"Rinn.. kita nebeng mobil Retno ampe padang kan??" tanya Deby ketika kami menyeret koper kami ke depan kamar
"Yap.. biar Ivon dan keluarganya nebeng sama Rezka.." jawabku dan kami segera turun ke resto hotel untuk sarapan.
Sesampainya di resto kami tidak menemukan siapa pun yang kami kenal yang akhirnya membuat kami memutuskan untuk menunggu sejenak sambil meminum teh pagi kami. Tak lama kemudian Ivon turun sambil membawa barang yang kurasa cukup untuk tinggal 1 bulan bukan 1 minggu. Setelah mereka bergabung barulah kami memesan sarapan masing-masing. Tak lama kemudian Rezka dan Ferdi pun turun dan bergabung. Saat mereka memesan sarapan mereka Retno dan Sandy serta Rendy pun ikut bergabung sebelum akhirnya Rio dan Fahri ikut bergabung.
Pagi ini menjadi sarapan terakhir kami sebelum akhirnya kami kembali kerumah masing-masing dan kembali ke aktifitas masing-masing. Selesai sarapan aku, Deby, Rio dan Fahri menebeng mobil Retno sampai BIM sedangkan Ivon, Frans dan Leo menebeng mobil Rezka hingga Pekanbaru. Semenjak mereka menikah beberapa tahun yang lalu mereka memutuskan untuk tinggal di Pekanbaru. Dalam perjalanan ke bandara tidak ada hal spesial yang terjadi. Kami memang masih membahas beberapa bahasan tentang tadi malam, namun tak lama kemudian topik berganti dengan pembicaraan laki-laki dan aku kembali menjadi pendengar setia mereka.
Sesampainya di BIM kami segera menurunkan bagasi dan berterima kasih kepada Retno dan Sandy yang rela mengantarkan kami ke bandara dan segera memasuki gerbang check in. Disinilah terjadi suatu keributan. Rio tidak tahu kalau aku akan menaiki maskapai penerbangan Citylink sehingga dia memesan tiket penerbangan Garuda yang menyebabkan dia sedikit kesal. Aku hanya menanggapi hal tersebut dengan santai. Toh hanya berbeda jam penerbangan dan maskapainya kan. Untuk tujuan sama-sama ke Jakarta. Namun sepertinya Rio kembali bertingkah seperti bocah yang menyebalkan. Butuh beberapa menit untuk meyakinkannya untuk tidak bertukar tiket dengan Deby dan akhirnya kami sama-sama menunggu di ruang tunggu umum.
Dia bersikeras untuk menunggu bersamaku di ruang tunggu umum padahal untuk penumpang Garuda sudah disiapkan ruang tunggunya sendiri. Untung saja dia tidak lama-lama menunggu bersamaku karena penerbangan dia lebih cepat 10 menit daripada penerbanganku. Setelah dia pamit untuk naik pesawat aku baru bisa menyenderkan badanku di bangku ruang tunggu. Pasalnya selama menunggu dia terus menerus menasehatiku untuk menaiki Garuda untuk penerbangan selanjutnya yang selalu kubantah karena biaya tiketnya yang mahal.
"Untuk penumpang Citylink dengan nomer penerbangan Q1234 tujuan Jakarta kami memohon maaf atas ketidaknyamanannya karena pesawat kami mengalami kendala sehingga terlambat.. kami mohon maaf dan terima kasih atas perhatiannya" pengumuman tersebut adalah pengumuman yang paling kubenci setelah pengumuman tidak lulus.
"Delay Deb.. ngapain nih??" tanyaku pada Deby yang sedang diam membaca komik onlinenya, sunggu pemandangan yang sangat jarang
"Yaudah tungguin aja.." jawabnya santai. Akhirnya aku mengeluarkan hp kecil yang bertugas untuk menjadi mp3 ku dan mendengarkan musik sambil menunggu pengumuman selanjutnya.
Setelah setengah jam menunggu akhirnya kami bisa boarding juga dan pesawat pun melaju menuju tujuannya. Didalam pesawat aku tertidur diiringi musik yang mengalun di telingaku. Tak terasa akhirnya kami tiba juga di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Kami turun dari pesawat dengan santai, tanpa terbebani apapun, padahal seharusnya hari ini kami kembali masuk kerja, namun kami tidak mau memikirkan hal tersebut dulu. Setelah turun dan melewati banyak koridor, akhirnya kami sampai juga di tempat pengambilan bagasi. Berhubung kami hanya membawa masing-masing 1 koper jadi kami tidak mengambil troli dan menunggu dengan tenang di pinggir conveyer. Beberapa kali kami bercanda sambil menunggu, saling menganggu satu sama lain, namun tak jarang juga kami membantu beberapa ibu-ibu yang kesulitan mengambil bagasi mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Wedding Blues (END)
Lãng mạn"apakah dia akan menjadi cinta sejati sekaligus suamiku?" adalah apa yang aku pikirkan setelah menerima lamaran dadakannya malam itu, tapi semakin ku pikirkan semakin aku menjadi takut akan pernikahan. sanggupkah aku menjalani perjalanan menuju kes...