Besok paginya aku kembali terbangun oleh deringan handphone. Namun kali ini yang membangunkanku adalah alarm yang lupa kumatikan tadi malam. Dengan malas aku mematikan alarm tersebut dan melanjutkan tidurku sebelum dipanggil oleh bunda. Tak lama kemudian bunda mulai membangunkan seisi rumah, dan dengan setengah mengantuk aku bersiap menuju kantor. Selesai bersiap dan sarapan aku langsung melaju menuju kantor.
Sesampainya dikantor tidak ada kejadian luar biasa seperti hari sebelumnya. Semua berjalan seperti biasanya. Rio pun tidak terlalu mengangguku hari ini. Dia hanya memberikan kabar melalui sms atau pun Line dan BBM yang semuanya kubalas. Namun sampai pekerjaanku selesai dia tak kunjung menelponku. Tidak seperti hari sebelumnya yang setiap menit dia menelpon ataupun mengangguku.
Hari ini berlalu begitu saja, tidak ada hal spesial yang terjadi. Semuanya masih dalam tahap normal-normal saja. Bahkan kelewat datar seperti hari-hari biasa ku.
Tak terasa sudah dua minggu berlalu denganku berstatus calon istri. Tidak ada yang berubah diantara kami, paling hanya dia yang semakin hari semakin rajin datang kerumah maupun kekantorku yang sedikit membuat keributan karena teman-teman 1 divisiku masih belum menerimanya dengan alasan yang tidak mau kuketahui. Kejadian malam itu dimana dia diam saat mengantarku pulang pun sudah hilang entah kemana, karena 2 hari setelahnya dia kembali menjadi Rio yang menyebalkan. Dan pengetahuan dia tentangku bertambah. Kuasumsikan bahwa seharian sebelumnya dia mencari tahu tentangku. Entahlah.. hanya orang yang berkuasa yang mau melakukan sesuatu yang merepotkan seperti itu.
Hari ini adalah waktuku untuk mencari EO yang mau menangani pernikahan kami. Ya... aku mulai membiasakan diri dengan sebutan kami. Selesai mandi aku menunggu Rio di ruang tv bersama Dina yang mulai merasakan sibuknya tahun akhir. Berhubung hari ini adalah hari sabtu maka aku berencana untuk mampir ke caffe setelah mencari EO.
Lebih dari 20 menit aku menunggu Rio yang janjinya akan menjemputku namun sampai sekarang belum muncul juga. Ku Line dan BM tapi tetap tidak di readnya. Menyebalkan. Untuk mengurangi rasa kesal, aku berjalan menuju kulkas dan mengambil es krim yang selalu kusimpan disana dan memakannya di depan tv.
"Kenapa makan es krim pagi-pagi??" tanya sebuah suara dari arah belakangku yang membuatku sedikit terlonjak
"Gak apa-apa kok.. lagi pengen aja.." jawabku acuh tanpa mengalihkan perhatianku ke tv
"Maaf ya telat... tadi tiba-tiba si Fahri datang dan membawa setumpuk berkas yang harus kutandatangani saat itu juga.." ucapnya meminta maaf sambil memeluk leherku dari belakang.
"Oke.. gak apa-apa kok.. aku jadi sempet nonton sesuatu yang menyegarkan mata.." ucapku sambil berdiri yang otomatis melepas rangkulannya dan itu membuatku lega.
"Jadi kan??" tanyanya saat melihatku berjalan menuju dapur
"Jadi kok.. tunggu bentar ya.. mau cuci tangan dulu.." seruku dari dapur sambil mencuci tangan dan mulutku yang sedikit belepotan es krim tadi.
"Ngapain cuci tangan??" tanyanya ketika aku sudah kembali ke ruang tv dan melihat dia sedang mengutak-atik channel
"Tadi abis makan es krim dan beberapa kena tangan, jadi lengket.. kamu ngapain ngutak-ngatik channelnya??" tanyaku bingung
"Mau mencari yang menyegarkan mata tadi.." jawabnya dengan nada dingin dan itu membuatku sedikit terbatuk, untuk menutupi tawaku
"Ayoklah.. ntar keburu siang.." ucapku setelah tawaku mereda sambil menariknya berdiri dari sofa
KAMU SEDANG MEMBACA
My Wedding Blues (END)
Romantik"apakah dia akan menjadi cinta sejati sekaligus suamiku?" adalah apa yang aku pikirkan setelah menerima lamaran dadakannya malam itu, tapi semakin ku pikirkan semakin aku menjadi takut akan pernikahan. sanggupkah aku menjalani perjalanan menuju kes...