Bab 45

1.8K 72 8
                                    

"Rin.. kamu pulang dulu gih.. mandi dan bersih-bersih.. kalau bisa istirahat aja di rumah hari ini.. mumpung hari sabtu juga kann.. biar hari ini bunda sama ayah aja yang jagain Egi.." ucap bunda ketika aku baru kembali ke kamar dari kantin, sarapan bersama Mas Rio dan Rei.

"Okey dehh.. kalau gitu Rin pulang dulu ya bun.. Giii kakak pulang dulu yaa.. kamu baik-baik aja di rumah sakit.. ikutin kata dokternyaa.." seruku sebelum pulang bersama Mas Rio dan Rei yang lagi-lagi tidak mau pisah dariku.

Aku tidak banyak berbicara selama perjalanan pulang, selain karena capek aku juga masih memikirkan suara yang sangat mengganggu itu. Siapa sebenarnya pemilik suara itu? Ketika aku mencoba untuk mengingat kembali postur tubuh pelaku itu, aku tidak bisa mengingatnya dengan jelas, yang aku tahu dia tidak lebih tinggi dari ku dan berpakaian serba hitam.

"Rin.. kamu mikirin apa sih??" Tanya Mas Rio saat sedang lampu merah

"Mikirin kejadian aneh akhir-akhir ini mas... siapa sih yang kurang kerjaan banget gangguin hidup Rin.." dumelku kesal

"Memangnya ada yang gangguin Aunty?? Kenapa?? Aunty ada berbuat salah emangnya??" Tanya Rei yang duduk di pangkuanku

"Ntahlah Rei.. Aunty pun bingung.. perasaan selama ini Aunty gak pernah nyusahin orang dehh..." jawabku sambil memeluknya lebih erat. Memeluk Rei mampu menenangkanku

'Kecuali untuk event yang akan datang, pernikahanku dengan Mas Rio. Sepertinya ada yang gak suka dengan hal itu..' lanjutku didalam pikiranku. Tidak mungkin aku mengucapkan hal itu, aku tidak ingin menambah beban pikiran Mas Rio dengan hal yang masih belum jelas.

Sesampainya di rumah, aku disambut oleh Mba Ika dan Dina yang memang menjaga rumah sejak tadi malam. Rei dengan enggan melepaskanku untuk membersihkan diri di kamar. Mas Rio langsung pulang begitu mengantarku, dia beralasan ingin bersih-bersih dulu sebelum nanti datang kembali. Mengingat kata dokter aku belum boleh mandi, terpaksa deh aku melap badanku dengan handuk hangat untuk membersihkan diri. Melap diri sambil menjaga perban tetap kering merupakan kerjaan yang merepotkan, namun aku bertahan agar luka itu cepat keringnya. Selesai melap badan dengan handuk basah, aku melapnya dengan handuk kering dan memakai pakaian yang sudah kusiapkan sebelumnya.

Berpakaian santai lengkap, aku melangkah keluar kamar mandi dan berjalan menuju tempat tidur yang sejak awal sudah menggodaku untuk di tiduri. Merebahkan badan sebentar dan menaikkan selimut setengah badan lalu memejamkan mata. Aku ingin beristirahat sejenak sebelum memikirkan langkah selanjutnya. Kalau yang dibicarakan pelaku itu sama seperti penelpon misterius itu berarti hanya ada 1 cara untuk menghentikan semua ketidakberuntungan ini. Hanya saja apa aku sanggup? Setelah akhirnya aku mengakui kalau aku telah jatuh cinta pada Mas Rio?. Kurasa aku tidak akan sanggup untuk bangkit kembali dari kejatuhan itu.

"Aunty..." panggil Rei membuyarkan pikiranku.

"Ya Rei??" sahutku dan duduk diatas tempat tidur

"Rei tidur disini yaa.." pintanya dari depan pintu

"Boleh.. sini.." balasku sambil mengulurkan tanganku mempersilahkan dia untuk naik keatas tempat tidur dan berbaring di sebelahku

"Luka Aunty udah gak sakit lagi??" tanyanya saat aku memeluknya longgar

"Sudah tidak sesakit kemarin.. mungkin besok dia udah sembuh.." ucapku berusaha untuk membuatnya melupakan kesedihannya. Dari kemarin Rei tidak pernah berhenti menanyakan lukaku dan mengkhawatirkanku. Bahkan dia lebih sedih dibanding Mas Rio.

"Siapa sih yang berbuat jahat sama Aunty?? Kenapa mereka tega?? Aunty kan gak pernah nyakitin orang.." dumelnya dengan lucu.

"Tenang aja.. siapapun dia suatu saat nanti pasti akan menerima balasannya.. ingat Allah swt tidak pernah tidur..." ucapku menenangkannya dan dia tertidur setelah berceloteh tidak karuan selama 5 menit. Aku pun mengikuti jejaknya untuk tidur setelah merasa otakku tidak cukup sehat untuk berpikir panjang.

つづく

My Wedding Blues (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang