Selama perjalanan aku benar-benar lupa dengan keberadaan mobil dibelakangku karena ocehan bocah-bocah ini lebih menarik untuk didengar. Mereka banyak mengobrolkan kejadian-kejadian yang terjadi di sekolah, baik itu yang menyenangkan maupun yang menyebalkan. Ternyata anak kelas 3 SD jaman sekarang semakin aneh. Sesampainya di café, kami kesulitan menemukan parkir maklum saat kami tiba itu masih di jam sibuk café. Hingga akhirnya aku memilih untuk menggunakan parkiran khusus owner yang jarang sekali kugunakan.
Menggiring dua bocah ini memasuki café, aku sekalian memperhatikan sekelilingku untuk sekadar waspada. Ketika masuk kedalam, suasana di dalam cukup ramai, aku tidak menemukan meja kosong.
"Kak... selamat datang... maaf kak lagi gak ada meja.." ucap Kelvin ketika melihatku memasuki café
"Yah.. yaudah dehh.. kalau gitu kami makan di kantor aja... panggil Alvin ke kantor yaa.." ucapku seraya berjalan menuju kantor
"Kak Rio gimana, kak??" pertanyaan itu menghentikan langkahku.
"Hmm.. biarin aja dia ikut masuk kedalam.." ucapku akhirnya mengalah.
"Oke kak.. nanti Alvin saya suruh ke ruangan.." balasnya sebelum akhirnya menghilang di balik konter pesanan.
"Yukk.. kita keruangan Aunt ajaa.. nanti kita makan disana.." ucapku sambil menggiring kedua bocah itu menuju satu-satunya ruangan di lantai ini.
"Jadi tante pemilik café ini?" Tanya Tono saat kami memasuki ruang Direktur.
"Bukan Cuma tante... tante bikin café ini bareng sama temen-temen tante.." jawabku dan menyuruh mereka untuk duduk di sofa yang tersedia.
"Rin.. kita harus ngomong.." ucap Rio ketika aku sudah duduk dibalik meja Direktur.
"Besok aja ya mas.. malam ini ada Rei dan temannya.. gak enak sama mereka.." jawabku dan dia memilih untuk bermain bersama Rei dan Tono.
"Buk bosss... kata Kelvin buk boss nyuruh gue kekantor yaaa..." ucap Alvin begitu pintu terbuka
"Kebiasaan dehh Al..." gerutuku dan dia hanya membalasnya dengan kekehan rendah.
"Ohhh... sepertinya kita kedatangan dua pangeran cilik nihh.. kalian udah makan??" Tanya Alvin begitu melihat dua bocah duduk sambil bermain di sofa.
"Belumm om.." jawab mereka serempak.
"Gue manggil lu kesini buat nyiapin makan malam buat mereka... tadinya gue mau di depan, tapi kita kehabisan meja kan..." ucapku yang langsung membuat senyum Alvin terkembang lebar.
"Siappp... jadii pangeran-pangeran kecil ini mau makan apa??" Tanya Alvin yang langsung dijawab oleh mereka berdua dengan antusias.
"Besok mas jemput ya.." ucapnya melembut ketika melihatku yang asik menonton kelakuan aneh dua bocah itu.
"Terserah mas aja.." jawabku cuek.
"Okey.. besok mas jemput sekalian nganter Rei sekolah.. pulangnya kita jemput Rei bareng-bareng..." ucapnya sebelum bergabung dengan dua bocah yang pusing memikirkan ingin memesan apa.
Setengah jam kemudian barulah mereka berdua puas dengan pesanannya dan membiarkan Alvin melaksanakan tugasnya. Tak lama setelah Alvin keluar, kini Septi yang memasuki ruangan.
"Kenapa Ti??" tanyaku pada Septi yang seperti ingin membicarakan sesuatu.
"Masalah rencana pembesaran buk... sekarang bisa??" Tanya Septi bingung.
"Oh iyaa.. gimana rencananya?? Udah jalan berapa persen??" tanyaku sambil mempersilahkan dia masuk dan menggeser kursi beroda untuk lebih dekat denganku.
"Untuk pembuatan blueprint dan persiapan lainnya udah siap buk.. tinggal persetujuan owner aja lagi.. gimana??"
"Ohh untuk itu sudah okey semua.. uang kebutuhan pembesaran juga udah siap.. dokumen-dokumen pendukung pun sudah siap.. maaf ya Ti rencananya agak mundur..."
"Gapapa kok buk.. kan ibuk juga sibuk dengan urusan persiapan pernikahan ibuk.. jadi wajar ajaa.. teruss kapan mau dimulai buk?? Terus selama pengerjaan café dibuka gak??"
"Kalau bisa minggu depan sudah mulai pengerjaannya... kira-kira berapa lama pengerjaannya??"
"Hmm.. kalau kata desainernya sih sekitar dua mingguan buk.. kalau bisa lebih cepat sih bagus.. nanti mereka juga yang mencarikan tukang bangunannya.."
"Hmm.. kalau cuman dua mingguan gak akan terlalu ngengaggu siklus keuangan kita kan Ti?? Kalau gak terlalu ngeganggu lebih baik di tutup aja.. biar lebih maksimal pengerjaannya..."
"Hmm gak terlalu sih buk.. oke dehh kalau gitu besok saya diskuiin lagi sama Kelvin dan Alvin.."
"Okee Ti.. tetap kasih saya update-annya yaaa.. biar kalau ada masalah bisa cepet selesainya.."
"Siap buk.. kalau gitu saya permisi dulu..." pamit Septi sambil membawa kembali semua rancangan rencana pembesaran café.
"Kamu mau pembesaran café Rin??" Tanya Mas Rio yang sepertinya menyimak diskusi tadi
"Iya mas.. soalnya udah mulai rame pengunjung.. gak enak juga kalau mereka jauh-jauh datang kesini tapi gak dapet tempat duduk kan..." jawabku sambil melihat-lihat dokumen yang perlu kutanda tangani.
"Aunty.. kalau di perbesar berarti cafenya tutup dong??" Tanya Rei sambil memainkan boneka Ken yang kuletakkan diatas tempat tidur.
"Yaa gimana lagi.. kalau gak ditutup nanti yang makan disini keganggu dongg sama kerjaannya.." jawabku santai
"Hmm iya juga sihh... berarti aku libur makan masakan om Alvin selama dua minggu dong..."
"Gak juga... kan kamu bisa manggil om Alvin buat masak dirumah.. dia mah di panggil kapanpun juga siapp.." ucapku bercanda.
Tak lama kemudian Alvin masuk membawa pesanan kami dan melaporkan kalau situasi diluar mulai berkurang. Selama makan aku masih mendiskusikan usaha pembesaran café dengan Alvin didampingi oleh Mas Rio yang lebih banyak diam mendengarkan. Selesai makan, aku langsung mengantar Tono kerumahnya dan meminta maaf karena mengantarnya sedikit larut lalu pulang ke rumah.
Masalah Mas Rio, dia berhenti mengikutiku ketika melihatku sudah memasuki komplek perumahan dan mengantarkan Tono dengan selamat, lalu pamit pulang ke rumahnya. Sesampainya di rumah aku sedikit di ceramahi oleh Mas Rian karena pulang sedikit larut dari biasanya dan mendapati Rei sudah tertidur di gendonganku. Selesai menaruh Rei di kamar Mas Rian, aku berjalan menuju kamarku dan merangkak di tempat tidur, sebelum akhirnya kenyamanan tempat tidur menyambutku menuju dunia mimpi yang indah.
つづく
KAMU SEDANG MEMBACA
My Wedding Blues (END)
Romance"apakah dia akan menjadi cinta sejati sekaligus suamiku?" adalah apa yang aku pikirkan setelah menerima lamaran dadakannya malam itu, tapi semakin ku pikirkan semakin aku menjadi takut akan pernikahan. sanggupkah aku menjalani perjalanan menuju kes...