Bab 27

1.4K 55 0
                                    


Suara itu mengganggu tidurku. Alunan musik OST Ansatsu Kyoushitsu yang kujadikan sebagai ringtone berbunyi tiba-tiba. Saat aku melihat jam di dinding aku sedikit terkejut karena waktu masih dini hari, jam 3 pagi. Dengan malas aku melihat caller id nya dan sedikit takut begitu tahu caller id tersebut dirahasiakan.

"Haloo.." sapaku takut-takut

"Lu memang gak tahu malu ya.. udah gue bilang jauhin Rio.. masih aja lu deketin.. ini peringatan kedua gue sama lu.. ingat baik-baik.." ucapnya yang langsung diputuskannya.

"Dasar gila... siapa sih nelpon malam-malam gini, ngomong gak sopan lagi..." gerutuku sambil kembali berbaring ditempat tidur.

"Rin... cepet bangun udah pagi.. nanti telat kekantor.." panggillan bunda yang begitu kencang seketika itu juga membangunkanku dari tidurku yang tidak nyenyak itu.

Setelah bangun aku langsung bersiap untuk kekantor sebelum Rio datang menjemputku. Setelah rapi aku langsung menuju ruang makan dan langsung menemukan Rio sudah duduk manis di meja makan. Setelah bertukar salam dan sapa sebentar aku duduk disebelahnya dan mulai menyuapkan sarapanku kedalam mulutku. Selesai dengan kegiatan pagi yang itu-itu aja aku langsung diantar kekantor oleh Rio.

Sesampainya dikantor pun kegiatan biasa langsung menyapa. Pekerjaan di kantor akan terasa monoton kalau saja karyawan-karyawannya monoton. Tapi untung saja di divisiku karyawan-karyawannya terkenal heboh dan gila. Ada saja kegilaan yang mereka lakukan demi membuat suasana yang tidak kaku. Pekerjaanku berjalan seperti biasanya, santai tapi memuaskan.

# # #

3 hari ini tidurku tidak bisa nyenyak, ada saja yang menganggu pikiranku. Salah satunya adalah telpon teror itu. Setiap dini hari dia tidak pernah lupa untuk menerorku. Bahkan kini bukan hanya dini hari saja dia menerorku, di siang hari saat aku bekerja pun dia berani menelponku dengan nomer misterius tersebut. Ancamannya memang hanya itu-itu saja, namun entah kenapa aku merasa was-was seakan-akan sesuatu yang besar akan terjadi. Dan hal tersebut membuatku stress.

Hari ini adalah jadwalku mencari gaun pengantin dan gaun-gaun lainnya yang akan digunakan saat acara. Awalnya aku hanya ingin menggunakan 1 gaun saja dengan 1 kebaya. Kebaya akan kugunakan saat ijab qobul sedangkan gaun tersebut akan kugunakan saat resepsinya. Aku ogah berganti baju banyak-banyak, karena selain memakan waktu lama untuk menyesuaikan makeup dan tatanan rambut dengan baju yang akan digunakan aku juga malas untuk terus-terusan mengganti bajuku. Aku hanya ingin pernikahan yang simpel seperti pernikahan Retno, Ivon, dan Merissa kemaren. Namun sayang Rio terus bersikeras kalau aku harus tampil dengan gaun minimal 2 buah. Selain karena nantinya akan banyak orang penting yang datang, dia juga beralasan pernikahan adalah event sakral yang terjadi 1 kali seumur hidup, jadi dia ingin membuatku terlihat cantik bak ratu untuk 1 hari itu. Alasan yang selalu kutolak namun selalu tidak didengar.

"Kamu udah nentuin mau pake gaun kayak gimana? Atau kebaya yang kayak gimana??" tanya Rio saat dia menjemputku di kantor. Hari ini aku kembali bekerja setengah hari

"Udah ada beberapa konsep sih.. cuman nanti liat dulu deh disana adanya yang kayak gimana.." jawabku simple

"Teruss untuk seragam mau dibedain atau gimana?"

"Dibedain gimana nih?? Kemaren bukannya udah sepakat ya untuk seragam kita pake warna putih dan tosca.."

"Maksud mas dibedain gitu yang keluarga mas sama keluarga kamu.." ucapnya semakin membingungkanku.

"Bukannya kalau seragam itu sama semua ya? Atau dari keluarga mas ada yang gak suka warnanya ya?? Kalau emang gak suka ganti aja deh.." ucapku berusaha mengalah

My Wedding Blues (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang