Musik keras berdentum-dentum menyambut kami saat kami memasuki ruangan. Aku berkali-kali menutupi pahaku yang terekpos dengan jelas, padahal aku sudah yakin bahwa dress ini adalah yang paling tertutup dibanding yang lain.
Oh, lihatlah Hara. Ia sudah duduk di dekat bar dan langsung memesan dua minuman untuk kami, sedangkan dress yang ia kenakan sudah terbuka di mana-mana.
Aku meneliti ke seluruh sudut ruangan, ini adalah tempat yang sama dengan tempat terkutuk di mana Jimin menyeretku ke mari. Dan kali ini aku malah membiarkan Hara menarikku kembali ke sini.
Sebenarnya aku ingin memakai jeans dengan kaos polos saja, tapi Hara menolaknya. Ia berterus terang bahwa ia akan mengajakku ke club, dan aku dengan bodohnya menurutinya. Ia mengubah tampilanku, mempoles wajahku dengan make up yang terlihat natural, membiarkan rambutku terurai dan tentu saja tanpa kacamata kuno milikku.
Aku merasa sedikit pusing, kemudian menengok ke samping, tepat ke arah Hara yang tengah meneguk minumannya.
"Apa kau sudah sering ke mari?" Aku bertanya dengan sedikit berteriak karena suaraku teredam musik, dan benar saja, suaraku tidak kedengaran membuat aku mengulangi pertanyaan yang sama dengan menahan jengkel.
Hara kemudian tertawa, ia menggeleng pasti. "Ini pertama kalinya." Ia juga setengah berteriak. lalu melanjutkan, "biasanya aku pergi ke tempat lain karena tempat ini yang paling mahal."
Aku mengangguk-angguk mengerti, walaupun sebenarnya tidak mengerti soal harga dan segala macam seluk-beluk club. Ini kedua kalinya aku ke sini, dan aku menyadari bahwa Hara sepertinya bukan gadis yang berpikiran sama sepertiku. Ia liar, bahkan sangat liar.
Aku bisa tahu ketika ia tiba-tiba menarik tubuhku saat aku mencoba meneguk minuman sialan itu, ia mengajakku ikut masuk ke dalam kerumunan manusia yang sudah lupa diriㅡralat, maksudku lupa segalanya.
Hara sepertinya sudah sedikit mabuk, ia mengangguk-anggukkan kepalanya dan bergerak mengikuti irama musik dengan mata terpejam. Tentu saja ia mengundang banyak lelaki hidung belang yang kemudian mendekatinya. Wajah yang cantik dan tubuh ideal, ia memiliki segala hal itu.
Di saat ia masih terlena dengan musik dan dunianya sendiri, aku mulai menyingkir menjauh darinya, mengambil langkah mundur secara perlahan. Hingga akhirnya punggungku menubruk sesuatu, membuat aku membalikkan tubuhku dalam sekejap.
"Oh, Hey cantik!" seru lelaki yang berada tepat di hadapanku. Ia sepertinya berumur lima tahun lebih tua dariku.
Aku merunduk meminta maaf karena dengan tidak sopan menabrak tubuhnya, ia menanggapinya dengan senyuman dan kemudian malah mengajakku mengobrol.
Aku bisa melihat raut wajah wanita yang berada di belakangnya tengah menahan kesal, ia sepertinya patner dansa lelaki ini dan beberapa saat kemudian lelaki ini berbisik halus padanya, membuat ia melangkah pergi meninggalkan kami di bawah kerlap-kerlip lampu dan kerumunan manusia yang masih larut dalam dunia mereka masing-masing.
"Kau sendirian?" Ia berbisik mendekat, aku merasa seluruh bulu kudukku meremang. Aku menggeleng cepat dan kemudian langsung menyadari bahwa aku meninggalkan Hara yang mabuk, kutolehkan kepalaku untuk mencari-cari sosok Hara dengan panik.
"Mencari temanmu?" Ia kembali mendekat dan berbisik, sedangkan aku mengangguk cepat.
"Tenanglah, tempat ini tidak berbahaya," ujarnya sembari sedikit bergerak mengikuti irama musik.
Aku bertanya-tanya tentang apa yang salah dengan lelaki di depanku ini, ia mengatakan bahwa tempat ini adalah tempat yang tidak berbahaya ketika aku masih mengingat dengan jelas hari di mana aku hampir diperkosa di sini dan ia mengatakan bahwa tempat ini aman? Gila.
Aku ingin pamit meninggalkannya dan kembali duduk di tempatku namun ia mencegahku dengan menahan pergelangan tanganku, memintaku untuk menemaninya sebentar saja.
"Sepuluh menit, karena aku harus segera pergi," tukasku cepat dan kemudian ia mengangguk sembari tersenyum.
Akhirnya aku mengikutinya bergerak dan terlena dalam musik keras yang berdentum-dentum, rasa penatku hilang dan pening yang tadi melanda kepalaku sudah tidak kurasakan lagi. Aku tidak mabuk, aku dalam posisi sadar seutuhnya ketika lelaki tersebut merapatkan tubuhnya padaku dan memeluk pinggangku mesra.
Aku pernah melihat adegan ini dalam film barat yang kutonton dan kesalahan terbesarku adalah membiarkannya saja.
Aku memejamkan mata, namun bisa merasakan bahwa tubuhku ditarik maju mengikuti arah lelaki tersebut, kemudian ia menyandarkan tubuhku pada dinding. Kami berada di sudut ruangan dan bodohnya, aku telat menyadarinya. Ketika aku hendak bertanya mengapa ia membawaku ke sini, ia sudah lebih dulu menghambur ke arahku dengan hitungan detik.
Tepat saat ia hendak menyambar bibirku, aku berhasil melengos dan membuatnya malah menyentuh pipi kananku. Namun ia malah tertawa, memperkuat cengkramannya pada pergelangan tanganku dan menjilati cuping telingaku. Aku salah mengira bahwa lelaki ini baik, ia benar-benar bajingan.
Aku berteriak sebisaku namun percuma, kami berada di sudut ruangan, bagian tergelap dan jauh dari mereka. Tubuhku bergetar hebat menahan rasa takut saat lelaki brengsek tersebut terus menjilati cuping telingaku yang aku rasa sudah benar-benar memerah. Ia mendesah berat tepat di telingaku, dan rasanya benar-benar menjijikkan.
Tepat ketika aku memejamkan mata dengan erat, aku mendengar suara hantaman keras seiring dengan berhentinya perbuatan lelaki tersebut.
Kubuka mataku dan mendapati lelaki tadi sudah tersungkur di lantai, aku terengah-engah karena emosiku dan rasa takutku yang kutahan sedari tadi.
Lantas kualihkan pandanganku ke sosok yang berdiri tak jauh dariku. Pemuda dengan jaket hitam tersebut menatapku tajam, sosoknya berada dalam gelap dengan penerangan samar-samar dari lampu pesta. Namun ia berhasil membuat Iris mata dan fokusku hanya tertuju padanya, seolah musik terhenti dan sekelilingnya blur.
"Kau harus diberi pelajaran juga." Ia mendesis geram lalu menarikku pergi dari tempat tersebut. Cengkeraman tangannya pada pergelangan tanganku sangat kuat, aku yakin bahwa pergelangan tanganku sudah memerah dan ia kelihatan benar-benar marah padaku.
Persetan.
Padahal aku tengah menghindari dirinya, namun mengapa ia bisa-bisanya menemukanku semudah itu danㅡlupakan. Aku tidak tahu harus bersyukur atau malah sebaliknya karena ia kembali menolongku untuk kedua kalinya. []
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall Apart
Fanfiction| TELAH DITERBITKAN | Keinginan Hyesun untuk hidup normal di sekolah harus ia telan bulat-bulat saat ketiga pemuda dengan masalah mereka masing-masing mulai masuk ke dalam kehidupannya dan mengacaukan alur hidupnya. Ia benar-benar terjebak bersama...