Bab 49

934 65 4
                                    

Keraguan semakin membuncah dalam hatiku. Banyak kejadian selama tiga hari ini yang semakin membuatku ragu untuk melangkah lebih lanjut. Pertama, telpon misterius itu kembali datang dengan intensitas yang menganggu tidurku. Kedua, pekerjaan di kantor entah kenapa meningkat, aku ditunjuk sebagai coordinator untuk proyek di Pekanbaru minggu depan. Ketiga, Mas Rio kembali berulah, dia mulai sulit dihubungi setiap makan siang dan mulai bisa dihubungi selepas jam kantor. Awalnya aku berpikir positif kalau dia memang sedang sibuk, namun ketika dengan iseng aku menghubungi Fahri, dia bilang Mas Rio sedang senggang dan suka makan siang sendiri di dalam ruangannya.

Kecurigaanku semakin meningkat hari ini ketika menunggunya untuk menjemputku sehingga kami bisa bersama-sama menuju studio foto untuk foto prewedd. Dia sulit sekali dihubungi dan harus beberapa kali menghubunginya lewat Fahri barulah dia menjawab telpon itu.

"Kenapa sih??" tanyanya dengan sensi ketika menjawab telponku

"Kenapa belum datang? Katanya mau bareng-bareng ke studio foto.." jawabku berusaha untuk menahan rasa kesal yang sudah mulai membuncah.

"Oh iyaa.. maaf sayang, tapi kayaknya kamu duluan aja deh dari kantormu, mas masih ada rapat yang harus diselesaikan dulu... selesai rapat mas langsung menuju sana..." ucapnya sebelum mematikan telpon secara sepihak.

"Okeyy fine.. dia mau bikin gue kesel kayak gimana dulu sihh sampai dia puas.." gerutuku sambil memesan taksi online yang akan membawaku ke studio foto yang sudah di pesan oleh Tori-san sebelumnya.

Selama perjalanan menuju studio foto aku terus memikirkan kemungkinan terburuk hari ini. Foto prewedd ini tidak akan kubiarkan terbengkalai begitu saja. Kalau dia sampai tidak datang dan membatalkan secara sepihak janji ini, maka aku akan membatalkan pernikahanku dengannya. Dia pikir dia aja yang bisa main-main dengan perasaan orang, aku juga bisa.

Namun beruntungnya dia datang walaupun terlambat 1 jam. Aku sudah selesai di rias dan memakai kostum untuk sesi foto pertama. Untung saja waktu itu kami sepakat untuk mengambil foto didalam ruangan dengan banyak dekorasi daripada di luar yang bergantung pada matahari dan cuaca. Bergegas dia bersiap-siap dan sesi foto pertama pun dimulai.

Foto prewedd kali ini mengambil 3 tema, 2 tema dengan pakaian adat masing-masing, Mas Rio dengan adat Jawanya, aku dengan adat Minangnya, dan yang terakhir adalah baju bebas bertemakan kencan pertama. Tema 1 dan 2 berjalan cepat karena tidak memerlukan banyak adegan, hanya adegan-adegan klise seperti pegangan tangan, aku memegang bunga di depan wajahku, atau Mas Rio berada di belakangku dengan focus kearah aku atau dia. Tema ketiga pun berlalu sangat cepat, tidak terlalu lama, karena memang kami tidak banyak melakukan skinship yang bisa membuatku hilang kendali.

Setelah 5 jam yang terasa seperti 3 jam itu, akhirnya sesi foto pun selesai. Aku langsung mengganti bajuku dan menunggu Mas Rio di depan studio.

"Maaf ya sayang.. tadi mas bener-bener gak bisa ninggalin kerjaan.. yuk pulangg.. jangan marah ya sayang.." bujuknya ketika menemukanku di loby studio.

"Mas kenapa sih susah banget di hubungi akhir-akhir ini?? Pekerjaan kantor sesibuk itu ya?? Kalau mas bilang kan aku bisa ngertiin.. tapi gak gini caranyaa.." dumelku ketika kami sudah berada didalam mobil. Aku tidak ingin terlihat kekanakan di depan studio, karena aku tahu studio ini milik salah satu temen baiknya Mas Rio.

"Iyaa.. mas yang salah disini... mas minta maaf ya sayang... jangan marah lagi dong.." bujuknya kembali sambil menggenggam tanganku.

"Okeyy.. lain kali kasih kabar ya mas.. Rin gak suka dibuat khawatir.. okeyy.." balasku sambil menggenggam balik tanganya.

"Okey.. mas gak akan mengulanginya lagi yaaa... acara tinggal seminggu lagi, kamu harus happy ya sayang.." ucapnya sebelum menurunkanku di rumah.

つづく

My Wedding Blues (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang