Aku tidak menyesal karena mencium Jimin, justru yang aku sesali adalah aku yang terlalu pengecut dan tidak bisa marah pada Hara, apalagi membencinya.
Ia memang bercinta dengan Taehyung dan aku tidak salah lihat, tapi di sisi lain aku mengerti bahwa Taehyunglah yang harus disalahkan.
Ia brengsek, bajingan. Aku yakin bahwa Hara tidak menginginkan hal itu terjadi, namun Taehyung memaksanya.
Taehyung brengsek.
"Kau baik-baik saja?" Suara Jimin tiba-tiba menyambar telingaku, aku bahkan hampir lupa bahwa ia berada di sampingku.
Setelah kejadian barusan, Jimin menarikku untuk pergi meninggalkan Taehyung yang masih terpaku menatapku. Aku sempat menoleh ke arahnya, memasang ekspresi dinginku yang tak pernah kuberikan padanya. Pandanganku tentangnya benar-benar berubah. Ia tak waras.
"Aku baik-baik saja, terima kasih." Kuhela napasku sebelum pada akhirnya aku memejamkan mata.
"Kau yakin kau baik-baik saja?" tanya Jimin lembut. Oh, astaga, aku tidak tahu bahwa Jimin selembut ini.
Aku mengangguk. Jimin berdehem sembari mengarahkan tangannya untuk merangkul tubuhku, membuat sensasi sedikit menyetrum dan kemudian hangat. Aku menyukai sensasi seperti ini, ini sama seperti yang biasa Taehyung berikan padaku.
Mengingat nama Taehyung, aku kembali merasa tubuhku melemas. Taehyung berhasil membuatku menjadi gadis rapuh yang tidak mempunyai arahan lagi. Kupikir saat ini aku benar-benar menyukai Taehyung, aku bahkan bisa merasakan mataku memanas.
Taehyung. Taehyung. Taehyung.
Nama tersebut tidak mau pergi dari benakku.
Berkali-kali aku mencoba menggantinya dengan Min Yoongi, nama Taehyung tetap berada di sana.
Air mataku akhirnya mengalir membasahi kedua pipiku, aku tidak bisa menahannya lagi, terserah apa kata Jimin, apa ia akan mengejekku atau memukulku melihatku menangis sesenggukan seperti ini, aku tidak peduli.
Namun di luar dugaan, ia malah memelukku hangat. Jimin mengusap puncak kepalaku dan berbisik seraya menenangkanku, "berhentilah menangis, mainanku tidak boleh menangisi majikan lamanya yang brengsek."
Aku tidak menghiraukan kalimat Jimin yang terus-terusan memanggilku mainannya. Ia tetap tidak berubah, sama brengseknya seperti Kim Taehyung. Kendati demikian, aku bersyukur ia tidak sebrengsek Kim Taehyung.
Aku masih menangis ketika Jimin meninggalkanku lalu kemudian kembali lagi dengan eskrim di tangannya. Entah dari mana ia bisa mendapatkan eskrim, ia tidak mengatakan apapun selain menjulurkannya kepadaku. Aku menggeleng, aku tidak menyukai makanan yang manis.
"Cepat makanlah sebelum cair." Ia mendesakku. Kendati demikian, aku tetap bersikukuh dalam ketidaksukaanku terhadap makanan manis.
"Makan atau aku akan melemparmu dari atap sekolah." Ancaman darinya membuat aku mendengus sebal, meraih eskrim tersebut dan kemudian memakannya perlahan sambil terisak.
"Aku semakin semangat memperjuangkanmu bila kau sangat penurut seperti ini." Ia mengusap puncak kepalaku, sedangkan aku memilih diam seraya menikmati setiap jilatan kecilku pada eskrim hingga akhirnya habis tak bersisa.
"Manis bukan?" tanya Jimin tiba-tiba. Ia terkekeh kemudian melanjutkan, "kau berhenti menangis karena eskrim."
Mendengar perkataannya, aku langsung buru-buru mengusap kedua pipiku dan ternyata ia benar, aku sudah berhenti menangis tanpa kusadari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall Apart
Fanfiction| TELAH DITERBITKAN | Keinginan Hyesun untuk hidup normal di sekolah harus ia telan bulat-bulat saat ketiga pemuda dengan masalah mereka masing-masing mulai masuk ke dalam kehidupannya dan mengacaukan alur hidupnya. Ia benar-benar terjebak bersama...