Bab 7

2.4K 87 0
                                    


Suara panggilan yang sangat menganggu itu membangunkanku. Dengan malas aku mengambil handphone yang ku charge di nightsand samping tempat tidurku.

"Assalamualaikum.." sapaku dengan suara serak khas bangun tidur

"Waalaikumsalam.. udah bangun cantik??" balas suara diseberang. Dengan sangat malas aku melihat siapa yang menelpon dan menemukan nomer tersebut belum tersave

"Ini siapa?? Pagi-pagi jangan ganggu deh.. baru juga jam setengah 6.." dumelku dan hampir memutuskan sambungan kalau saja dia tidak menyebutkan namanya

"Ini Rio, Airin.. nomorku gak kamu simpan yaa??" tanyanya dengan emosi yang belum terbaca

"Owh... Rio.. kirain siapa.. maaf belum sempat aku save.. nanti aja lagi ya ngomongnya... aku baru tidur 3 jam nih.. mau tidur lagi sebelum waktunya habis.. bye.." ucapku dan secara sepihak memutuskan sambungannya. Setelah meletakkan hp di dalam laci aku kembali bergelung di tempat tidur nyamanku.

"Airin.... bangun sayang... udah jam setengah 7 nih..." panggilan bunda terdengar nyaring di pagi hari.

"Iya bun..." balasku dan dengan perlahan bangun dari tidurku dan berjalan lunglai menuju kamar mandiku. Setelah mengambil tanktop untuk dalaman kemeja dan celana jins, aku berjalan menuju kamar mandi dan membersihkan badan ini.

Selama mandi aku sengaja berlama-lama berendam, sekalian mencuri waktu untuk tidur. Sekitar 30 menit kemudian aku keluar sudah dengan pakaian melekat lengkap pada tubuhku. Aku membuka pintu kamar mandi dengan handuk bergantung santai dileherku. Ketika pintu itu terbuka aku menemukan sesuatu yang seharusnya tidak ada didalam kamarku.

"Kamu ngapain??" tanyaku dengan kesadaran penuh. Akhirnya aku terbangun secara penuh juga setelah melihat Rio sudah bertengger di tempat tidurku

"Kamu??" tanyanya dengan wajah polosnya, dengan kesal aku mengabaikannya dan berjalan menuju lemari untuk mengambil kemeja yang ada

"Airin..." ucapnya sambil kembali mengurungku didalam kurungan lengannya yang sepertinya kokoh. Fokus Airin.

"Ya??" tanyaku berusaha untuk tetap tenang

"Ingat perjanjian kita kan??" bisiknya pas di telingaku dan aku dapat merasakan hembusan napasnya di leher setengah basahku. Baru kusadari handukku sudah berpindah tempat ke tempat tidur.

"Baiklah.. mas Rio.. kenapa ada disini??" tanyaku mencoba merapatkan diri ke pintu lemari agar tidak merasakan hembusan napasnya dileherku.

"Mas hanya khawatir... ketika mas telpon tadi kamu bilang baru tidur 3 jam kan? Mas hanya khawatir kamu overwork..." jawabnya semakin mendekatkan diri. Baru kusadari dia mengganti panggilan dirinya sendiri dan apakah dia tidak merasakan sesuatu dengan posisi kami saat ini? aku hanya memakai tanktop dan celana jins, kemeja belum sempat kukenakan.

"Owh.. jangan khawatir... aku baik-baik aja kok..." ucapku sambil memberanikan diri memutar badanku dan berhadapan dengannya

"Sekarang.. bisakah mas menjauh.. aku mau bersiap untuk pergi kekantor.." ucapku lagi ketika beberapa menit hening

"Baiklah.. mas tunggu di bawah ya.. kita sarapan bareng.. abis itu kamu mas antar ke kantor.." ucapnya sambil berjalan menjauh. Sedetik aku merasa seperti melihat semburat merah di telinganya. Ahh tapi mungkin itu hanya khayalanku saja. Tapi tunggu.. tadi dia bilang berangkat bareng? Oh noo.. gue gak mauuuu....

My Wedding Blues (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang