Bab 50

1K 82 13
                                    

Nada dering hpku membangunkanku kembali di tengah malam. Ini adalah malam ke 4 dia mengganggu tidurku. Setengah hati ku angkat telpon tersebut dan mengaktifkan speakernya.

"Haloooo" sapaku setengah tidur.

"Gue bilang putuskan pertunangan kalian secepatnya.. atau lu akan menyesal.." kata-kata yang sama kembali terucap dari speaker tersebut. Entah sudah berapa kali kudengar kalimat itu terucap dari seberang sambungan ini. Ketika ku putuskan sambungan dia akan kembali menelpon dan mengucapkan hal yang sama. Lama-lama aku bosan mendengarnya.

"Kalau gue gak mau putuskan pertunangan ini, lu mau ngapain??" tantangku, seluruh kantukku sudah hilang karena kekesalan yang mulai meningkat.

"Lu liat aja besok siang di kantor calon suami lu.. apa yang bakalan gue perbuat.. gue pastikan lu menyesal udah nantang gue..."ucapnya sebelum memutuskan hubungan secara sepihak. Benar-benar tidak tahu tata karma.

Ku coba untuk menutup mataku kembali dan tidur. Namun tidak bisa, sepertinya kalimat terakhirnya cukup membuatku muak.

Okey, kalau itu permainannya, gue ikuti.. kita liat aja besok siapa yang bakalan tertawa diakhir..

Ku coba untuk meredakan emosiku, namun tidak bisa yang akhirnya berujung aku tidak bisa tidur hingga pagi.

Moodku sungguh hancur sejak dini hari. Kucoba untuk memulai pagi seperti biasa karena tidak ingin membuat keluargaku khawatir. Lalu berangkat kekantor dengan mobil sendiri, karena lagi-lagi Mas Rio tidak bisa dihubungi. Ini pertama kalinya dia tidak bisa dihubungi di pagi hari dan itu sedikit berpengaruh terhadap moodku pagi ini.

Sesampainya di kantor, aku masih belum bisa mengontrol ekspresi muka sehingga teman-teman seruanganku bingung apa yang terjadi.

"Rin.. are you okay??" tanya Mba Yuli ketika aku meminta izin keluar saat jam makan siang.

"Okay.." jawabku singkat

"Mau kemana??" tanya Mba Yuli sambil menahan tanganku

"Mau kekantor Mas Rio.. mau memastikan sesuatu... urgent.." desakku berusaha melepaskan genggaman tangannya

"Gue ikut.." ucap Mba Yuli sambil menarik tanganku. Kalau Mba Yuli sudah menggunakan kata ganti orang pertama, tandanya ini sudah menjadi masalah pribadi.

"Tumben banget lu gak dianter si Rio..?" tanya Mba Yuli ketika aku mengarahkan mobilku keluar

"Dia lagi berulah Mbaa.. tapi hari ini lebih parah dari kemarin.." dumelku

"Teruss tumben banget lu ke kantornya si Rio.. biasanya juga si Rio kan yang ke kantor kitaa.. karena lebih searah..." ucap Mba Yuli mencoba mencerahkan moodku

"Ada sesuatu yang harus gue pastiin mba... telpon terror yang pernah gue kasih tahu ke mba mulai berulah lagi dan tadi malam dia bilang akan ada sesuatu di kantor Mas Rio.. gue harus tahu apa itu.."balasku sambil menambah kecepatanku membelah padatnya lalu lintas siang ini.

"Lu udah tahu siapa dibalik telpon terror itu??"

"Insting gue bilang kalau dia itu Kate.. mantan terindahnya Mas Rio.. cuman gue gak tahu dia bekerja sama dengan siapa.."

"Maksudnya??"

"Kalau teori gue bener, berarti dia bergerak gak sendirian.. ada komplotannya..."

"Iyaa.. maksud gue kok lu bisa berasumsi begitu.."

"Karena gak sembarang orang bisa masuk lokasi proyek mbaa... gue rasa komplotannya itu yang dorong gue pas di proyek kemarin.."

"Iya juga sihh... cuman pekerja proyek aja yang bisa masuk.." gumam Mba Yuli.

Tak berapa lama kami tiba di gerbang masuk perusahaan Mas Rio. Segera saja aku mencari parkir kosong terdekat dan memarkirkan mobilnya. Aku berjalan cepat menuju loby yang langsung di hentikan oleh satpam.

"Maaf mba.. mau cari siapa ya?" tanya satpam itu mencegahku masuk.

"Mau cari Pak Fario Dewantara pak.." jawabku berusaha untuk bersikap biasa. Karena memang aku tidak pernah berkunjung ke kantor Mas Rio sehingga mereka tidak mengenal siapa aku.

"Ohh pak Fario nya lagi ada tamu tuh mba.. silahkan isi buku tamu dan tunggu sebentar di loby ya..." ucapnya mempersilahkanku masuk dan membimbingku ke meja resepsionis di depan.

"Ada yang bisa saya bantu bu?" tanya resepsionis tersebut dengan nada sopannya.

"Saya mau bertemu dengan Pak Fario Dewantara.. bisa.." jawabku masih mempertahankan senyum palsuku.

"Wahh maaf bu, Pak Farionya sedang ada tamu penting, sehingga tidak bisa diganggu sampai sore nanti.. bagaimana kalau ibu kembali lagi Senin?" ucap resepsionis itu

"Maaf mba, kalau boleh tahu siapa ya tamu spesialnya Rio??" kali ini Mba Yuli yang bertanya dan berdiri disampingku.

"Ohh Bu Yuli.. maaf saya tidak mengenali ibu tadi.. Pak Farionya sedang bertemu dengan calon istrinya bu.. tadi calon istrinya sendiri yang bilang.." jawabnya jujur, tanpa tahu apa yang sedang berkecamuk dalam pikiranku mendengar kata 'calon istri'

"Oh iyaa?? Calon istrinya Rio datang berkunjung?? Kalau boleh tahu siapa ya mba??" lanjut Mba Yuli menyelaku. Berusaha untuk mencari jawaban lebih dalam.

"Kalau gak salah namanya Kate.. kan ya??" ucapnya sambil memastikan pada teman di sebelahnya

"Iya bu.. Ibu Kate.. dia emang akhir-akhir ini sering berkunjung..." jawab temennya

"Akhir-akhir ini? Maksudnya seminggu terakhir ini??"

"Iya mba.. seminggu terakhir ini Ibu Kate sering datang di jam makan siang dan ngajak Pak Fario makan siang bareng dan baru pulang beberapa jam sebelum jam pulang kantor... awalnya saya kira mereka bakalan pulang bareng, tapi ternyata Pak Fario kalau pulang harus jemput sepupunya, jadinya gak bisa pulang bareng.. itu jawaban Pak Fario pas kami tanya kenapa gak pulang bareng mba.." jawaban final itu membuatku ingin membatalkan pernikahanku saat itu juga.

"Hmm.. yaudah kalau gitu saya mau keruangannya ya.. mau liat calon istrinya, udah lama gak ketemu soalnya.. gapapa kan??" tanya Mba Yuli menenangkan emosiku yang sudah diujung tanduk ini.

"Ohh bisa bu.. tapi mba gimana??" tanyanya padaku

"Ohh dia ikut saya.. soalnya dia juga kenal sama Rio dan calon istrinya kok..."

"Baik bu.. kalau gitu silahkan.." ucap resepsionis tersebut mempersilahkan kami masuk.

Didalam lift, aku mencoba untuk menenangkan diriku sebelum berhadapan dengan musuhku nanti. Entah apa yang akan aku lakukan kalau ternyata apa yang dikatakan mba-mba resepsionis itu benar. Aku masih berusaha untuk tidak mempercayainya dan berusaha untuk membuka pikiranku terhadap alasan-alasan yang akan di sampaikan oleh Mas Rio.

"Rin.. lu tunggu di sini dulu.. sebelum nanti gue panggil jangan masuk yaa.. gue gak mau ada perang berdarah nanti.." peringat Mba Yuli sebelum melangkah memasuki ruangan yang tertutup rapat itu.

つづく

My Wedding Blues (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang