"Kau aman denganku, jangan khawatirkan apapun." Kalimat tersebut terngiang-ngiang di benakku, Yoongi mengatakannya ketika kami berada di perpustakaan, ia meyakinkanku bahwa Taehyung dan Jimin berbahaya dan aku akan aman dengannya.
Namun kejadian tadi malam jelas salah, ia benar-benar tidak waras, ia gila. Aku ingat bahwa ia selalu mengulas senyumnya kapan pun dan di mana pun, ia adalah ketua osis yang dikagumi seluruh siswiㅡtermasuk aku, aku sangat mengaguminya bahkan sempat menyukainya.
Harum tubuhnya tidak pernah sedikit pun tercium bau asap rokok, ia bahkan tidak pernah merokok sekali pun. Aku berharap bahwa apa yang terjadi semalam adalah mimpi walaupun tanda memar di leherku seakan menamparku agar kembali sadar pada kenyataan.
Aku meringis saat mengusap pelan bekas sundutan rokok di leherku, sudah kucoba untuk mengobatinya namun sepertinya bekas tersebut tidak akan pernah menghilang.
Kucoba untuk merebahkan tubuhku kembali ke ranjang. Hari ini aku tidak akan pergi ke mana pun. Aku jelas tidak sebodoh itu untuk menunjukkan diriku pada Yoongi yang mungkin akan melakukan hal yang lebih lagi padaku.
"Aku baik-baik saja, aku bahagia." Aku coba untuk berbisik pada diriku sendiri sembari menatapi atap kamar, menyedihkan.
Walaupun aku mengatakan hal itu berkali-kali, air mata di pipiku tidak bisa membohongi segalanya. Aku tidak baik-baik saja, aku tidak bahagia.
Aku tersiksa, sungguh.
Tidak. Kalimat tersebut tidak bisa kulontarkan begitu saja, aku harus memberikan hal yang positif pada diriku sendiri walau sulit. Aku adalah gadis yang kuat, aku percaya itu.
Kuusap kedua pipiku yang mulai basah, dadaku sangat terasa sesak. Aku mulai kembali mengingat Hara, ia adalah sahabatku yang pertama dan terakhir. Kemarin adalah hari kematiannya sedangkan besok adalah hari pemakamannya.
Aku mengambil posisi duduk ketika akhirnya teringat akan sesuatu, kuraih handphoneku yang berada di atas nakas dan mulai melakukan pencarian di internet.
Dugaanku benar, kasus kematian Hara berada di nomor satu pencarian. Sekolah kami bahkan masih melakukan aktifitas seperti biasa, inilah mengapa aku mengatakan bahwa sekolahku adalah neraka.
Satu orang telah mati dan mereka tidak peduli sama lain, menyebarkan keburukan sekolah ke luar hanya memperjelas bahwa sekolah tersebut adalah sekolah sampah.
Apakah orang-orang di dalamnya adalah sampah? Ya, tentu saja. Aku adalah salah satu dari sekian sampah di sekolah, penyebab utama kematian Hara adalah aku.
Yang harus disalahkan di sini adalah aku, akuㅡ si bodoh Kim Hyesun.
Kucoba untuk kembali fokus pada artikel-artikel terbaru tentang kematian Hara, dan aku berhasil menemukan beberapa fakta mengerikan yang bahkan sangat tidak manusiawi.
Pertama, seluruh tubuhnya dari paha hingga leher dipenuhi luka lebam yang parah. Kedua, ia disiksa sebelum ia dan janinnya dibunuh. Ketiga, tengkorak belakang kepalanya pecah sehingga ia tewas di tempat ketika jatuh dari atap.
Di sini ditulis beberapa kemungkinan bahwa Hara dibunuh dan bukan melakukan bunuh diri seperti kelihatannya, luka lebam di tubuhnya dan penyiksaan yang sepertinya ia terima membuktikan bahwa seseorang melakukannya dengan gelap mata.
Kepalanya sempat dihantam benda tumpul sebelum ia benar-benar tewas, luka di lututnya menandakan ia sempat terjatuh. Ia lari dari kejaran seseorang dan kemudian melompat dari atap, masuk akal.
Pelaku yang dicurigai di sini jelas adalah kekasihnya sendiri, Kim Taehyung. Dengan alasan kuat bahwa ia ingin melenyapkan Hara karena tidak ingin bertanggung jawab atas janin di tubuh gadis tersebut.
Taehyung juga tidak mempunyai alibi yang kuat sehingga ia dijadikan tersangka utama. Dari apa yang kubaca di sini, polisi tengah melakukan penyelidikan lebih lanjut.
Aku kembali menghela napas, semuanya benar-benar tidak masuk akal. Siapa yang tega melakukannya pada Hara?
Di sini bahkan ada seseorang yang memberikan komentar bahwa tidak ditemukan bukti satu pun di tempat kejadian perkara sementara handphone milik Hara tidak ditemukan.
Aku membulatkan mataku, apa maksudnya? Handphone milik Hara hilang? Jelas-jelas aku telah mengembalikannya pada saat itu.
Aku menggigit bibirku, saat jariku hendak menekan kontak Jimin, aku mengurungkannya. Kalimat Jimin yang mengatakan bahwa ia saat ini tidak bisa berada di dekatku membuat aku merasa bimbang. Bila ia pergi, aku tak punya siapa pun lagi di sisiku.
Akhirnya aku kembali menaruh handphoneku di atas nakas dan kembali berbaring. Saat ini aku tidak bisa memikirkan apapun dengan baik, pikiranku kacau. Aku bahkan belum makan sejak kemarin, namun aku benar-benar tidak peduli.
---
Aku terbangun dan kembali menghadapi kenyataan, seharian ini aku tertidur dengan mata sembab, kepalaku benar-benar terasa berat dan pusing bukan main.
Setelah melihat jam yang ternyata sudah menunjukkan pukul delapan malam, aku akhirnya sadar bahwa waktuku seharian ini terbuang sia-sia untuk menangis dan tertidur. Tenggorokanku terasa kering, jadi aku memutuskan untuk mengambil segelas air.
Flat kecilku hanya terdiri dari satu ruangan yang kubagi menjadi tiga. Ruang tamu, tempat tidurku dan dapur kecil. Sedangkan kamar mandi mempunyai ruangan sendiri, aku merasa nyaman karena aku lebih menyukai ruangan sempit ketimbang luas.
Suara air yang tertuang di dalam gelas membuat aku merasa tenang, aku meneguknya hingga habis. Namun detik selanjutnya, ketenangan yang kurasakan tadi hilang seketika tergantikan rasa teror saat aku mendengar langkah kaki yang melangkah mendekat dari arah belakangku.
Saat ini bahkan sangat sunyi hingga aku bisa mendengar dengan jelas suara kaki yang diseret melangkah mendekat padaku, semakin lama semakin dekat. Jantungku berdetak kencang tanpa bisa kukontrol.
Kepalanya sempat dihantam benda tumpul sebelum ia benar-benar tewas, luka di lututnya menandakan ia sempat terjatuh. Ia lari dari kejaran seseorang dan kemudian melompat dari atap.
Gelas yang tengah kupegang di tanganku ikut gemetar, aku mencoba menaruhnya dengan tangan yang gemetar hebat. Tidak, bukan hanya tangan, namun seluruh tubuhku gemetar begitu hebat.
Aku mulai menerka-nerka siapa orang gila yang berani menelusup masuk diam-diam ke dalam flat orang lain. Siapa pun itu, aku harap ia seorang wanita yang tidak berbahaya.
Sayangnya, kenyataan berkata lain. Suara khas milik pemuda yang sangat kukenali itu seolah menamparku agar kembali sadar bahwa aku saat ini dalam bahaya saat ia memanggil namaku dengan begitu lembut, nyawaku terancam.
"Hyesun-ah." []

KAMU SEDANG MEMBACA
Fall Apart
Fanfiction| TELAH DITERBITKAN | Keinginan Hyesun untuk hidup normal di sekolah harus ia telan bulat-bulat saat ketiga pemuda dengan masalah mereka masing-masing mulai masuk ke dalam kehidupannya dan mengacaukan alur hidupnya. Ia benar-benar terjebak bersama...