Bab 38

1.3K 57 1
                                        

"Rinn.. nanti kamu di anterin siapa?? Rei siapa yang nganter??" Tanya Mas Rian saat kami sedang duduk sarapan bersama.

"Kemarin sih Mas Rio bilang mau nganterin.. sekalian nganter Rei.. emangnya mas mau kemana?" tanyaku bingung dengan pertanyaannya.

"Ohh berarti mobil bisa mas pinjam yaa.. mau nganterin mba mu periksa bulanan.." jawab Mas Rian

"Hooo.. boleh-boleh.. pinjamlah.." ucapku sambil memberikan stnk mobil.

"Reiii... cepetan siap-siap.. bentar lagi kita pergiii..." seruku selesai mencuci piring.

"Iyaa Aunt.. bentar.." balasnya dari dalam kamar.

Tak berapa lama kemudian dia datang dengan membawa tas ranselnya dan tas kecil yang siap diisi dengan kotak bekal hari ini. Aku pun langsung mengambil tas kantorku dan berjalan menuju pintu depan untuk memastikan keberadaan Mas Rio. Bertepatan dengan pintu terbuka aku melihat Mas Rio baru keluar dari dalam mobil.

"Pagii Rin.." sapanya dengan wajah yang sangat kusukai itu.

"Pagii mas.. bentar dulu yaa.. Rei belum siap pake sepatu.." balasku sambil menyilahkannya masuk.

"Nanti sore mas jemput yaa.. sekalian kita makan malam di café.. ada yang mau kakak omongin sama kamu.. gimana??" tanyanya saat aku sedang memakai sepatu

"Bolehh.. ada juga hal yang ingin Rin bicarakan.." jawabku sambil mengira-ngira apa yang ingin dikatakannya.

Tak lama kemudian kami pamit untuk berangkat. Perjalanan pagi ini cukup heboh karena Rei tidak berhenti berbicara mengenai kesiapannya untuk sekolah hari ini. Dia bercerita kalau sekolah di Indonesia ini unik dan menarik. Banyak hal yang dapat dipelajarinya di sekolah dan hal itu menerbitkan senyum di wajahku. Aku tidak pernah menyangka kalau Rei akan seaktif ini mengeluarkan pendapatnya.

"Rei.. nanti yang jemput Om Egi yaa.. soalnya Aunt lagi gak bisa.." ucapku saat mengantarnya menuju gerbang sekolah, sedangkan Mas Rio memutar mobilnya.

"Ohh oke dehhh Aunt.. semangatt kerjanya yaaa.." ucapnya dengan girang dan berjalan memasuki gerbang sekolahnya.

Kami melanjutkan perjalanan menuju kantorku dalam diam. Tidak banyak yang bisa kami bicarakan. Disatu sisi aku masih marah dengan kejadian itu tapi disisi lainnya aku mencoba untuk berpikir dengan logika. Mungkin sebenarnya dia memiliki suatu alasan yang bukan sekadar alasan.

"Maafkan sikap mas kemarin yaa.. bukan maksud mas buat bikin kamu sakit lagi.." ucap Mas Rio begitu kami mulai melihat gedung kantorku.

"Gak apa-apa kok mas.." sahutku berusaha untuk tidak kembali marah.

"Yaudah.. selamat kerja yaa Rin..." ucap Mas Rio dan menurunkanku di lobi seperti biasanya.

Kegiatan hari ini kembali berjalan secara normal. Semua tumpukan kerjaan kemarin bisa kuselesaikan tanpa hambatan dan suasana kantor kembali seperti semula. Aku berusaha untuk tidak pernah mengungkit ataupun mengingat apapun tentang kejadian dua hari yang lalu itu. Aku tahu bukan Mas Rio yang salah, tapi wanita itu yang salah.

"Rinn.. besok kan sabtu tuhh.. mau main gak??" Tanya Yudha saat aku menyerahkan berkas yang harus ditanda tanginya.

"Hmmm... pass dulu dehh.. gue mau nyari-nyari referensi buat minggu depan.." jawabku

"Oh iyaa.. mulai senin udah masuk proyek lagi ya?? Hmmm.. kelompok lu gimana kabarnya??" Tanya Yudha cuek sambil mengecek berkas itu.

"Tauu nihh.. si Dion sama Roy belum ada kejelasan... mereka masih sibuk dengan laporan mereka.. padahal senin besok udah mulai ke proyek..." gerutuku masih berdiri di kubikelnya Yudha

My Wedding Blues (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang