Bab 35

1.1K 56 1
                                    

Selama perjalanan aku tidak bisa sepenuhnya memperhatikan Yuda yang selalu mengajak ngobrol. Pikiranku terbagi antara Mas Rio yang tiba-tiba tidak bisa dihubungi dan urusan pernikahan yang tinggal menghitung minggu itu. Sesampainya di mall tersebut, Yuda sibuk mencari tempat parkir yang ternyata cukup penuh. Ketika akhirnya kami dapat parkir, kami langsung memasuki mall tersebut dan bertemu dengan Dion yang ternyata sudah tiba lebih dulu.

"Ketemu dimana Yud??" tanyaku pada Yuda yang sedang menerima telpon dari Dion tersebut.

"Di Hanamasa Rin.. sekalian makan malam katanya.." jawab Yuda setelah selesai menelpon.

Kami berjalan dalam diam, Yuda sibuk dengan hp-nya sedangkan aku sibuk memperhatikan suasana mall yang cukup ramai tersebut padahal hari ini bukanlah akhir minggu. Ketika sedang melihat-lihat itu aku seperti melihat sosok yang sangat kukenali. Namun pikiran itu terusik ketika Yuda menarik tanganku dan menyeretku memasuki restoran buffet itu.

"Lahh kok ada Qori dan Kak Putra??" tanyaku bingung ketika melihat wajah-wajah taka sing itu duduk di kursi yang diduduki oleh Dion.

"Iyaa.. tadi pas lewat lobi gue liat Qori sama Kak Putra lagi nunggu jemputan.. jadinya gue iseng nawarin dan ternyata mereka meng-iya-kan ajakan gue dan disinilah kami.." jawab Dion santai sambil melihat-lihat menu yang ada di meja.

Aku duduk saja ketika mereka memintaku untuk duduk bersama mereka. Karena sebenarnya aku memang lagi lapar karena banyak berpikir hari ini. Selesai memesan makanan kami kembali mengobrol. Ketika mereka mengobrolkan hal-hal yang tidak kumengerti, aku kembali mengedarkan pandanganku keluar restoran itu. Apalagi tempat duduk kami cukup strategis untuk melihat keluar. Saat melihat-lihat itu sekali lagi aku menemukan sosok yang sangat kukenal itu. Awalnya aku memang tidak mempercayai mataku karena melihat sosok itu, tapi ketika Kak Putra melihat hal yang sama juga barulah aku mempercayai mataku.

"Ehhh itu bukannya Rio yaa.." celetuk Kak Putra saat dia melihat arah mataku yang tiba-tiba terdiam.

"Sepertinya begitu kak.. ngapain dia disini ya??" ucapku menjawab celetukan Kak Putra itu.

"Lah?? Emang kamu gak ngasih tahu kalau bakalan kesini?? Kakak pikir karena kamu ada disini makanya dia nyusul kesini.. mall ini kan deket sama kantornya..." ucap Kak Putra yang semakin membuatku bingung. Gimana mau ngasih tahu, chat tadi siang aja sampai sekarang belum di baca-baca.

"Gak ada tuh aku ngasih tahu dia.. orang chat dari siang aja belum di baca.." dumelku sambil sekali lagi melihat chat yang sejak tadi siang tidak di baca-baca.

"Ehh.. dia kok sama cewek lain??? Gilaa tuh cewek bunting lagi.." celetuk Dion yang kembali membuatku memperhatikan Rio yang berada di depan restoran ini.

Benar.. dia sedang bersama wanita hamil. Semakin ku perhatikan semakin aku merasakan sakit dihatiku. Kenapa dia bisa bersama wanita itu? Kali ini apa lagi alasannya?. Aku menatap nanar pemandangan di depanku itu. Kami hanya terpisahkan oleh kaca pembatas antara restoran dengan lingkungan luar. Karena itu aku dapat melihat dengan jelas apa yang mereka lakukan dan ekspresi wajah mereka. Aku tidak pernah melihat ekspresi wajah Mas Rio sesenang itu dan aku juga tidak pernah melihatnya tersenyum semerekah itu.

"Rin.. makan dulu yuk.." ucap Yuda menginterupsi pikiran jahatku.

"Oh iyaa.." sahutku berusaha untuk melupakan kejadian di depanku itu.

Ketika aku mau mulai memakan daging panggangku, aku mendengar suara berisik dari arah luar. Lewat sudut mata aku melihat Mas Rio yang sedang memeluk wanita itu dengan ekspresi terkejutnya. Sungguh aku sama sekali tidak berminat melanjutkan makan malamku itu.

"Rin.. makan dulu yuk.. mungkin dia ada alasan kenapa bisa disini sama wanita lain.." ucap Kak Putra berusaha untuk membujukku kembali makan.

"Kakak tahukan siapa wanita itu..." desisku berusaha menahan diri untuk tidak mempermalukan diriku sendiri.

"Kakak tahu.. maka dari itu Rio pasti ada alasan tertentu kenapa dia bisa berdua dengan wanita itu.." ucap Kak Putra sambil menyendokkan sesuap nasi kedalam mulutku. Mau tak mau aku menerima suapan tersebut dan mengunyahnya dengan malas.

Ketika aku sedang mengunyah tersebut, sekali lagi sudut mataku menangkap adegan yang memuakkan. Wanita itu kembali bersandar manja pada Rio yang tidak menolaknya sama sekali. Cukup sudah, makan malam ini benar-benar memuakkan. Segera saja aku meraih tasku dan berusaha untuk keluar dari meja ini. Namun gagal karena aku dihambat oleh Yuda yang duduk disebelahku.

"Rin.. habisin dulu yuk makan malamnya.. jangan sampai kamu sakit karena gak makan malam.." tegur Qori ketika melihatku beranjak dari tempat duduk ini.

"Gak napsu lagi gue Ri..." cetusku jutek

"Yahh.. jangan gitu dong.. kan sore menjelang malam ini rencananya mau senang-senang.. makanya gue ajak Qori dan Kak Putra.. kalau gak lu ngedate berdua doang sama Yuda.." ledek Dion dan aku sedikit terhibur.

"Bener juga sihh.. selain ngindarin macet gue juga pengen yang seger-seger sehabis revisi yang segunung itu.." balasku kembali duduk di tempat dudukku dan Yuda kembali memberikan daging yang telah matang itu ke mangkukku.

Untung saja Mas Rio dan wanita itu telah pergi dari tempatnya tadi. Kalau tidak mungkin saat ini aku akan berada didepan Mas Rio dan menimbulkan masalah yang ujung-ujungnya akan mempermalukan diriku sendiri.

Aku kembali melanjutkan makan hingga selesai dan diantar pulang oleh Yuda. Menurutnya tidak baik jika aku pulang sendiri dalam keadaan setengah kesal itu. Aku merasa bersyukur mempunyai teman seperti dia dan yang lainnya, yang mau bersusah payah menstabilkan emosiku. Sesampainya dirumah aku bermain sebentar dengan Rei dan Mba Ika sebelum akhirnya memutuskan untuk masuk kedalam kamar.

Hal pertama yang kulakukan didalam kamar adalah mengecek hp yang ternyata tidak ada pemberitahuan baru selain dari pemberitahuan game. Kini aku kembali bete dan kesal. Aku tahu kalau aku sudah sampai pada tahap ini tandanya aku sudah benar-benar peduli padanya. Kemarin aku memutuskan untuk memaafkannya setelah mendengar alasannya. Walaupun aku tahu alasan itu bukanlah 100% alasan yang sesungguhnya, tapi aku berusaha untuk membodohi diri sendiri agar tidak terlalu terluka. Kini ketika melihat sendiri bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain, aku semakin yakin kalau aku jatuh pada orang yang salah. Lagi. Kenapa aku selalu jatuh pada lubang yang sama setiap kali aku ingin membuka diri? Entahlah, aku kesal pada diriku sendiri yang telah mengakui cinta ini.

Untuk melupakan kejadian menyebalkan hari ini, aku masuk kamar mandi dan membersihkan diri hingga bersih sebersih bersihnya. Selesai mandi aku kembali memeluk Kei dan tertidur.

つづく

My Wedding Blues (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang