13. Si Pesimis

10.1K 706 1
                                    

Susan tiba di rumahnya pukul 4 lebih beberapa menit. Sheva yang baru saja melajukan mobilnya meng-klakson. Susan hanya melambaikan tangan.

"Apaan tuh?" Brian dengan sigap mengambil paper bag yang di pegang Susan. "Wah, oleh-oleh. Pasti dari Kak Sheva." Tebak Brian. Susan hanya mengangguk. Tentunya apa yang dibilang Sheva tidak ada di dalam sana, tapi di dalam tas miliknya. Bisa brabe nanti jika Brian sampai melihatnya.

"Dari Mamanya Sheva?" Jeni yang tampaknya baru selesai memasak bertanya, dengan sendok goreng yang masih ada di tangan.

"Iya, Ma. Katanya itu gantungan kunci, baju sama makanan. Susan ke kamar dulu. Capek." Tanpa mendengar jawaban Mamanya, Susan berjalan naik ke lantai atas. Memasuki kamarnya.

Setelah melepaskan sepatu dan berganti baju, Susan mulai membuka tasnya. Tempat dimana di sembunyikannya apa yang di berikan Sheva.

Ada banyak yang di berikan Sheva salah satunya Jaket, sepatu, celana dan snapback dengan warna dan model yang sama dengan milik Sheva. Sheva memang meminta Mamanya untuk membuat pakaian dari atas hingga bawah dengan warna dan bentuk yang sama dengan milik Susan. Katakan saja pakaian couple, hanya saja ini adalah baju persahabatan.

Setelah meletakan semua barang-barang itu di tempat yang aman. Susan bergegas mandi, ia ingat masih mempunyai janji dengan Verga.

***

Susan tidak pernah tau jika rumah yang hanya berbeda beberapa rumah dari rumah miliknya sendiri memilki ukuran yang fantastis. Bahkan 2 kali lipat dari rumahnya.

"Verga!" Susan berteriak, namun tidak ada yang menyahut atau membukakan pintu. Susan menepuk dahi, kenapa dia buang-buang tenaga berteriak di depan rumah Verga sedangkan bisa menelfon Verga jika dia sudah ada di depan rumah cowok itu.

Segera Susan merogoh celana training yang di pakainya. Susan juga tidak perlu capek-capek meminta Brian menemaninya ke rumah Verga. Toh, hanya berbeda beberapa rumah. Bahkan jika dia mundur hingga ke seberang jalan rumahnya masih terlihat.

Di nada sambungan yang pertama belum ada jawaban. Kedua hingga Susan mengulang menelfon Verga.

"Halo."

Suara serak, apa cowok itu baru bangun?

"Gue di depan ruang lo."

"Hah? Buat apa lo ke rumah gue?"

Mendengus kesal, Susan mematikan sambungnya telfon itu. Sudah capek-capek datang malah tidak jadi.

Susan mencibir, namun baru saja melangkah tubuhnya sudah terbalik karena ada yang menarik tangannya memaksanya berbalik.

"Apaan sih?!" Sentak Susan tidak suka sambil melepas tangannya. Tapi bukannya di lepas, malah semakin erat. Verga menarik tangan Susan masuk ke dalam lingkungan rumahnya. Tadi ia memang lupa jika punya janji dengan Susan, itulah kenapa ia tidur tapi setelah menerima telfon dari Susan serta melihat jam, ia langsung bergegas dari kamar. Berharap sempat menghentikan Susan pulang, untungnya cewek itu baru saja ingin pergi. Dan Verga dapat mencegahnya.

Walau dengan wajah cemberut Susan mengikut saja.

Susan baru saja sadar jika Verga hanya memakai kaos putih yang longgar dengan boxer. Susan juga merasakan wajahnya memerah.

"Ver.."

"Apa?" Verga menoleh, mereka harus aja memasuki rumah Verga yang sangat luas.

Wajah Susan memerah lagi. "Itu,"

"Apa?" Verga nampak tidak sabar.

"L-lo cuma p-pake boxer." Susan mengalihkan pandangannya ke arah lain, tidak berani menatap mata Verga langsung.

VersusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang