Bab 42

1.4K 76 11
                                    

Dua hari berlalu setelah kecelakaan itu terjadi. Kini aku semakin mewaspadai sekeliling ku , berjaga-jaga saja untuk kemungkinan terburuknya. Walaupun aku tidak ingin menyalahkan siapa pun atas kecelakaan itu, tapi aku merasa aku harus mencari tahu siapa yang mendorongku hari itu. Jadilah hari ini aku semakin menajamkan indera dan instingku untuk mencari orang itu.

Tidak banyak yang berubah dengan lingkungan kerjaku, masih penuh dengan risiko dan bahaya, yang berubah hanyalah sikap orang-orang terdekatku terhadapku. Mereka semakin bersikap menyebalkan. Dion dan Roy tidak pernah meninggalkanku barang sedetik pun saat kami melakukan inspeksi rutin di pagi hari ini. Ketika makan siang, Rama ikut bergabung dan kami makan dalam diam. Awalnya aku tidak mencurigai apapun, tapi ketegangan yang kurasakan saat makan siang membuatku bertanya-tanya.

"Kalian kenapa sih??" tanyaku setelah menyelesaikan makan siangku

"Kenapa gimana??" Roy bertanya balik tanpa menjawab pertanyaanku.

"Kenapa pada diam-diam gini?? Kemarin-kemarin perasaan masih bisa ngobrol sambil makan siang dehh.." jawabku menaruh curiga akan sikap mereka

"Yaaa.. lagi gak ada bahan obrolan ajaa.." balas Dion santai sambil meminum teh manisnya

"Bohong... kalau Cuma kita bertiga yang duduk sih gue bakalan percaya alasan itu.. tapi ini ada Rama.. gak mungkin kalian diam-diam aja.. gue yakin banyak pertanyaan gak penting yang bisa kalian tanyakan pada Rama... tapi kalian diam-diam gini justru bikin gue curiga ada apa-apanya nihh.." ucapku sambil memperhatikan ekspresi mereka.

"Hmm.. ya gituu dehh.. sebenarnya gue sama Dion di suruh sama calon lu buat jagain lu selama di site... jagain lu supaya gak ada kejadian aneh terjadi lagii..." jawab Dion akhirnya mengaku

"Tumbenn kalian perhatian gituu sama guee.." ledekku ketika mendengar jawaban Dion.

"Soalnya kali ini kejadian terparah yang terjadi sama lu... selama ini kita tahu lu emang agak ceroboh.. kecelakaan-kecelakaan kecil sihh udah biasa.. tapi kali ini situasinya beda.. lu jatuh bukan karena kecerobohan lu.. bisa-bisa gue sama Roy di kasih SP sama Putra kalau dia tahu akan hal ini..." sahut Roy sedikit bercanda.

"Alaahh bilang aja kalian perhatian sama guee.. gak usah bawa-bawa Kak Putra segalaa..." ledekku kembali dan kami tertawa sejenak sebelum atmosfir kembali serius.

"Tapi serius dehh Ai.. kemarin itu aku yakin banget ada yang dorong kamu sesaat setelah aku manggil kamu buat nemenin kamu inspeksi... waktunya tepat banget.. aku yakin dia udah ngerencanain itu semuaa.." sambung Rama yang sejak tadi hanya jadi pendengar setia

"Udahlah Ram... gak sekali ini ada yang benci sama gue... cuman emang baru kali ini sih mereka merealisasikan ancaman mereka..." sahutku dengan tenang dan santai. Tidak bermaksud membuat mereka semakin khawatir denganku.

"Udahlahh.. gak usah terlalu dipikirin.. lebih baik focus sama kerjaan aja duluu.. hari ini terakhir kita disini kan.. lebih baik kita kumpulin data-data yang belum sempat terkumpul... semoga aja minggu depan laporan udah siap..." lanjutku dan beranjak dari tempat duduk menuju ruangan yang disediakan untuk kantor sementara dan berencana untuk menyusun secara kasar data-data yang kami dapatkan seminggu ini.

Memang tidak sepenuhnya bisa kuhilangkan rasa cemas ini, tapi setidaknya aku ingin menyelesaikan pekerjaanku secara professional. Saat menyusun data-data tersebut, tiba-tiba saja satu nama muncul di otakku sebagai dalang dari semua kejadian burukku. Kate. Mau tidak mau aku kembali memikirkan wanita menyebalkan yang hadir bersamaan dengan Mas Rio di hari itu. Hari yang seharusnya menjadi hari besar bagiku karena dapat bertemu dengan keluarga besar Mas Rio. Hari dimana aku kembali menangisi kebodohan hatiku.

"Sudahhh Rinn.. gak usah dipikirin wanita ular itu.. semakin kamu pikirin Cuma semakin membuatmu terpuruk.." gumamku sambil menyortir laporan lapangan.

"Aii.. nanti pulang bareng yukk.. mau gak??" Tanya Rama begitu pintu terbuka

"Ogahh.. pulang aja sendiri.." tolakku langsung.

"Ohh ayolaahhh.. sekali-kali izinkan aku untuk bersamamu.. sudah lama kita tidak jalan berdua kann.." bujuknya yang kembali ku tolak

"No way... gak ahh.. ngapain juga gue jalan sama lu... lagian pulang nanti gue dijemput adek gue..." tolakku terang-terangan. Enak aja ngajak jalan lagi.. dikira hati apaan kalii... kalau terlalu lama dengannya bisa-bisa kenangan manis yang sengaja ku kubur dalam-dalam itu muncul kembali layaknya zombie.

"Ayoklahh Aii.. ahh atau gak kita tukeran nomer gimana? Nomer kamu yang kemarin gak bisa ku hubungi lagi.." kali ini dia merubah strateginya

"Ya jelas aja gak bisa di hubungi.. orang nomer lama ke blokir... lagian ngapain juga gue ngasih nomer gue ke lu.. abis dari ini dan untuk selamanya, gue gak mau berhubungan sama lu lagi.. sama seperti lu yang gak mau berhubungan dengan gue lagi setelah lu lebih memilih Monik.." ucapku yang langsung melangkah keluar dan bergabung dengan Dion serta Roy.

Kulanjutkan pekerjaanku dengan pikiran setengah penuh. Susah untuk kembali focus pada pekerjaan di depan mata. Kenapa Rama harus kembali disaat-saat genting seperti ini sih? Merusak hati dan pikiran ku saja.

"Rin.. focus dongg.. bentar lagi kelar kok.." tegur Roy kesekian kalinya saat aku kembali melamun

"Sorry Roy.. banyak banget pikiran gue hari ini.." ucapku dan berusaha kembali focus pada pekerjaan yang lumayan banyak itu.

Walaupun tidak bisa sepenuhnya konsentrasi pada pekerjaan, tapi aku mampu memaksa otakku untuk focus dan melanjutkan pekerjaan hingga lupa waktu.

"Rin.. lu pulang sama siapa??" tany Dion saat kami merapihkan berkas-berkas kerjaan.

"Dijemput adek gue.. kebetulan dia lagi bisa jemput.." jawabku merapihkan tas dan segala perlengkapan.

"Ohh yaudah.. kalau gitu bareng aja ke parkirannyaa.. adek lu udah dimana??" Tanya Roy membantu Dion merapihkan berkas.

"5 menit yang lalu sih dia bilang udah deket.. palingan sekarang udah di parkiran.." jawabku dan menyandang ransel.

Kami keluar dari ruangan bersama dan berjalan menuju parkiran sambil berdiskusi tentang tugas selanjutnya. Selama berdiskusi aku tetap memperhatikan sekeliling dan masih belum beruntung dalam menemukan pelaku pendoronganku kemarin. Sesampainya di parkiran aku tidak melihat Egi. Kuputuskan untuk menelponnya.

"Haloo.. Gii.. kamu dimana??" tanyaku saat telpon tersambung.

"Udah didepan deket pos satpam nih kak.." jawabnya dan aku langsung melihatnya duduk diatas motornya sambil bertukar sapa dengan pak satpam

"Okeyy.. kakak udah lihatt.." ucapku sebelum memutuskan sambungan.

"Sore pak satpam.." sapaku begitu tiba di pos satpam

"Sore bu Airin.. wahhh pulang sama adiknya ya bu??" balas bapak satpam tersebut

"Iya nihh pak.. kebetulan mobil lagi di pake sama orang rumah.." balasku dan akhirnya aku menaiki motor Egi yang cukup tinggi itu.

"Gii kenapa pake motor yang ini sih?? Kan susah naiknya.." protesku saat Egi memberikan helm cadangan padaku

"Yaa kan Egi abis dari kampus.. daripada pulang dulu buat ganti motor mending langsung aja.. soalnya kelamaan.." balasnya sambil menstarter motornya.

"Udahh kak.. pegangan yaaa..." ucapnya dan mulai melajukan motornya menjauhi lokasi proyek tersebut.

つづく

My Wedding Blues (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang