Efek memaksakan diri selama lima hari berturut-turut mulai menampakkan wujudnya. Wajah lelah dengan kantung mata yang besar ditambah berwarna gelap, wajah yang sedikit lebih tirus dari hari-hari sebelumnya, dan badan yang mulai terasa ringan. Semua perubahan itu terlihat sangat jelas ketika aku bersiap untuk pergi ke Dumai, kota dimana teman-temanku sudah berada untuk menikmati acara resepsi kedua Ica dan Ojan. Butuh usaha lebih besar untuk menutupi semua kekacauan yang tercetak sangat jelas di wajahku sebelum akhirnya aku melangkah keluar kamar untuk check out.
"Widihhh tebel amat itu make up... mau kondangan atau nge dangdut??" ledek Roy begitu melihatku berjalan menuju mereka
"Bawell.." balasku ketus. Mungkin karena kurang tidur atau mengkhawatirkan Rio, membuatku sedikit lebih ketus dari biasanya.
"Jalan nih??" tanya Yoni yang sudah siap menenteng kunci mobil sewaan kami.
"Yuukkk..." seruku berusaha sedikit bersemangat, walaupun sebenarnya badan ini terasa sangat ringan.
Setelah memasukkan barang-barang ke dalam bagasi kami pun meluncur ke Dumai. Perjalanan yang seharusnya dapat ditempuh 5-6 jam dari Pekanbaru, berubah menjadi 10 jam karena macet dijalan.
"Rin.. lu gak mau istirahat aja?? Muka lu udah pucet banget lohh.." tegur Roy yang duduk disampingku.
"Keliatan banget ya??" tanyaku sambil mengambil kaca kecil di tasku
"Iyaaa.." jawab mereka serempak. Mereka memang serempak untuk hal yang tidak penting
"Pengennya sihh.. cuman lagi gak bisa.." jawabku lesu sambil menyandarkan badanku
"Setidaknya pejamin aja tuh mataa... istirahat sejenak.. perjalanan jauh soalnyaa.." ucap Yoni yang menyetir.
"Gue cobaa... nanti kalau ada apa-apa bangunin gue yaa..." balasku sambil memejamkan mata, berusaha untuk yang kesekian kalinya mengistirahatkan diri, dan untuk yang kesekian kalinya pula gagal.
"Kenapa?? Gak bisa tidur??" tanya Roy begitu aku melamun memandang keluar jendela
"Mimpi buruk Roy.. setiap gue coba mejamin mata atau tidur, selalu mimpi buruk yang datang..." ucapku lemas menyenderkan kepalaku di sandaran kepala kursi.
"Lu lagi ada masalah ya sama calon suami lu itu??" tanya Yoni yang sejak tadi hanya memperhatikanku lewat kaca spion tengah
"Iyaa.. cuman gue gak tahu masalahnya dimana? Apa gue yang salah milih, atau memang dia yang seperti itu sifatnya.." ucapku masih memandang keluar.
"Udah coba diomongin baik-baik belum?" tanya Dion sekilas
"Udah pernah.. tapi diulangi lagi... capek gue Di.. akhirnya gue mutusin buat pergi sejenak.. sedikit egois sih dari sisi gue, tapi gue pengen liat ketulusannya.. dan usahanya buat nyari gue.."
"Lu adalah orang paling gak egois yang pernah gue kenal.. dan kalau sekarang lu milih untuk egois berarti lu udah di ujung tanduk kesanggupan lu.. lagian lu bebas kok ngelakuin apapun yang menurut lu bener... selama gak menyalahi aturan dan norma yang berlaku.." ucap Roy sambil membawa kepalaku menyender di bahunya.
"Udah lu istirahat ajaa.. sebisa mungkin istirahat.. mumpung bahunya Roy lagi gratis.." ledek Dion yang membuatku terkekeh pelan.
Masih dengan kepala bersender di bahu Roy, aku memainkan hpku untuk mengisi waktu luang. Perjalanan bersama mereka tidak pernah membosankan, music terus terputar di radio mobil dan diisi oleh perbincangan-perbincangan aneh mereka. Walaupun sesekali mereka membahas tentang pekerjaan yang baru selesai kami kerjakan.
"Rin.. kayaknya kita gak bisa sampe sesuai rencana dehh.. soalnya jalanan macet parah.. belum lagi nanti sholat jumat kan.." ucap Yoni ditengah perjalanan
![](https://img.wattpad.com/cover/126124033-288-k389435.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Wedding Blues (END)
Romansa"apakah dia akan menjadi cinta sejati sekaligus suamiku?" adalah apa yang aku pikirkan setelah menerima lamaran dadakannya malam itu, tapi semakin ku pikirkan semakin aku menjadi takut akan pernikahan. sanggupkah aku menjalani perjalanan menuju kes...