Bab 51

1.1K 86 11
                                    

Sepertinya ruangan Mas Rio di desain untuk menahan suara agar tidak tembus keluar, namun samar-samar aku masih bisa mendengar suara Mba Yuli yang penuh kemarahan. Entah apa yang dilihat oleh Mba Yuli didalam sana hingga akhirnya dia semurka itu. Mba Yuli yang kukenal selama ini tidak akan pernah semarah itu tanpa sebab. Penasaran aku melongokkan kepalaku kedalam untuk melihat keadaan, dan sungguh melanggar janji itu memiliki konsekuensi yang sangat tinggi.

"..Lu tuh yaa Yo.. berapa kali gue bilang jangan sampai lu nyakitin Rin.." suara Mba Yuli terdengar dari sela-sela pintu yang terbuka

".. Gue gak ada niatan kayak gitu yaaa.." bela Mas Rio

"... Tapi dengan kelakuan lu yang kayak gini itu sama aja dengan nyakitin dia.."

".. Untuk apa lu ketemu lagi sama dia yang jelas-jelas udah nyakitin lu.. lu masokis yaa.." bentakan itu semakin kencang.

".. Yul.. gue kesini itu untuk pamitan.." ucap sebuah suara yang sangat menyebalkan. Seperti suara bel yang menyakitkan telinga

"... Alahh gak usah munafik deh lu Kate.. udah paham banget gue sama kelakuan ular lu.. kali ini apa lagi alasan lu hah?? Lu mau nyeret Rio sampai gimana lagi supaya lu tuh puas..."

".. Apa sih maksud lu Yul.. gue gak ngerti.." kini suara menyebalkan itu sedikti melembut, seakan-akan menahan tangis yang ingin keluar.

"... Air mata buaya lu gak mempan di gue Kate... air mata lu Cuma mempan sama buaya lainnya.. dan gue nyangka kalau Rio itu buaya..."

"Yul... gue bisa jelasin semuanyaa... tapii tolong jangan kasih tahu Airin tentang ini semua.. gue gak mau nyakitin diaa.." ucapan dari suara berat itulah yang membuatku melanggar janjiku pada Mba Yuli, dan melongokkan kepalaku kedalam ruangan, yang langsung kusesali saat itu juga.

Ruangan Mas Rio sedikit berantakan dengan bekas makan siang tergeletak begitu saja di atas meja kerjanya. Porsi untuk 2 orang. Kemeja Mas Rio yang sedikit kusut di beberapa bagian akibat tarikan tangan wanita ular itu. Posisi wanita itu yang seakan-akan berlindung di balik badan Mas Rio. Dan sikap Mas Rio yang seperti melindunginya dari amukan Mba Yuli. Semua hal itu sanggup menghancurkan semuanya yang selama ini ku bangun.

"Mbaa.. kita pulang aja yuk.. sepertinya Pak Fario sedang makan siang.. gak enak kalau kita ganggu.... Dan untuk Mba yang lagi bersembunyi itu, terima kasih ya udah nunjukin yang sesungguhnya.. dan selamat sudah mendapatkan apa yang selama ini anda inginkan, anda sudah bisa berhenti menelpon saya kan.. anda sudah mendapatkan apa yang selama ini anda inginkan" ucapku melangkahkan kakiku meninggalkan ruangan itu. Berusaha untuk menekan air mata yang sepertinya akan turun.

"Rin..." cegah tangan besar nan hangat yang aku sukai

"Rin gak mau buat keributan di kantor mas, di tempat dimana cewek itu mengaku sebagai calon istri mas dan aku hanyalah seorang sepupu yang menyusahkan... kita bisa bicarakan ini lebih lanjut kalau mas mau... tapi kalau mas lebih memilih cewek itu dibanding aku, batalkan rencana pernikahan kita mas.. aku capek..." ucapku super dingin dan berusaha untuk melepas cengkeraman tangan itu.

"Mas minta waktumu sebentar bisa? Kita bisa bicarakan ini baik-baik.. semua ini hanyalah salah paham.. Kate hanya meminta waktuku sebentar sebelum minggu depan dia kembali ke Amerika..." balasnya tanpa melepas cengkeraman tangannya

"Mas tahu apa yang membuat ini semua menyakitkan? Ketidak jujuran mas lah yang menyebabkan ini semua menyakitkan... ahh atau ini hanya menyakitkan di aku? Apa ucapan mas selama ini hanya omong kosong belaka??"

"..."

"Tidak bisa jawab yaa... baiklah pikirkan baik-baik apa yang mau mas lakukan... lebih baik putuskan secepatnya sebelum semua ini terlambat... sampaikan salamku pada calon istri mu ya Rio..." ucapku menekankan pada kalimat terakhir sebelum memaksa tangannya untuk melepaskan tanganku dan berjalan cepat menuju lift.

Mba Yuli mengikutiku dalam diamnya. Tidak berkata apapun yang mampu mengusik ketenanganku. Ketenangan yang menghanyutkan.

"Biar gue yang bawa mobilnya.. lu istirahat aja disamping..." ucap Mba Yuli langsung merebut kunci mobil dan bersiap di balik kemudi.

"Lu mau balik ke kantor dengan muka kusut plus berlinang gitu?? Atau mau pulang??" tanya Mba Yuli ketika kami sudah tiba di parkiran mobil.

"Kerjaan gue masih ada mba.... Persiapan untuk proyek Pekan juga belum selesai, sedangkan kami berangkat besok pagi.. harus selesaikan dari sekarang biar minggu depan gak kelimpungan." Jawabku sambil melepaskan seatbelt.

"Yaudah.. tapi cuci muka dulu.. nanti kalau ada yang nanya-nanya biar gue yang urus... lu konsen ke kerjaan aja..."

"Asyiiaappp.." ucapku sedikit meledeknya. Berusaha untuk ceria.

Kami berjalan beriringan menuju ruangan setelah mencuci mukaku terlebih dahulu. Ketika bercermin aku tidak bisa menutupi fakta kalau wajahku sangat berantakan. Aku berusaha untuk menutupinya dengan mengaplikasikan makeup ringan dan berusaha untuk tersenyum.

"Rin... berkas untuk besok udah selesai??" tanya Yoni teman timku untuk proyek besok

"Baru selesai setengahnya Yon.. ini mau gue lanjutin... ada tambahan??" balasku mendatanginya

"Ada sih.. di bagian ini.." ucapnya sambil memberi tambahan data dan membuatku kembali focus dengan pekerjaanku.

つづく

My Wedding Blues (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang