Aku mencoba melepaskan cengkraman tangannya pada pergelangan tanganku.
Usai Cha Ssaem melangkah keluar kelas, Jimin secara tiba-tiba menarik tanganku untuk ikut dengannya. Seisi kelas tidak berani mengatakan sepatah kata pun, dan apa yang mereka lihat sekarang membuat mereka semakin percaya pada rumor yang beredar.
Park Jimin sialan.
Aku meringis, "lepaskan tanganmu, brengsek!" pekikku kesal ketika ia semakin menjadi-jadi.
"Jangan bertingkah." Ia mengatakannya dengan nada penuh penekanan, membuatku menahan nafas untuk beberapa saat sebelum akhirnya aku berhenti melangkah, menarik tanganku sekuat tenaga dan bersyukur karena aku berhasil melepaskan genggaman tangannya.
Aku mundur perlahan, mengantisipasi ia akan memukulku atau bahkan melakukan hal gila lainnya.
"Kau sudah gila." Aku terengah-engah menahan emosiku, lalu mengusap-usap pergelangan tanganku yang memerah karena ulahnya. Ia tersenyum miring, memasukkan kedua tangannya ke kantung celananya dan mendekatiku.
"Kau harus tahu bahwa kau sudah seutuhnya menjadi mainanku." Kalimatnya membuat aku spontan berdecih, ingin aku meludahi wajahnya yang saat ini berada tepat di hadapanku.
"Aku sudah muak! Tak bisakah kau berhenti mengangguku?" tanyaku histerisㅡsetengah berteriak. Koridor yang berada di dekat belakang sekolah ini sepi, tak ada satu pun murid yang berada di sini selain aku dan Jimin. Bagus, aku tidak perlu menambah gosip buruk tentangku.
"Aku hanya ingin menunjukkan siapa sebenarnya Kim Taehyung padamu," ujarnya pelan, namun berhasil membuat jantungku berdetak kencang, aku terpaku pada tempatku.
Bila ia sudah membawa nama Taehyung, aku seperti bersedia menuruti perintahnya tanpa perlawanan. Seperti sekarang, tepat ketika ia mengulurkan kembali tangannya untuk mengenggam milikku dan kembali memaksaku melangkah mengikutinya, pandanganku kosong, pikiranku sudah melayang jauh memikirkan Taehyung.
Siapa sebenarnya Kim Taehyung?
Itu juga menjadi pertanyaan yang selalu terputar di benakku, membuatku sesak napas tiap kali menebak-nebak sendiri.
Tangan kiriku yang digenggam Jimin terasa hangat, dan ketika aku tengah menikmati kehangatan tersebut, aku merasakan tangan kananku digenggam oleh tangan yang dingin dan asing.
Aku sontak menghentikan langkah karena tarikan di tangan kananku, membalikkan badan dan mendapati Yoongi di sana. Jimin ikut menghentikan langkah, melepaskan genggaman tangannya, lalu menghampiri Yoongi. Ia memposisikan dirinya berada tepat di sampingku.
"Apa maumu?" tanya Jimin dingin.
Yoongi menatapnya tajam tanpa rasa takut. "Mengapa kau memaksanya untuk pergi denganmu?"
Aku menunduk, tidak berani menatap wajah Yoongi atau pun Jimin, aku merasa bahwa ini situasi gawat yang bisa membuat Yoongi dihabisi oleh Jimin saat ini juga.
"Ketua Osis, jangan mencampuri urusanku bila kau tidak mauㅡ" Kata-kata Jimin terpotong.
"Apakah rumornya benar?"
Sial.
Bisa-bisanya Yoongi malah membahas rumor sialan tersebut, apakah ia tidak bisa membaca situasi saat ini?
Aku mendongakkan kepalaku, dan hal yang pertama kali kulihat adalah wajah Yoongi yang tersenyum sinis menatap Jimin. Tepat ketika aku mengalihkan pandanganku menatap lawan bicara Yoongi, pemuda tersebut tengah diam dengan kerutan di keningnya yang menggambarkan apa yang ia rasakan saat ini. Jimin jelas tengah bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall Apart
Fanfiction| TELAH DITERBITKAN | Keinginan Hyesun untuk hidup normal di sekolah harus ia telan bulat-bulat saat ketiga pemuda dengan masalah mereka masing-masing mulai masuk ke dalam kehidupannya dan mengacaukan alur hidupnya. Ia benar-benar terjebak bersama...