58. Ikatan Yang Kuat

8.3K 571 16
                                    

Pagi ini Susan berangkat bersama Brian, alasanya ia sedang malas membawa kendaraan apapun. Sekali-sekali punya adik di manfaatkan lah.

"Pulang lo cari tumpangan."

Susan mendelik. "Kenapa?"

"Gue mau sparing, Kak." Brian mengacak pelan rambutnya. Keduanya berjalan bersisian di koridor.

"Kenapa nggak bilang tadi? Tau begitu gue bawa kendaraan." Susan mendengkus kesal.

"Katanya lagi malas bawa kendaraan."

"Daripada pulang gue jalan kaki." Susan berdecak. "Nanti deh, gue nebeng siapa gitu."

"Nebeng itu aja." Brian menunjuk ke depan. Susan mengikuti, menemukan Verga yang berjalan ke arah keduanya. "Bang!"

Verga tersenyum cowok itu berhenti di depan keduanya. "Tumben barengan."

"Malas bawa kendaraan katanya. Bang, gue bisa minta tolong nggak?"

Susan mendelik, seakan tau isi kepala sang adik.

Verga mengangguk. "Kalo gue bisa bantu bakal gue bantu."

"Pasti bisa," Brian tersenyum kecil. "Gue sparing pulang sekolah, karena Kakak gue nebeng di gue pagi ini. Artinya pulang nanti nggak tau dia mau pulang sama siapa, kalo dia nebeng di elo boleh nggak?"

Verga tersenyum kecil. "Boleh dong. Masa nggak."

Susan membuang muka ke arah lain. "Gue ke kelas dulu." Susan bergegas menuju kelasnya, meninggalkan senyuman geli di bibir Verga dan Brian.

"Kakak lo tuh." Verga mengendikan dagu ke Susan yang berjalan dengan langkah cepat.

Brian terkekeh. "Iya, Kakak gue. Awas lo dekat-dekat."

Verga tertawa. "Oh, tidak bisa."

***

Susan menatap malas papan tulis putih yang di penuhi dengan tulisan. Ia sangat malas untuk sekedar menulis materi yang ada di papan tulis. Padahal semua yang ada di papan tulis adalah rumus-rumus penting.

Sebentar lagi bel pulang sekolah akan berbunyi. Susan mengigit bibir bawahnya, sejujurnya ia malu untuk bertemu Verga apalagi kejadian kemarin itu di lihat oleh Brian membuat ia semakin malu.

"San."

"Susan.

"Susan!"

Susan tersentak, bahkan pulpen yang ia pegang sampai terjatuh. Susan menoleh pada Sheva yang terlihat gemas padanya karena tidak merespon panggilan cewek itu.

"Lo mikirin apa sih? Utang?" Sheva menggendong tasnya. "Nggak pulang lo? Bel udah dari tadi bunyi."

Susan seakan sadar, cewek itu memandang seluruh kelas, yang tersisa keduanya dan beberapa murid yang sedang piket.

Susan menggeleng pelan, cewek itu merapikan semua barang-barangnya lalu menggendong tasnya. Bertepatan dengan itu Rizky masuk ke dalam kelas untuk menjemput Sheva, tetapi yang membuat Susan hampir terkena serangan jantung adalah cowok yang ikut bersama Rizky.

"Gue duluan." Rizky menepuk bahu Verga sebelum berjalan keluar dari kelas dengan tangan menggenggam tangan Sheva.

Hingga petugas piket hari itu berjalan keluar. Susan dan Verga masih pada posisinya, Susan berdiri di tempatnya, sedangkan Verga berdiri di dekat pintu.

"Ayo, pulang." Verga membuka suara, bukan dia sengaja membiarkan Susan masih berada di kelas saat semua orang telah pulang. Tetapi, dia gugup, entah kenapa setelah Susan memberikan maafnya, Verga merasa salah tingkah saat di dekat cewek itu. Verga menggaruk tengkuknya. "Nanti lo di cari lagi." Ucap Verga berusaha tenang.

Susan mengangguk, dia hanya berjalan mengikuti Verga dari belakang. Tanpa tau Verga ingin sekali menarik gadis itu agar berjalan bersisian dengan dirinya.

Sampai di parkiran, Verga mengeluarkan motornya. Tentunya dengan agak canggung Susan naik ke atas motor laki-laki yang masih mengisi hatinya itu.

Sepanjang perjalanan pun, hanya hening. Keduanya seakan tidak ingin berbicara, padahal hati mereka ingin keduanya untuk saling berbincang. Walau hanya hal omong kosong.

"Makasih." Susan tersenyum kecil, mengucapkan terima kasih pada Verga setelah turun dari motor cowok itu. "Mau mampir?"

Verga tersenyum. "Enggak. Makasih. Gue balik aja, mau belajar." Verga ternyata sudah berubah, Susan tidak menyangka Verga yang dulu pemalas sangat rajin sekarang. "Nanti gue ke sini."

Susan mengangguk. "Hati-hati di jalan."

Verga tersenyum, rasanya senang di perhatikan seperti itu. "Sini." Verga menggerakan tangannya, memanggil Susan mendekat. Susan hanya menurut, cewek itu tersentak saat sebuah tangan hangat mengusap pelan puncak kepalanya. "Aku pulang ya."

Susan yakin, wajahnya pasti terlihat aneh, pasti wajahnya memerah. Karena dia merasa pipinya memanas setelah Verga mengatakan itu.

Verga tersenyum, dia menyukai ekspresi tersipu milik Susan. Sangat menggemaskan. "Bye." 

Bahkan untuk membalas Verga, Susan tidak sanggup. Gadis itu hanya diam sampai motor Verga menghilang di ujung jalan.

***

Langit tampak bertaburan bintang, dengan bulan yang bersinar terang. Padahal baru jam tujuh malam, tetapi langit sudah sangat kelabu.

Susan sedang duduk di ruang tamu dengan sebuah novel yang ia baca, telinganya tersumbat earphone, sedangkan tangannya beberapa kali mengambil kacang dari mangkuk.

Dia sendirian di ruang tamu, sang Mama sedang pergi sedangkan Brian berada di kamar karena tugas yang menumpuk.

"Kak." Susan mengangkat kepala, menaikan sebelah alisnya saat menemukan adiknya yang katanya sedang mengerjakan tugas berdiri sambil memegang boneka berbentuk kura-kura berukuran sedang.

"Siapa yang ngasih lo boneka kura-kura." Susan tertawa. Apa mungkin para fans Brian memberikan boneka kura-kura pada Brian.

Brian berdecak, melemparkan boneka hewan yang lambat di dunia itu pada Susan yang menangkap dengan sigap.

"Itu buat lo." Brian berbalik, berjalan naik ke lantai dua.

"Dari siapa?" Susan bertanya bingung, tetapi saat menemukan surat yang di tempel di bawah tubuh kura-kura, gadis itu diam.

'Kenapa kasih boneka kura-kura coba?'

Susan mengerutkan kening, dia kenal tulisan ini tapi ragu.

"Kenapa coba?"

Susan tersentak, gadis itu menoleh kaget ke sebelahnya. Ada Verga yang menunduk menatapnya dengan senyuman geli.

"Lo kok di sini?" Susan masih kaget, gadis itu menatap Verga yang menepuk kakinya. Membuat Susan duduk tegak, sedangkan Verga duduk di sampingnya.

Susan baru sadar, sofa yang sekarang di duduki keduanya asalah sofa yang sama saat Susan memeluk Verga.

Wajah Susan memerah mengingat kejadian itu.

"Kenapa coba boneka kura-kura?" Verga menatap Susan yang diam, tapi perlahan menggeleng tidak tau. "Karena kura-kura selalu membawa rumahnya, sedangkan kamu yang sedang pegang kura-kura adalah rumahku."

Dan wajah Susan memerah.

. .  .

Up terakhir sebelum ujian, jangan di tagih karena nggak ada up lagi.

Selamat menunggu.

Btw, ini cerita tinggal beberapa part lagi udah mau selesai.

VersusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang