Verga membiarkan air hangat itu mengalir membasahi tubuhnya, sejenak merilekskan pikirannya yang sedang berkecamuk. Sekitar 10 menit diam dengan posisi yang sama Verga memutuskan untuk menyudahinya.
Dengan handuk yang melingkar di pinggang, dan satu handuk lagi yang digunakan untuk mengeringkan rambut Verga keluar dari kamar mandi.
Di luar hujan... Tunggu seperti ada yang Verga lupakan. Tapi apa?
Susan!
Verga mengambil ponselnya yang ada di atas narkas, dengan cekatan mencari kontak Susan.
"Halo." Suara itu terdengar parau. "Ini siapa? Jangan ganggu gue dulu. Kepala gue sakit." Setelahnya sambungan itu mati.
"Sakit?" Apa Susan sakit? Tapi... Memang gadis itu bisa sakit? Dia bukannya boneka? Ah, ini salahnya juga sih, menyuruh gadis itu menungguinya tapi malah menyuruhnya pulang sendiri. Bergegas, Verga mengenakan bajunya. Setelah memakai jaket dengan bahan tebal Verga mengambil kunci motornya yang selalu ada di atas meja belajarnya.
"Ma, Verga pergi bentar." Verga bergegas, bahkan ia hanya memakai sendal jepit. Bodo lah, yang penting sekarang harus cepat. Saking ingin cepatnya dia memakai motor, padahal dengan berjalan saja dia sampai.
"Mau kemana?"
"Susan."
"Susan, kenapa?" Lina juga terdengar khawatir.
"Sakit kayaknya. Ma, Verga pamit." Dengan cepat Verga mencium tangan Lina lalu segera bergegas.
***
Rumah Susan tidak jauh beda dengan rumahnya, walau lebih mewah dan besar miliknya.
Setelah mengetuk tidak lama Jeni keluar, dengan hangat Jeni tersenyum.
"Kok kamu ke sini malam-malam?" Mungkin yang mau di ucapkan Mama Susan sebenarnya adalah 'Kenapa kamu sengaja buat anak saya sakit? Pamit katanya sampai rumah selamat, ini malah sakit' mungkin akan seperti itu. Tapi nyatanya Jeni mempersilahkan Verga masuk.
"Em.. Tan.."
"Masuk aja ke kamar Susan, dia pasti tidur. Tadi panasnya tinggi tapi sekarang sudah mendingan." Verga sedikit merasa bersalah karena tidak pulang bersama Susan.
"Saya lihat Susan dulu, Tan." Pamit Verga. Jeni tersenyum sembari mengangguk.
Dengan langkah pelan, Verga sampai di depan kamar Susan. Kamar gadis itu masih sama saja, hanya membedakan kali ini ada yang tertidur di atas kasur. Verga mendekat, berusaha tidak menimbulkan suara. Verga berjongkok, di pandanginya wajah Susan yang agak pucat, ada semacam plester putih besar di dahinya, setahu Verga itu plester penurun panas.
Tangan Verga perlahan terulur menyentuh plester putih itu, dielusnya pelan. Tangannya lalu berpindah ke kepala Susan, mengusap pelan rambut gadis itu.
"Kok lo ada di sini?" Verga segera menjauhkan tangannya. Sepertinya elusan yang Verga lakukan membuat Susan bangun.
"Jenguk elo." Verga berdiri, Susan mendongak melihat cowok messy itu. "Cepat sembuh." Verga melempar senyum paling manisnya.
Susan mengangguk pelan.
"Maaf, soal tadi." Verga menggaruk tengkuknya, matanya mencari pengalihan.
"Nggak pa-pa," Susan tersenyum. "Pulang gih, besok kayaknya gue nggak masuk."
"Kok gitu?"
"Gue masih sakit, Ver."
"Nggak seru kalo nggak ada lo di sekolah." Verga kembali berjongkok, mensejajarkan wajahnya dengan Susan yang tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Versus
Fiksi Remaja"Vergara Saketa Rigelo, anak paling nakal, tukang bolos, player, dan yang terpenting Raja PHO!" "Wow," Verga berdecak kagum. "Lo hapal semua kelakuan gue, ternyata diam-diam elo stalker semua yang gue lakuin." Versus ©2017 ...