29ㅡCall

10.7K 2.3K 339
                                    

Kugosok perlahan rambut basahku dengan handuk kecil milik Yoongi.

Ia meminjamkannya padaku beberapa jam yang lalu usai menyudahi obrolan kami secara sepihak. Ya, secara sepihak.

Tentu saja aku masih penasaran dengan laki-laki yang ia maksud, apakah sepupunya? Teman dekatnya? Orang spesial baginya? Atau jangan-jangan ia menyimpang? Oh, pikiranku mulai bertebaran ke mana-mana.

Aku kemudian memilih untuk duduk di tepi ranjang, masih dengan handuk yang tersampir di bahuku dan kedua tanganku yang setia menggosok rambutku.

Akhirnya setelah teringat sesuatu, aku meraih tasku dan mencari keberadaan handphoneku, mengeceknya dengan berharap ada pesan dari Taehyung tapi ternyata ia tidak mengirimiku pesan sama sekali.

Jangan tanya mengapa aku berharap ia mengirimiku pesan, aku hanya penasaran apa yang sebenarnya ia pikirkan selama ini. Apakah ia hanya mempermainkanku atau ia benar-benar mencintaiku.

Kutarik napasku lalu membuangnya perlahan, aku tidak benar-benar mengerti soal cinta dan tetek-bengeknya segala macam. Apa yang harus diharapkan dariku?

Akhir-akhir ini aku malah benar-benar memikirkan nasibku, kehidupan normalku yang harus berubah karena lelaki maniak seperti Taehyung dan lelaki aneh seperti Jimin.

Mereka benar-benar seperti duo penghancur hidup seseorang, mereka menghancurkan hidupku.

Tidak. Tidak. Bukankah mereka setidaknya memberikan warna pada hidupku? Mereka berhasil membuat kehidupanku setidaknya terasa lebih hidup karena beban yang mereka berikan.

Sesaat setelah aku menggelengkan kepalaku kuat atas apa yang aku pikirkan barusan, Yoongi tiba-tiba mengetuk pintu kamarku. Dengan buru-buru aku meraih kacamata di atas nakas dan memakainya, tepat setelah itu Yoongi benar-benar membuka pintu dan masuk ke dalam.

"Aku sengaja mengetuk terlebih dahulu agar kau tahu bahwa aku akan masuk, apa aku menganggumu?" Ia menaikkan kedua alisnya menunggu jawabanku sembari menjilat bibir bawahnya sendiri.

Aku menelan salivaku, entah mengapa Yoongi rasanya jauh lebih tampan ketika ia mencoba untuk membasahi bibirnya sendiri.

"Hyesun?"

Aku spontan menggeleng, tersenyum sembari mengalihkan atensiku ke handphoneku yang tiba-tiba berdering.

Sebuah panggilan dari nomor tidak dikenal, kuharap ini bukan Ibu. Karena aku tidak menyimpan nomornya. Jadi kupikir ia mungkin secara cuma-cuma menelponku untuk memarahiku mengapa aku tidak berada di rumah saat ini. Aku dan Yoongi saling melempar pandang sebelum akhirnya Yoongi menyuruhku untuk mengangkat panggilan dari siapa pun itu.

"Aku tidak menyimpan nomornya, mungkin salah sambung," sahutku enteng sambil meletakkan benda tersebut ke atas nakas.

Yoongi mengangguk-angguk mengerti, namun sedetik kemudian raut wajahnya berubah tatkala ia memperhatikan nomor yang muncul di layar handphoneku dengan seksama.

"Ternyata benar." Ia berdesis sebelum akhirnya secara tiba-tiba meraih handphoneku dan menggeser layarnya.

"Apa? Tidakㅡtunggu." Aku meraih handphoneku namun Yoongi menangkap tanganku dengan cepat. Ia meletakkan handphoneku di telinga kanannya sedangkan tangannya masih memegang tanganku, perlahan ia bergerak menuju telapak tanganku.

Menautkan jari-jemari miliknya pada milikku dan kemudian meremasnya pelan. Hal ini sukses membuat aku terdiam dengan wajah yang bersemu merah.

Kalian bisa bayangkan posisiku yang duduk di tepi ranjang dan Yoongi yang berdiri di hadapanku dengan tangan kananku yang ia tautkan dengan tangan kirinya.

Fall Apart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang