangan ganggu gue. Besok aja." Sebelum Verga berbicara Susan sudah menutup pintu. Terdengar suara bedebum yang keras saat Susan menutup pintu. Untung saja jarak Verga dan pintu lumayan jauh, jika tidak mungkin wajah Verga sudah rata karena terkena pintu. Mungkin hidungnya sudah patah.
Verga tidak habis akal. Jika tidak bisa lewat depan, belakang pun jadi. Verga sedikit mengendap-endap berjalan ke belakang rumah Susan.
Ia menaikan satu alisnya saat melihat punggung yang sepertinya dikenalnya, di tambah baju yang tampak tidak asing. Iseng, Verga menarik sedikit rambut Susan, membuat cewek itu berbalik.
"Ngantuk banget, ya?" Verga tersenyum mengejek. "Emang film bisa bikin elo pintar? Enggak, kan? Harus belajar. Jadi kenapa lo nggak belajar." Verga berlagak seperti seorang guru yang memarahi muridnya yang tidak mengerjakan pr.
Susan mendengus, menarik kasar earphone yang ia pakai. Menatap Verga tajam. "Cerewet!"
"Gue cuma nggak mau lo jadi bego karena nggak belajar." Susan melotot saat Verga mengatainya 'bego', ia melempar kacang yang ada di tangannya ke arah Verga.
"Duduk cepat! Sebelum gue berubah pikiran!" Verga menyengir kemudian duduk di depan Susan. Cewek itu tampak menggerutu.
"Lo marah, ya?" Verga meringis setelah bertanya, ia mendapatkan tatapan super tajam dari Susan. "Lo lagi PMS?" Tanya Verga agak takut. Mata Susan itu loh, serem.
Susan memutar bola matanya. "Kenapa kalo gue PMS? Ada masalah buat lo!" Desis Susan tidak suka.
"Lo kenapa? Gue ada salah?" Verga menatap memelas ke Susan tapi cewek itu mendengus keras.
"Nggak!"
"Nggak apa nih? Nggak ada salah atau nggak salah lagi kalo gue ada salah?"
Susan menggeram dengan kesal. "Auh ah! Lo pulang sana gue berubah pikiran! Gue lagi nggak belajar!"
"Gue nggak mau ya anak gue punya emak yang nggak pintar."
Susan melotot, jika saja ia tidak sayang pada laptopnya pasti akan ia lempar ke Verga.
Susan tersenyum sinis. "Harusnya lo bilang itu ke pacar lo bukan ke gue yang bukan siapa-siapa lo." Susan sengaja menekan kata 'pacar' dan sukses membuat Verga tersenyum.
"Lo cemburu?" Ada nada jahil di pertanyakan Verga.
Susan yang sadar akan ucapannya meringis, ia merutuki mulutnya yang tidak sengaja--atau mungkin sengaja--melontarkan kata-kata yang membuatnya tersudut.
"S-siapa yang c-cemburu, ngaco lo!" Susan tertawa garing. "Yang ada kalo lo lama-lama di sini banyak yang curiga."
Verga tersenyum lebar. "Gue nggak masalah kok kalo langsung di nikahkan sama elo."
. . .Maaf, halo ada typo
KAMU SEDANG MEMBACA
Versus
Teen Fiction"Vergara Saketa Rigelo, anak paling nakal, tukang bolos, player, dan yang terpenting Raja PHO!" "Wow," Verga berdecak kagum. "Lo hapal semua kelakuan gue, ternyata diam-diam elo stalker semua yang gue lakuin." Versus ©2017 ...