37ㅡThem

9.8K 1.9K 647
                                        

Aku mencoba untuk fokus pada papan tulis yang hampir penuh oleh tulisan, namun tetap saja tidak bisa. Pikiranku melayang jauh memikirkan kalimat yang terukir pada sticky note sialan tersebut. Dua kata tersebut sudah jelas, bahkan sangat jelas.

Jauhi dia.

Siapa yang ia maksud? Siapa yang mengirim sebotol susu? Dan bagaimana ia bisa mengetahui alamatku ketika aku bahkan baru saja pindah ke sana dalam kurun waktu beberapa hari? Ini buruk, aku benar-benar merasakan teror.

Aku membuang susu tersebut beserta sticky note-nya ke dalam kotak sampah tepat setelah aku usai membaca apa yang tertulis di sana.

Mungkin seseorang akan meracuni minuman itu dan mengharapkan kematianku, untuk situasi seperti ini aku tidak boleh terlalu naif.

"Wakil Ketua Kelas! Bisa kau membantuku membawa ini semua?" Suara Yoongi tiba-tiba kembali menyadarkanku, aku mendongak dan mendapati pemuda berkulit pucat tersebut berada di depan kelas. Tepat di atas meja, terdapat dua tumpuk buku cetak yang aku mengerti bahwa ia menyuruhku untuk membawa salah satunya.

"Biar aku bantu." Hani tiba-tiba datang dengan senyum yang merekah, namun kalimat Yoongi selanjutnya sukses membuat senyuman itu memudar.

"Ah, tidak perlu. Hyesun adalah satu-satunya yang kubutuhkan, bukankah begitu, Wakil Ketua Kelas?"

Aku buru-buru membenarkan posisi kacamataku dan mengambil alih setumpuk buku di meja, bisa kudengar Hani berdecak tidak suka saat aku mulai mengekori Yoongi dari belakang.

Hari ini Jimin, Hara, bahkan Taehyung tidak datang ke sekolah. Entah bagaimana mereka bisa serempak tidak datang. Mungkin takdir, bukan?

Sepanjang koridor, aku dan Yoongi sama-sama diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Kami benar-benar canggung, terlebih aku masih merasa amat bersalah atas apa yang terjadi padanya.

"Taruh di sini, biar aku yang menyusunnya." Ia meletakkan setumpuk buku cetak di salah satu meja perpustakaan, aku mengikuti apa yang ia lakukan.

"Kau sudah selesai? Pergilah."

Aku menggeleng, "biar kubantu."

Ia tersenyum tipis lalu aku tidak mendengar lagi kalimat penolakan darinya, hingga akhirnya kami kembali diam dan menyusun tumpukan buku tersebut.

"Kau tidak berubah, Hye."

Aku mengambil satu buku dan menaruhnya pada rak kemudian bertanya, "apanya?"

"Sifatmu, kebaikanmu dan segala yang ada padamu. Dari pertama kali aku bertemu denganmu hingga saat ini, kau sama sekali tidak berubah."

Aku terkekeh, "apa itu pujian?"

Yoongi memasang wajah yang tampak berpikir sebentar, meraih satu buku dan kemudian balik bertanya, "bukankah kalimatku tadi terdengar seperti pujian?"

Aku terdiam sejenak. "Aku lupa kapan pertama kali kita bertemu."

"Aku pertama kali melihatmu ketika kau berada di UKS bersama Kim Ssaem, kau ingat?"

Aku berdehem, "tidak, aku tidak ingat."

Sedikit menggelikan ketika topik pembicaraan kami tiba-tiba membahas Taehyung, aku sama sekali tidak ingin membicarakan perihal pria yang satu itu. Sepertinya Yoongi juga tahu bahwa aku tidak ingin membahas Taehyung, kuputuskan untuk pamit pergi usai menyusun sisa buku yang terletak di atas meja.

Fall Apart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang