Bab 4

2.9K 112 0
                                    

Akhirnya kami berangkat menuju calon supplier teh yang sebelumnya sudah kami hubungi selepas rapi. Selama perjalanan kami kembali membicarakan apa saja. Selain suara obrolan kami, suara musik juga memenuhi atsmosfir mobil ini. Suasananya sangat menyenangkan. Sesampainya di kebun teh, kami segera bertemu dengan pemiliknya dan membicarakan kontrak. Selain membicarakan kontrak kerja, kami menyempatkan diri untuk berfoto dan ber'drama' di kebun teh tersebut. Selesai dari sana dengan hasil yang memuaskan kami bergerak kembali menuju kebun strawberry dan membuat kontrak disana. Ini pertama kalinya kami membuat kontrak dengan kebun strawberry, karena sebelumnya kami hanya membeli yang ada di pasar. Namun kami sering merasa kecewa dengan barang yang ada di pasar. Sehingga kami memutuskan liburan kali ini kami harus dapat kontrak dengan perusahaan kebun buah. Dan hasilnya memuaskan. Selain kebun strawberry kami juga mendapat kontrak dengan kebun buah lainnya.

Selepas ashar kami baru kembali ke cottage dengan hasil besar. Sejenak melepaskan diri dari lelah yang mendera. Ada yang menonton televisi, ada yang membuka makanan kecil yang kami beli sebelumnya, ada juga yang mengeluarkan semua hasil belanjaan kami dari kemarin ke ruang tengah. Sambil bersantai kami menyortir barang belanjaan kami. Mana yang bersifat pribadi mana yang bersifat umum. Kami menyortir barang sambil memakan bolu ubi yang kemaren kami beli di Bogor dan snack lainnya. Selesai menyortir barang kami kembali memasukkan barang-barang tersebut ke dalam mobil dan bersiap untuk pulang ke Jakarta.

Sambil menunggu adzan magrib kami menyempatkan diri merapihkan cottage tersebut, walaupun sebenarnya ada yang bertugas merapihkan cottage tersebut. Selepas magrib kami langsung melaju menuju Jakarta. Selama perjalanan hanya suara musik yang terdengar dan obrolan lewat ponsel. Sepertinya Frans, suami Ivon mulai tidak sabar menunggu istrinya pulang dan hampir setiap 1 jam sekali menanyakan sudah sampai mana. Ternyata dia dan anaknya, Leo, sudah tiba di Jakarta sore tadi.

"Iya Hun.. ini lagi perjalanan pulang.. iyaa.. kami nanti makan malam juga.. kamu berdua dulu aja yaa sama Leo.." ucap Ivon dengan nada malas. Masalahnya ini sudah telpon ke 4 kalinya sejak perjalanan pulang.

"Iya.. sayang.. mami sebentar lagi nyampe kok.. iya.. mami sama tante Ikun, Deboy, dan Rin.." ucap Ivon lagi yang kuyakini sekarang adalah Leo

"Iya.. selamat malam.." ucapnya memutus sambungan

"Leo udah kangen ya Pong??" tanya Rezka yang duduk disebelahnya

"Iya.." jawabnya agak kikuk. Diantara kami berempat hanya Ivon yang sudah mempunyai momongan

"Itu anaknya apa bapaknya yang kangen?? Tiap jam nelpon..." sindir Deby

"Biasalah Boy.. gak bisa ditinggal barang 1 hari aja.." jawab Ivon dengan santainya dan kami tertawa bersama.

Setelah kami tiba di awal Jakarta hp Rezka kembali berdering.

"Apaan sih Di?? Iyaa..bentar lagi nyampe hotel kok.. iyaa.. ntar dihubungi lagi.." ucap Rezka lalu memutuskan sambungan

"Kenapa lu?? Sensi amat.." sindir Deby

"Biasalah.. overprotective.. semenjak nikah makin over.." keluh Rezka dan kami hanya bisa tersenyum.

"Lu gak ada yang nelpon Boy??" tanyaku ketika tidak ada terdengar lagi dering hp

"Yah.. si Egi mah suka gak peduli gitu sama gue.. jadi dia gak ada nelpon-nelpon.."jawabnya yang mengundang ciee dan wuu dari kami

"Dasar... nyerah lagi wehh... tahun depan dia mau nikah tuh.." ucapanku berhasil mendapat hadiah tepukan 'ringan' dari Deby

"Yaudah... gak ada Egi Fahri pun jadi..." kelitnya

"Mending si Fahri mau sama lu.. ketemu aja gak pernah.." kali ini ucapanku dihadiahi tabokan

"Anarkis banget lu.. gue lagi nyetir nih.." amukku mau menempelengnya tetapi dihentikan oleh Ivon

My Wedding Blues (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang