Selama semiggu menunggu keberangkatanku ke Sawahlunto, tak banyak yang terjadi dan tak banyak hal spesial yang terjadi. Komunikasi kami masih tetap sama seperti sebelumnya. Dia yang selalu mengucapkan selamat pagi, selamat siang, selama malam, bahkan selamat tidur seperti operator hp dan aku yang selalu mengabaikan sebagian besar pesan dan telponnya dengan berdalih sibuk mengurusi caffe sekaligus pekerjaanku dikantor. Tetapi seberapa pun aku mengabaikannya, dia selalu menemukan cara untuk membuatku kembali terfokus kepadanya. Ketika aku tidak membalas pesan singkatnya tentang apakah aku sudah makan atau belum, dia akan datang ke kantor atau pun caffe untuk mendatangiku dan memaksaku untuk makan bersamanya.
Ketika aku tidak membalas pesan singkatnya yang berbunyi selamat malam, besok paginya pasti aku menemukan dia sudah duduk untuk sarapan bersamaku dan keluarga kecilku. Bukan hanya itu, dia selalu menemukan cara untuk membuatku kesal dan tidak bisa melupakannya. Cukup sudah, jantungku tidak akan sanggup jika hal ini terus-terusan terjadi.
"Jadi kamu hari ini berangkatnya?? Kenapa gak bilang..." tanyanya ditelpon ketika aku dan Deby sudah berada dibandara menuju Padang. Ya hari ini adalah hari keberangkatanku ke Sawahlunto dan dia tetap bertingkah menyebalkan. Awalnya dia berkata akan mengantarku ke bandara namun sejam aku menunggu di rumah tak kunjung dia memberi kabar dan sekarang ketika aku sudah berada di bandara dia menyalahkanku karena tidak memberitahunya. Oh please..
"Aku udah bilang ya.. kamunya aja yang gak nyimak.." jawabku sedikit geram
"Maaf-maaf.. tadi ada rapat dadakan... " ucapnya dengan nada menyesal yang sekarang aku bisa mengklasifikasikannya kedalam 'pura-pura menyesal'
"Udah ah.. aku mau naik lagi ke pesawat.. bye.." ucapku langsung menutup telpon tanpa menungg jawabannya.
"Sabar kali Rin.." ucap Deby dengan santainya
"Udah super sabar kali gue.." ucapku sambil mematikan hp-ku dan memasukkannya kedalam tas
"Jadi kita langsung ke rumah Icha aja nih? Gak ke Padang dulu?" tanya Deby ketika kami bersiap take off
"Iya.. soalnya Ikun sama Pongki udah disana duluan dari tadi pagi dan udah booking hotel untuk kita sekalian.." jawabku sambil mempersiapkan mp3 sebagai acara hiburan diatas pesawat.
"Oke..." ucapnya dan kami terlena dengan dunia kami masing-masing.
Tak sampai 2 jam pesawat kami sudah landing di Bandara Minangkabau Padang. Setelah mengambil bagasi, kami keluar dari bandara dan menemui supir travel yang akan membawa kami ke Sawahlunto. Setelah memasukkan barang kami ke bagasi mobil dan duduk didalam mobil tersebut barulah kami bisa sedikit bersantai. Aku mulai menghidupkan hp-ku yang tadi kumatikan dan langsung mendapatkan banyak pesan di salah-satu media komunikasi online. Setelah aku membuka applikasi tersebut, aku menemukan bahwa hanya 1 orang yang mengirimkan 99 pesan di app tersebut. Dengan malas aku membuka obrolan tersebut dan membacanya satu persatu.
'Rin'
'Airin'
'Airiiiinnn'
'Aaaaaiiiirrriiiinnn'
'Haloo'
'Oiiii'
'Udah naik pesawat yaa??'
'Udah belum sih?'
'Kenapa Hpnya dimatiin?'
KAMU SEDANG MEMBACA
My Wedding Blues (END)
Romance"apakah dia akan menjadi cinta sejati sekaligus suamiku?" adalah apa yang aku pikirkan setelah menerima lamaran dadakannya malam itu, tapi semakin ku pikirkan semakin aku menjadi takut akan pernikahan. sanggupkah aku menjalani perjalanan menuju kes...