45ㅡSecret

9.2K 1.8K 540
                                    

Sekolah benar-benar bagaikan neraka.

Seseorang ditemukan tewas hari ini, namun bagaimana bisa mereka bersikap seolah-olah tidak terjadi apapun? Yang mereka lakukan hanyalah menyebarkan berita apa yang tengah terjadi di sekolah mereka, tanpa henti.

Aku muak. Rumor lagi-lagi beredar begitu cepat. Kali ini, rumor tentang Taehyung yang ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan Hara sudah tersebar di mana-mana. Ya, semuanya terjelaskan tentang mengapa ia masuk ke dalam mobil polisi dengan borgol di tangannya.

Ia adalah pembunuhnya.

Benar. Hara tidak mungkin mengakhiri hidupnya begitu saja, bukan? Aku tahu ia gadis yang kuat. Hara gadis yang baik, ia dan Taehyung tidak salah. Mereka berdua saling menyukai satu sama lain.

Sedangkan aku hanyalah salah satu mainan Taehyung yang kemudian ditinggalkannya begitu saja, aku hanya orang ketiga di antara mereka. Akulah yang paling jahat di sini. Bila seandainya Taehyung bertemu Hara lebih dahulu dibandingkan aku, kuyakin semuanya tidak akan terasa semenyakitkan ini.

"Ingin pulang?" Jimin mengusap puncak kepalaku dengan lembut, aku kembali tersadar pada kenyataan di mana saat ini aku dan Jimin tengah berada di UKS.

Aku yang tengah terbaring menatap jendela langsung mengalihkan perhatianku ke Jimin yang tengah duduk di sampingku. Seperti biasa, UKS memang selalu sepi. Pantas saja Taehyung menjadikan tempat ini sebagai markasnya.

"Hyesun?"

Aku beranjak bangun mengambil posisi duduk, menatapi Jimin yang tengah duduk di kursi yang berada tepat di samping ranjang, ia menatapku khawatir.

"Tidak untuk sekarang, Jim."

Ia mengangguk-angguk mengerti, aku kemudian memilih diam dan menatapi wajahnya hingga akhirnya ia menyadari tatapanku dan mengernyitkan alisnya.

"Apa ada sesuatu di wajahku?"

Kuulurkan tanganku untuk menyentuh pipi kanannya, dengan perlahan aku mengusapi pipinya sembari tersenyum.

"Kau terlihat tampan."

Ia sontak tertawa lepas, diraihnya tanganku yang tengah menangkup pipinya lalu kemudian mengenggamnya dengan begitu erat. Aku bisa merasakan hangat menjalar ke sekujur tubuhku saat Jimin mengusapi punggung tanganku dengan ibu jarinya, mata kami terkunci untuk beberapa saat.

"Aku rindu saat di mana kau memanggilku dengan sebutan dayang dayang."

"Kau ingin aku kembali memanggilmu dayang dayang? Kau yakin? Aku merasa buruk." Jimin menjauhkan tanganku dari dari wajahnya, aku mengernyitkan alisku sebagai balasan dari pertanyaannya.

"Aku ingin mengakui sesuatu."

"Sesuatu?" tanyaku bingung.

Jimin mengangguk, "sesuatu yang biasa orang-orang sebut sebagai dosa."

Aku spontan terkekeh. Aku benar-benar tidak mengerti dengan kepolosan Jimin perihal yang satu ini, bukankah semua orang pernah melakukan dosa?

"Aku tidak berharap kau menerimaku, sungguh. Masa laluku sangat buruk." Jimin menatap nanar ke arahku, kucoba untuk menghiburnya dengan mengusapi rambut oranye miliknya sembari tersenyum.

"Berhenti meracau, kau tidak seburuㅡ"

"Aku seorang gay." Kalimat Jimin membuat aku merasa dunia berhenti untuk beberapa detik, aku mencoba untuk memahami kalimatnya dan satu detik selanjutnya, aku mulai memahami semua.

Kalimat Taehyung malam itu, diperuntukkan untuk Jimin? Jimin benar-benar seorang gay?

"Dulu." Ia menyambung kembali kalimatnya tanpa kuperintah, "tepat di saat aku belum mengenalmu dan ketika aku belum mengerti apa itu cinta, aku lebih brengsek dibandingkan seorang Kim Taehyung."

Fall Apart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang