52ㅡCard

7.6K 1.6K 412
                                    

Kepalaku terasa berdenyut, aku tidak menyangka bahwa Yoongi akan menjambakku seperti tadi.

Anehnya, usai ia memperlakukanku kasar, ia langsung menarikku ke UKS dan menyuruhku tetap di sana.

Aku tidak berani keluar, mengikuti perintah Yoongi untuk tetap berada di UKS dan berbaring layaknya orang sakit.

Aku sempat tertidur selama dua jam, lalu kemudian terbangun karena suara pintu UKS yang terbuka dengan kasar. Jimin berada di ambang pintu, napasnya tersenggal. Ia menatapku khawatir dan langsung bergegas menghampiriku yang masih terbaring di ranjang.

"Kau sakit?" tanyanya langsung tanpa melepaskan pandangannya dariku, aku segera bangun dan langsung mengambil posisi duduk.

"Tidak, aku hanya merasa sedikit mengantuk dan akhirnya tidur di sini," jawabku.

"Masih mengantuk?"

Aku berpikir sebentar sebelum akhirnya mengangguk, Jimin mengulas senyumnya. Ia kemudian menyuruhku agar kembali berbaring, sedikit aneh ketika aku berbaring, sedangkan ia duduk di samping ranjang, seolah ia akan menungguiku.

"Tidurlah, aku akan menjagamu."

Kalimat tersebut benar-benar terdengar sangat klise, namun entah mengapa berhasil membuatku terhipnotis untuk memejamkan mataku.

Jimin berada di sampingku, ia menjagaku. Ketika aku memikirkan hal tersebut, aku benar-benar merasa aman.

Terlebih saat Jimin mengulurkan tangannya untuk mengusap puncak kepalaku dengan lembut, aku berangsur-angsur kehilangan kesadaranku.

---

"Jim, kita mau ke mana?" tanyaku heran saat aku menyadari bahwa Jimin membawaku ke arah lain.

"Kau lupa? Kita akan ke apartemenku," jawab Jimin yang tadinya mengernyit, sekarang terkekeh.

Aku seketika teringat obrolan kami di mobil tadi pagi, ia bilang bahwa malam ini ia membutuhkan jawabanku. Bagaimana bisa aku lupa hal sepenting itu?

"Yang benar saja." Diam-diam aku merutuki kebodohanku yang melupakan hal tersebut, selebihnya aku memilih untuk diam dan mengamati jalanan.

Jimin kali ini sangat fokus pada jalanan, kami diselimuti keheningan sepanjang perjalanan, hingga akhirnya kami tiba di apartemennya.

Tidak ada yang berubah di dalamnya, masih sama seperti saat aku terakhir ke mari. Terlihat begitu rapi jika dibandingkan dengan tempat tinggalku, mungkin Jimin adalah pecinta kebersihan.

"Tidak mau duduk?" tegur Jimin tiba-tiba yang membuatku sontak menoleh ke samping dan mendapatinya lengkap dengan senyumannya.

Aku terkekeh, kemudian duduk di sofa. Jimin tampak melihatku sebentar, lalu kemudian beralih mengusap puncak kepalaku dengan lembut.

"Kau haus? Aku akan membuatkan sirup," ujarnya sembari melangkah menuju dapur tanpa menunggu jawabanku terlebih dahulu, aku diam-diam mengulas senyumku ketika melihat punggungnya yang kemudian menghilang dari pandanganku.

Tak butuh waktu lama, Jimin datang menghampiriku dengan dua gelas berisi sirup. Ia memberiku salah satunya dan kemudian meminum bagiannya sendiri.

Aku sendiri menghabiskan sirupku dalam sekali teguk, baru kuingat bahwa aku belum minum sejak Yoongi membawaku ke atap.

"Dengan begini, aku bisa tenang." Jimin tiba-tiba menyandarkan tubuhnya padaku setelah menaruh gelasnya di atas meja. Jantungku berdesir seketika, ia mungkin bisa mendengar detak jantungku saat ini.

Fall Apart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang