10ㅡSome

18.2K 2.4K 273
                                    

Kepalaku terasa berat, kurasa aku benar-benar mabuk. Tetapi aku masih bisa mengingat beberapa saat yang lalu, tepat ketika ketiga pria brengsek mengangguku di depan kamar mandi pria, lalu Jimin menolongku dan dia bertingkah seolah aku adalah mainannya yang tidak boleh dirusak siapa pun.

Benar. Setelah itu aku berusaha bertanya tentang apa maksud dari mainannya. Ia malah diam dan menyuruhku bergabung dengan teman-temannya.

Hanya ada tiga pria yang ia akui sebagai temannya, aku bahkan tidak terlalu ingat nama mereka. Hoseok? Seokjin dan kalau tidak salah Namjoon. Mereka bertiga lebih tua beberapa tahun dari Jimin.

Tepat ketika Jimin menghampiri mereka, aku bisa lihat betapa akrabnya mereka. Mereka melakukan salam pertemuan yang sangat konyol, bahkan tiga lelaki ini lebih tua dari Taehyung. Sebenarnya apa yang ada di otaknya itu?

Ah, benar juga.
Dia tak punya otak.

Aku kemudian tertawa lepas ketika lelucon bodoh Jimin tak punya otak berkelebat di pikiranku, sepertinya efek alkoholnya mulai bekerja, karena aku merasa sudah tidak mempunyai rasa malu lagi.

Jimin berada di samping kananku, samar-samar aku mendengarnya memanggil namaku. Aku merasa bahwa pandanganku mulai kabur dan kepalaku benar-benar terasa berat. Aku tidak tahan.

"Dayang dayang?"

Ah. Suara Jimin.

Sebuah rangkulan mendarat di tubuhku, aku tahu bahwa orang yang merangkulku adalah Jimin. Aku menoleh ke arah Jimin, menepis tangannya kasar. Walaupun aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas, tetapi aku tahu bahwa ia tengah terkejut dengan penolakan yang aku berikan.

"Kau brengsek," umpatku setengah berteriak karena suaraku teredam oleh musik yang berdentum-dentum.

"Kenapa kau selalu menanyakan keadaanku di saat kau tahu bahwa aku sedang tidak baik-baik saja?!" Aku menarik jaketnya dengan kuat sembari berdiri memakinya.

Usai mengatakan sumpah serapah yang terpendam, aku merasakan tubuhku kehilangan kesadaran dan akhirnya ambruk. Aku ambruk di tubuh lelaki yang baru saja kumaki-maki.

Kuharap ia membiarkanku saja, namun sayangnya ia malah menangkap tubuhku. Samar-samar aku mendengar suara salah satu dari teman Jimin bersamaan dengan usapan tangan di bahuku.

"Ia manis juga."

Aku ingin bangun dan berteriak, tetapi tubuhku benar-benar sudah tidak mampu untuk melakukan apapun saat ini. Usapan itu berhenti ketika aku merasakan sebuah tepisan telak di tangan sialan tersebut, lalu aku bisa mendengar suara khas milik Jimin.

"Jangan sentuh milikku."

Ah, hal ini lagi.

Aku kemudian merasakan bahwa tubuhku melayang, dan akhirnya aku sadar bahwa seseorang tengah menggendongku. Aku menggelengkan kepalaku lemah, lalu aku bisa merasakan aroma peppermint, asap rokok dan alkohol. Ketiga hal tadi melebur menjadi satu dan aku tahu siapa yang tengah menggendongku saat ini, lelaki tak waras bernama Jimin.

Ia membawaku menjauh dari tempat memuakkan tersebut, dan juga aku bisa mendengar suara musik keras yang lambat laun memudar. Nafasku terengah-engah, dan entah kenapa aku merasa tubuhku memanas seketika. Aku menggeliat, dan bisa kudengar suara Jimin yang berbisik pelan namun penuh dengan tekanan.

Fall Apart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang