32ㅡThanks

11.4K 2.2K 380
                                        

Ini hari ketiga aku menginap di tempat tinggal Jimin. Tidak ada sesuatu yang buruk, itu melegakan. Jimin bersikap biasa dan begitupula aku yang notabenenya menumpang di apartemen miliknya.

Mengingat insiden aku melihat ia mencuci tangannya dengan banyak sabun, aku tidak ingin mengagetkannya namun ternyata ia begitu peka dengan kehadiranku.

Ia menoleh ke belakang, menemukan aku yang menatapnya aneh karena aktifitasnya tersebut. Tidak ada keterkejutan yang berarti dari ekspresi wajahnya saat itu, ia hanya tersenyum lalu menanyakan mengapa aku hanya berdiri di sana.

Aku menjelaskan maksudku untuk meminta bantuannya dan sejenak melupakan kejadian beberapa saat yang lalu. Jimin menyanggupi permintaanku, ia mengusap puncak kepalaku dan mengacak surai rambutku dengan gemas.

Setelahnya, ia menyuruhku untuk segera mandi karena aroma Yoongi masih melekat pada tubuhku. Ia bilang ia sangat tidak menyukainya.

Aneh, tapi aku menurutinya.

Kembali ke saat ini, aku tengah berada di dalam mobil milik Jimin. Kami berdua berangkat sekolah bersama walau sebenarnya aku menolaknya berkali-kali, aku benci ketika aku malah menjadi bergantung terus-menerus padanya.

Aku tidak mendapat kabar apapun dari Ibuku, entah ia dimana dan sedang apa bersama Hyejin sekarang. Terserahlah, aku tidak perduli.

"Kau sedang memikirkan apa?"

Aku menoleh, mendapati Jimin yang tengah menatap lurus ke depan. Ia sibuk memfokuskan dirinya pada jalanan di hadapannya, sebentar lagi kami akan tiba di sekolah.

"Tidak, aku tidak memikirkan apapun," jawabku diselingi helaan napas.

Ia terkekeh, "kau tidak pintar bohong."

"Aku jujur, Jim."

"Kau tengah memikirkan Taehyung?"

Aku mengernyit, "apa? Tentu saja tidak."

"Kalau begitu, Yoongi?"

Aku menggeleng sebagai jawaban, entah ia melihatnya atau tidak. Aku tidak tahu apa yang salah padanya sehingga ia selalu membawa-bawa Taehyung dan Yoongi pada obrolan kami.

Di sisi lain, selama aku tinggal dengannya, aku jadi tahu bahwa Jimin adalah pemuda yang sangat manis sekali.

Aku tersentak kembali ke kenyataan pada saat Jimin memajukan tubuhnya dan membuka sealbeat yang melilit tubuhku. Sedikit membuatku berdebar sesaat, terlebih pada saat ia mencuri satu buah kecupan di keningku.

"Kita sudah sampai, manis."

Aku bersemu merah, membuka pintu mobil dan buru-buru melangkah pergi meninggalkan dia yang masih berada di dalam mobilnya. Aku bisa mendengar ia meneriaki namaku namun aku tetap meninggalkannya.

Walaupun aku saat ini sudah berada di lantai dua, aku tetap buru-buru melangkah cepat agar Jimin tidak bisa mengejarku. Namun sialnya, tubuhku menabrak tubuh seseorang yang membuat kacamataku sedikit melenceng dari tempatnya.

Aku meringis sesaat, namun ketika aku masih dalam posisi menunduk dan menemukan sepatu hitam yang berkilat serta aroma yang sangat kukenali yang langsung memenuhi rongga pernapasanku, membuat jantungku terpacu lebih tepat. Buru-buru aku mengambil langkah mundur dan menunduk memberi hormat sekilas.

Dengan jantung yang masih terpacu dengan cepat, aku melangkah melewatinya. Namun ia menahan lenganku dengan tangannya, sangat kuat sehingga aku tidak mampu menepisnya dan kembali berjalan. Ia mampu menahanku, lagi.

"Lepaskan, Tae."

Ia tetap bergeming, aku mendongak sehingga bisa melihat koridor yang sepi, beberapa pot bunga, dan satu cctv di sudut koridor yang tepat menyorot kami berdua. Aku segera memalingkan wajahku ke arah lain, Taehyung benar-benar sudah gila. Bagaimana bila ada siswa yang melihat kami seperti ini?

Fall Apart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang