Bab 33

1.4K 62 6
                                    


- AIRIN POV-

"....." aku tidak bisa berkata apa-apa saat mata ini terbuka. Biasanya saat aku terbangun aku akan berada di atas tubuh Kei yang berbulu coklat dan hangat tersebut. Namun kini ketika aku membuka mataku aku melihat tulang selangka (colarbone) disela-sela kerah bajunya. Baru kali ini aku memperhatikan bentuk tubuhnya secara dekat dan detail. Tanpa bisa kucegah pikiranku sudah terlampau jauh dan memalukan. Demi mencegah pikiran ini berpikir lebih jauh, aku langsung berguling ke arah sebaliknya dan berusaha untuk melepaskan diri dari kurungan tangannya yang kokoh ini. Namun belum lagi aku berhasil lolos, tiba-tiba saja dia kembali menarikku mendekatinya. Panik aku mencoba kembali untuk lepas dan akhirnya berhasil setelah beberapa menit.

Selepas dari kurungan yang menggoda tersebut, aku langsung masuk ke dalam kamar mandi dan mencuci wajahku agar tidak terlalu panas. Setelah menenangkan diri dari pikiran yang terlampau jauh tersebut baru aku berani keluar dari kamar mandi. Sekeluarnya aku dari kamar mandi aku masih menemukan Rio terlelap diatas tempat tidurku. Sebenarnya itu adalah pemandangan yang sangat menggoda, namun aku harus menahan diriku agar tidak terlalu jatuh kedalam pesonanya.

Untuk menghindari hal tersebut aku langsung berjalan keluar kamar menuju ruang makan, karena kebetulan sekali aku sudah sangat lapar. Langsung saja aku melihat isi kulkas dan mulai merancang menu makan siang terlambat ini. Selama memasak nasi goreng favoritku, aku kembali merenung untuk kedepannya. Bagaimana aku akan bertindak di depan Rio, bagaimana aku akan memutuskan masa depanku. Hingga akhirnya nasi goreng tersebut jadi barulah aku menemukan jawaban yang sesuai dengan keadaanku saat ini. Kali ini aku mencoba untuk menerima semua tentang Rio, baik itu masa lalunya maupun masa depannya. Aku akan mencoba untuk mengikuti apa kata hatiku saat ini.

Ya.. kali ini aku mengakui bahwa aku benar-benar telah jatuh cinta pada pesonanya dan tak terelakkan lagi aku ingin bersamanya terus hingga tua. Apa yang akan dikatakannya jika aku mengungkapkan ini semua? Akankah dia tertawa atau bahagia atau mungkin malah bersedih?. Entahlah yang jelas kini aku memilih berdamai dengan perasaanku dan tidak selalu menggunakan logikaku.

"Hei kok makan gak ngajak-ngajak.." ucap seseorang sambil menarik kursi disebelahku

"Rin pikir mas masih butuh istirahat.." jawabku sekenanya sambil menyuapkan makanan ke mulutku

"Buat mas ada gak nih??"

"Ada tuh.. ambil aja sendiri.." jawabku dan dia langsung mengambil makanannya sendiri

Kami makan dalam diam. Masing-masing sibuk dengan pikirannya masing-masing. Entah kenapa aku jengah dengan suasana diam ini. Berulang kali aku memikirkan bahan obrolan apa yang harus ku lontarkan agar suasana tidak terlalu diam seperti ini. Namun berulang kali pula aku tak mendapatkan bahan.

"Gak usah memaksakan bahan obrolan.. mas cukup senang hanya dengan duduk berdua seperti ini..." tiba-tiba dia mengucapkan kata yang membebaskanku dari pikiranku

"Serius??" tanyaku tak percayaa

"Serius.. bahkan mas cukup senang hanya dengan berada di sampingmu Rin.. maka dari itu jangan pernah berpikir untuk pergi menjauh dari mas ya.."

"Kenapa tiba-tiba berkata seperti itu?"

"Entah.. mas punya firasat saja kalau suatu saat nanti kamu akan pergi meninggalkan mas..."

"Lah.. bener dong.. Rin akan meninggalkan mas kalau Rin meninggal.." ucapku dengan nada bercanda, tidak suka dengan suasana yang serius.

"Ihs.. kamu mah dibilangin malah becanda.."

"Ya.. lagian mas serius amat sih.. santai aja lagi.." ucapku sambil mengantarkan piring kotor kami ke bak cuci piring dan mencucinya

"Udah sore aja ya.. kira-kira malam nanti bunda sama ayah udah pulang belum ya??" tanyanya saat kami duduk di sofa depan tv

"Kayak udah.. lagian Mba Ika gak sekritis itu kok sampe lama banget dirawat di rumah sakitnya.."

"Berarti besok kita berangkat bareng lagi??" tanyanya

"Boleh.. tapi aku nganter Rei ke sekolahnya dulu ya.. kalau mas keberatan biar Rin sendiri aja.."

"Sekolah Rei?? Berarti Rei memang akan sekolah disini??"

"Ya.. Mas Ryan udah sepakat akan tinggal di sini aja untuk seterusnya.. lagian mba Ika jadi ada yang nemenin kalau tiba-tiba Mas Ryan harus dinas keluar negeri" jawabku

"Owh.. bakalan rame dong rumahnya.."

"Yap.. and i'm loving it.." ucapku meniru slogan rumah makan cepat saji tersebut.

Setelah itu kami terus mengobrolkan tentang persiapan pernikahan yang masih terisisa 2 bulan kurang tersebut. Hingga akhirnya ayah dan bunda kembali dari jalan-jalannya dan Rio pun pamit pulang kerumahnya.

つづく

My Wedding Blues (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang