27. Hanya Susan

8K 581 2
                                        

Susan baru saja turun dari kamarnya saat melihat Verga yang berada di meja makan, tampak sedang bercanda dengan Mamanya tanpa canggung sama sekali.

Sampai di meja makan Susan segera duduk di samping Verga, karena memang kursi yang ada di samping Verga adalah kursinya selama ini.

"Bulan depan kalian sudah ulangan kenaikan kelas, kan?" Susan mengangguk, sedangkan Verga menunjukan senyumnya.

"Sebentar lagi gue udah mau Sma!" Brian tampak girang karena sebentar lagi akan memasuki jenjang yang lebih tinggi yaitu sekolah menengah atas, Mamanya memutuskan untuk memasukan Brian di sekolah yang sama seperti Susan. Agar Susan bisa mengontrol adiknya yang nakal itu.

Susan mendengus, melempar kacang almond yang ia pegang ke Brian.

"Nggak ada nakal-nakal di Sma. Awas lo!" Susan menatap sengit Brian, hingga Adiknya itu meringis. Percayalah Brian itu sangat takut pada Susan, terutama jika Kakaknya itu sudah marah. Kesalahan kecil saja sudah mengamuk apalagi jika kesalahan besar, bisa di panggang hidup-hidup oleh Kakaknya itu.

"Iya-iya." Brian mengangguk dengan wajah kesal.

Susan selesai dengan sarapannya, ia segera meneguk susu yang berada di gelas. Setelah mencium tangan Mamanya Susan segera keluar dari ruang makan, tidak peduli pada Verga.

Sejujurnya Susan tidak terlalu suka jika Mamanya seakan menyodorkan dirinya ke Verga, Mamanya tidak tau saja jika Verga itu suka bermain perempuan.

Verga menahan tangan Susan agar cewek itu berhenti.

"Kenapa setiap gue ke rumah lo, selalu aja gini. Ditinggal."

"Karena gue bosan lihat muka lo. Tiap hari datang terus." Omel Susan. "Di rumah nggak sarapan? Makanya tiap hari ke sini terus?"

Verga memutar bola matanya. "Gue kangen sama elo makanya gue datang, tau." Verga mencubit gemas hidung Susan.

Susan mendengus, ia mengusap hidungnya yang di jawil Verga.

"Nggak tiap hari juga."

"Gue kangen tiap hari, sayangku." Verga gemas sekali dengan Susan rasanya ingin mencium pipi mulus gadis itu, tapi dia ingat jika masih berada di pekarangan rumah Susan. Bisa di coret dari daftar mantu nanti dia.

"Ayo. Nanti telat." Verga menarik tangan Susan ke motornya.

"Gue bisa." Susan merampas helm yang hendak Verga pasangkan ke kepalanya. Verga hanya tersenyum lalu naik ke atas motor, setelah Susan naik Verga segera melajukan motornya.

***

Pr, membuat hampir seluruh siswa kelas 11 Bahasa 3 datang pagi. Bahkan yang biasanya datang terlambat datang begitu pagi, hanya karena satu alasan yaitu pr. Bukan hanya satu tapi 3 mata pelajaran, dan semua mata pelajaran itu berlangsung hari itu juga.

Untunglah Susan sudah mengerjakannya.

"Va, kok lo duduk di situ?" Susan duduk di kursi yang berada di depan meja Verga.

"Gue duduk di sini." Senyum Sheva tampak begitu lebar, sedangkan Susan mencibir kesal.

"Kenapa sih pake acara pindah segala?" Susan menatap kesal Sheva dan Rizky.

"Karena gue mau pintar." Jawab Sheva.

"Pintar?" Susan tertawa sinis. "Mana ada lo jadi pintar, malah makin bego. Gue ajari aja lo masih nggak ngerti apalagi Rizky. Yang ada bukan belajar namanya,"

Jari telunjuk Sheva hampir saja menyentuh bibir Susan--membuat cewek itu diam--jika Susan tidak tiba-tiba mundur.

"Gue kerjakan pr gue sendiri kali." Sheva mengangkat tinggi buku tugasnya. "Gue cari setengah mampus tuh. Rasanya kepala gue mau keluar asap."

"Kok gue nggak percaya, ya?"

"Tanya aja sama Rizky, gue kerjakan sama-sama dia." Susan menaikan alisnya saat melihat buku tugas Sheva.

"Lo ingat juga kali, bisa dekat sama Verga." Timpal Rusly dengan wajah menahan tawa.

Susan berdecak. "Gue nggak mau,"

Suara dehaman yang berasal dari belakangnya membuat Susan segera berbalik. Verga dengan wajah datar menatap Susan.

"Benar nggak mau, hm?" Nada suara Verga berubah menjadi agak terdengar mengancam. "Mau gue bongkar apa yang kita lakukan kemarin?"

Dahi Susan berkerut dalam. "Memang kemarin kita ngapain?"

"Perlu gue ingatkan?" Verga mendekat ke Susan, membuat Cewek itu memudurkan badannya. "Lo mau gue bilang ke anak-anak kalau lo cium gue?"

"Hah? Kapan coba gue cium lo!" Cetus Susan. Tanpa sadar suara yang keluar dari mulutnya itu tinggi. Membuat kelas mendadak hening.

Verga tersenyum sinis pada Susan sebelum menegakan badannya. "Kalian tau lah namanyammmp--" perkataan Verga seketika terhenti karena tangan Susan membekap mulutnya. Dan menariknya keluar dari kelas, setelah keluar dari kelas cewek itu melepaskan tangannya yang menutup mulut Verga.

"Heh! Kapan coba gue cium lo! Ngaco banget kalo ngomong!" Omel Susan dengan wajah super kesal. Mau di taruh di mana mukanya.

"Pernah." Verga tersenyum kecil.

"Kapan coba? Jawab! Nggak ngarang, gue nggak pernah cium elo!"

"Cari tempat sepi, yuk!" Verga menarik tangan Susan menuju rooftop, tidak memperdulikan ocehan cewek itu tentang suara bel yang berbunyi.

"Lo apa-apaan sih?" Sentak Susan dengan wajah memerah. Dia tidak suka di perlakukan kasar. "Gue salah apa coba sama lo?"

"Salah lo? Apa ya?" Verga mengusap dagunya dengan wajah menengadah ke atas. "Karena lo buat gue jatuh cinta sama elo."

Susan menatap tidak percaya pada Verga, bukan pertama kali memang mendengar ucapan Verga yang terkesan blak-blakan. Tapi tetap saja membuatnya kaget dan spot jantung.

"Gue bosan dengar kata-kata lo itu, sering banget lo ngomong gitu." Susan tersenyum sinis. "Sama mantan-mantan lo pasti lo sering bilang gitu, ya kan?"

"Lo nyeselin, ya?"

"Baru tau?" Susan bersedekap. "Udah lah, gue mau ke kelas. Cuma karena hal gini lo narik gue ke sini. Cuma karena hal nggak penting ini? Nggak mutu banget." Susan berjalan.

Verga dengan sigap menarik tangan Susan hingga cewek itu hampir saja terjatuh.

"Apaan sih?!" Sentak Susan kasar.

"Gue nggak suka di cuekin." Jawab Verga dengan santai. Bahkan dia tidak peduli pada wajah Susan yang memerah padam karena marah.

"Jangan buang tenaga untuk hal nggak penting. Dari awal pembicaraan ini nggak penting sama sekali. Gue nggak suka lo tuduh gue sembarangan!"

"Salah kalau gue punya perasan dengan lo?" Ucapan Verga begitu lembut. Bahkan Susan sempat terpana pada tatapan lembut yang Verga berikan.

"Gue cuma mau tunjukan pada orang-orang kalau lo udah ada yang punya. Sekarang gue memang belum bisa ikat lo sepenuhnya di dekat gue. Tapi saat waktu itu datang, gue bakalan jaga lo, selalu ada untuk lo. Susan, gue susah jatuh cinta. Sekali gue jatuh, sulit buat gue bangun lagi." Verga mengusap pipi Susan.

"Dengar, gue bakal tetap buat lo jadi prioritas gue. Walaupun gue dekat dengan cewek lain, percaya mereka cuma bagai pesawat di kepala gue. Cuma transit, sedangkan lo. Lo adalah rumah gue, lo adalah tempat gue untuk pulang, tempat gue berlindung. Percaya dan pegang kata-kata gue. Meski nanti, entah besok, lusa atau kapan gue dekat atau pacaran dengan cewek lain. Percaya hati gue tetap buat lo, nggak buat dia. Lo tau kenapa?" Verga menatap Susan begitu lembut. "Karena lo adalah kunci dari hati gue yang tergembok. Elo seorang yang bisa buka kunci itu. Lo adalah kunci gue. Lo memegang hati gue. Cuma Susan yang ada di hati Verga, yang lain cuma singgah."

. . .

VersusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang