Setelah kejadian semalam, aku yakin bahwa Taehyung langsung menggendongku, membawaku ke lantai atas dan menidurkanku di kamarku.
Tetapi ketika aku bangun, Taehyung tidak berada di sisiku. Ia menghilang.
Aku bahkan belum mengucapkan sepatah kata pun, dan ia sudah benar-benar pergi. Rasanya seperti apa yang terjadi semalam adalah mimpi dan tidak benar-benar terjadi.
Namun ketika aku turun ke bawah untuk mencarinya dan menemukan satu lilin yang berada di lantai tergeletak begitu saja di sana di ruang tengah, aku merasakan bulu kudukku meremang.
Kejadian semalam adalah nyata, Taehyung benar-benar menemuiku, dan ia meninggalkanku pagi-pagi buta sebelum aku melihat wajahnya atau membicarakan banyak hal yang perlu dijelaskan dan dipertanyakan padanya.
Sekarang, aku mempersiapkan diriku untuk berangkat ke sekolah, walau sebenarnya aku merasa tidak memiliki alasan mengapa aku harus terus mendatangi tempat sialan tersebut.
Hara menyambutku dengan senyumannya ketika mendapatiku memasuki kelas, sedangkan aku menyempatkan diri untuk melirik ke seluruh sudut kelas lalu menghela napas lega ketika tidak menemukan sosok Yoongi.
"Apa kau sudah merasa baikan?" tanya Hara berbasa-basi.
Aku mengangguk tersenyum, lalu obrolan-obrolan ringan mulai mengisi percakapan kami. Ia menanyakan apakah aku mau menginap atau sekadar bermain ke rumahnya hari ini karena ia tinggal hanya dengan neneknya saja dan kebetulan neneknya akan pergi menginap ke sauna bersama temannya.
Aku menyanggupi setelah menimang-nimang sebentar, lagipula Ibu dan Hyejin tidak akan pulang ke rumah. Satu poin pentingnya ialah besok hari libur, jadi kupikir aku bisa mencari suasana baru untuk beristirahat.
Aku tak bisa menahan diri untuk tidak tertawa kala Hara bercerita bahwa tadi pagi ia salah memakai kaos kaki dan untungnya ia baru berjalan beberapa langkah dari rumahnya sehingga ia bisa kembali ke rumah dan menggantinya.
Selama aku berbincang-bincang dengan Hara, aku bisa merasakan tatapan benci teman sekelasku padaku, tetapi aku benar-benar tidak peduli. Aku baru tahu bahwa mempunyai teman rasanya sangat menyenangkan.
Tawaku terhenti ketika Yoongi masuk ke kelas, sedangkan pandangannya langsung tertuju padaku tanpa mengatakan apapun. Aku berusaha mengabaikan fakta bahwa ia bahkan tidak berpaling sebentar saja dariku.
Ini benar-benar membuatku risih ketika memikirkan bahwa teman sekelas tahu jika Yoongi tengah menatapiku secara terang-terangan, membuat mereka sepertinya bertanya-tanya dalam hati masing-masing, ada hubungan apa si gadis culun itu bersama Yoongi.
Beruntung Cha Ssaem tiba-tiba masuk ke kelas, membuat mereka beralih menatap ke arah papan tulis dan terfokus pada lelaki yang berperawakan besar tersebut. Hara sedikit merunduk, memalingkan wajahnya dan dapat kurasakan bahwa ia merasa takut seketika. Ia trauma dengan apa yang terjadi beberapa hari yang lalu ketika lelaki hidung belang ini melakukan pelecehan padanya.
Sesudah kami memberi salam, aku memberanikan diriku untuk berdiri, mengangkat tanganku dan mengatakan bahwa Hara tengah sakit dan perlu beristirahat di UKS.
Cha Ssaem menatapku tidak suka. Lancang, pikirnya. Aku juga berpikir demikian, namun ini semua aku lakukan demi Hara yang masih terpaku di bangkunya, tengah menatapku dengan bibir tipisnya yang sedikit terbuka, mungkin kaget atas keberanianku.
Cha Ssaem berdehem sesaat lalu kemudian mengangguk mengizinkan Hara untuk pergi ke UKS dengan syarat ia harus sendirian dan tidak boleh ditemani olehku.
"Yang benar saja?" Aku berdesis. Kendati demikian, tetap saja aku tidak bisa melawan, jadi aku menatap Hara dan berharap semoga ia percaya padaku dan yakin bahwa sendirian di UKS lebih baik dari pada bersama selama dua jam di kelas dengan pria hidung belang yang pernah melecehkannya.
Usai Hara pergi, seisi kelas melirikku tajam, hanya Yoongi yang melirikku dengan tatapan yang mengandung makna lain selain benci. Entah apa makna yang tersirat dari tatapan matanya, yang jelas ia berhasil membuatku merasa tidak nyaman.
Satu jam berlalu dan aku mati-matian menahan keinginanku untuk sekedar menguap atau mengalihkan pandanganku dari lelaki gemuk yang sedang mengajar di depan kelas. Tetapi mau tak mau, pandanganku beralih ke arah pintu masuk kelas yang tiba-tiba dibuka dengan kasar.
Pemuda itu datang.
Aku sempat mengutuk dirinya, mengapa ia harus datang kembali ke sekolah seperti tidak pernah terjadi apapun sebelumnya. Maksudku, ia melakukan hal buruk padaku di malam itu. Tepat tiga hari yang lalu dan sukses membuat aku dikecam seisi sekolah karena rumor yang menyebutkan ia sudah meniduriku.
Setelah apa yang sudah terjadi selama tiga hari ini, ia malah masuk ke sekolah dengan tampang sok kerennya. Ya, pemuda itu. Pemuda sialan bernama Park Jimin.
Cha Ssaem berpura-pura bahwa ia tidak melihat Jimin, dan kami semua tahu tidak ada guru yang berani menghukum Jimin karena Ayahnya berkuasa.
Aku benar-benar tidak habis pikir dengannya, aku tahu bahwa kursi Hara yang berada di samping kananku itu kosong, tetapi mengapa ia malah duduk di sana?! Tidakkah ia sedikit peka terhadap pandangan murid sekelas? Oh, kupikir aku akan mendapat kecaman lebih dan lebih lagi.
Aku melirik ke arah Yoongi, dan kudapati ia tengah menatapku tajam, seolah tengah mengawasi gerak-gerikku bersama Jimin.
"Kau merindukanku?" Jimin menggeser kursinya ke arahku, membuat decitan kecil dan ia bahkan tidak peduli. Aku mengernyit. Demi apapun, bisa-bisanya kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah pertanyaan tersebut. Aku memutuskan diam, memutar bola mataku malas, tidak menjawab pertanyaannya karena itu sama sekali tidak penting untukku.
Aku memilih untuk melanjutkan menulis apa yang ada di papan tulis dan sesekali membenarkan kacamataku yang sedikit turun ke bawah karena aku terus-terusan menunduk. Jimin mengetuk-ngetuk sisi mejanya, lalu kemudian kembali membuka topik pembicaraan.
"Kau tahu? Aku duduk di sini karena aku tahu si Jepang tengah berada di UKS." Ia terkekeh pelan, entah kenapa aku tidak menyukai sebutan Si Jepang yang ia berikan untuk Hara.
Jimin lantas melanjutkan kalimatnya yang membuat aku tidak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutku. "Ia tengah bermain bersama Taehyung."
Pada detik pertama setelah aku mendengar kalimat sialan tersebut, aku menghentikan aktifitas menulisku. Kurasakan hatiku sedikit memanas dan detik berikutnya, aku merasa seperti masuk ke dalam jebakan Jimin dengan mudahnya karena mempercayai omong kosong lelaki berambut oranye tersebut.
Aku mengulas senyumku. "Maaf, tapi sepertinya kau salah lihat karena Taehyung tidak masuk beberapa hari ini," ujarku setengah berbisik agar tidak terdengar murid lain.
"Kau memihaknya? Ah, sepertinya tandamu sudah hilang dan bukankah kita harus membuat tanda baru agar kau tahu posisimu saat ini?" Jimin benar-benar menghapus jarak antara kami ketika ia menggeser kursinya perlahan, membuatku menggigit bibirku dengan keras.
Aku beruntung karena tidak ada satu orang pun yang sadar dengan perlakuan Jimin padaku. Namun setelah aku meneliti dan mengedarkan pandangan ke sekitar, aku mendapati Yoongi tengah menatapku.
I think he's the only one who know about what happened with me. []
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall Apart
Fanfiction| TELAH DITERBITKAN | Keinginan Hyesun untuk hidup normal di sekolah harus ia telan bulat-bulat saat ketiga pemuda dengan masalah mereka masing-masing mulai masuk ke dalam kehidupannya dan mengacaukan alur hidupnya. Ia benar-benar terjebak bersama...