Aku kembali tidak bisa tertidur dengan tenang, cemas memikirkan pertemuan kami nanti. Aku kembali bersiap untuk menghadiri acara selesai jumatan itu. Hatiku sama sekali tidak bisa tenang. Saat sarapan aku kembali mendengarkan wejangan dan cacian dari Retno dan Rezka. Disatu sisi aku bersyukur karena wanitaku memiliki sahabat yang bisa marah untuknya, namun disisi lain aku kesal karena mereka sama sekali tidak memberiku kesempatan untuk menjelaskan kejadian yang sebenarnya.
"Bukannya kami gak mau dengar.. tapi biar Airin duluan yang dengar, karena dia yang lebih butuh itu.." ucap Ivon ketika melihatku mencoba untuk menjelaskan kejadian yang sebenarnya.
Saat kami sedang duduk santai di lokasi acara, hp Deby berdering dan dia langsung mengangkatnya dan meloudspeaker kan sambungan itu.
"Halooo... woyy udah pada di lokasi??" tanya sebuah suara yang sangat kurindukan. Ahhh wanitaku sedang berjalan menuju kesini.
"Udahh.. lu dimana??" tanya Deby sambil memberi kode padaku untuk tetap tenang yang kulakukan dengan susah payah. Jantung ini berdebar dengan sangat keras membuatku tidak bisa hanya duduk diam mendengarkan perbincangan ringan mereka.
"Masih dijalan.. macet cuy..." jawabnya dengan sedikit lemas. Wanitaku kenapa? Apa yang terjadi padanya?
"Lu kenapa?? Lemes amat.. kayak gak ada jiwanya ajaa.." tanya Ivon mewakilkan pertanyaanku.
"Lagi negative cuy.. kali ini serangannya parah..." jawabnya yang langsung membuat seluruh mata melihatku dengan sinar benci dan marah.
"Ku ndak nio kalau ke diacara ini sadih yoo... awas ajaa.." ucap Icha berusaha mencairkan suasana. Sedikit banyak aku mengerti arti kalimat itu.
"Seloww Cak.." ucap wanitaku semakin melemah, membuatku ingin segera memberitahunya kalau aku menemukannya dan membuatnya tidak khawatir lagi.
"Pokoknya gue tunggu yaa.. awas aja kalau lu kabur..." celetuk Deby
"Aman ituu ini lagi dijalan kok... kemungkinan jam 3an lah gue nyampe.. macet parah.. tunggu yaw.."ucapnya sebelum memutuskan sambungan. Sambungan yang mampu memberi sedikit kelegaan pada hidupku.
Tak lama setelah sholat jumat selesai, para tamu mulai berdatangan. Aku memilih untuk mengambil tempat duduk yang sedikit tersembunyi dan memperhatikan sekitar. Mendekati jam 3 aku kembali gelisah, baru kali ini kurasakan penantian yang begitu menyakitkan ini. Aku sudah tidak sabar untuk ketemu dengan wanitaku itu. Setiap 5 menit sekali aku melihat jam dan sekelilingku, hingga akhirnya ketika jam menunjukkan pukul 3 lewat 15 menit aku melihat wanitaku berjalan memasuki area acara dengan sangat cantiknya. Aku tidak bisa mengalihkan perhatianku darinya hingga aku menemukan satu fakta yang mampu membuat jantungku berhenti berdetak. Wajah cantiknya itu kini terlihat lelah dengan kantung mata yang sangat terlihat walaupun dia coba tutupi dengan makeupnya.
"Rin..." panggilku ketika dia sudah turun dari pelaminan untuk berfoto dengan pasangan pengantin itu. Raut lelah dan letihnya terlihat sangat jelas.
"Mas Rio.." gumamnya perlahan dan terdiam di titik itu membuatku datang menghampirinya. Untung saja kini posisi kami sedikit jauh dari kerumunan sehingga tidak menimbulkan kericuhan. Hanya saja aku dapat merasakan tatapan mematikan dari berbagai arah.
"I found you.. so I win the bet, right?" ucapku sambil memegang tangannya, memastikan kalau yang didepanku ini benar-benar wanitaku yang mampu membuatku hidup bagaikan zombie beberapa hari terakhir ini.
"Yeah.. you win.. congratulation for finding me.. but you look horrible... what's wrong??" tanyanya sambil mengusap wajahku perlahan sebelum akhirnya terjatuh lemah dipelukanku. Kalau aku tidak menahannya mungkin dia akan terjatuh ke lantai.
"Rin... rin.." panggilku sambil menahan badannya agar tidak terjatuh
"Bawa ke kamar aja Yo.. dia kurang istirahat akhir-akhir ini... mungkin dia kelelahan.." ucap sebuah suara berat yang sepertinya teman tim proyeknya.
Tidak ingin terjadi apa-apa pada wanitaku, aku mengikuti sarannya dan meminjam satu kamar dari rumah Ojan dan menunggui wanitaku itu hingga sadar. Melihat wajah cerianya kini berubah menjadi sendu dan pucat membuatku menyesal dan merasakan sakit yang tidak pernah kurasakan sebelumnya. Ku genggam tangannya sambil berdoa semoga dia cepat sadar dan menunjukkan senyuman khasnya kembali padaku.
つづく
KAMU SEDANG MEMBACA
My Wedding Blues (END)
Romance"apakah dia akan menjadi cinta sejati sekaligus suamiku?" adalah apa yang aku pikirkan setelah menerima lamaran dadakannya malam itu, tapi semakin ku pikirkan semakin aku menjadi takut akan pernikahan. sanggupkah aku menjalani perjalanan menuju kes...