Perlahan aku membuka mataku dan menatap langit-langit yang sangat asing itu.
"Rin.. kamu udah bangun??" tanya sebuah suara membuatku menggerakkan kepalaku menuju sumber suara itu.
"Mas Rio??" tanyaku seperti orang bodoh. Sepertinya efek lain dari memaksakan diri adalah menurunnya tingkat kecerdasanku.
"Airin.. akhirnya kamu sadar jugaa.." ucapnya senang sambil memelukku. Membuatku sekali lagi membeku.
"Ini dimana mas??" tanyaku setelah melepaskan pelukannya yang kaku itu.
"Rumah sakit terdekat dari acara Ica dan Ojan.." jawabnya kembali menggenggam tanganku
"Rumah sakit?? Memangnya Rin sakit??" kembali aku bertanya seperti orang bodoh.
"Kamu demam, malnutrisi, dan kelelahan.. apa yang kamu lakukan sampai seperti ini?? Mau sampai kapan kamu nyiksa mas?? Sampai kamu puas??" jawabnya sedikit marah
"Lahh kok malah mas yang marah?? Harusnya Rin yang marah.. harusnya Rin yang minta penjelasan.. kenapa jadi mas yang marah-marah.." balasku tidak terima di marahinya
"Nahh itu udah tahu.. bisa kan nanya baik-baik, minta penjelasan baik-baik.. gak perlu pake acara kabur-kabur kayak gini.. mending kalau kamu kabur tanpa nyiksa diri kayak gini... ini malah nyiksa diri gak jelas.." balasnya yang semakin membuatku naik pitam
"Kok jadi mas yang nyalahin aku?? Aku kayak gini kan karena mas yang gak mau jujur dari awal... pas aku nanya juga gak mas jawab jujur kan.. lagian siapa juga yang mau nyiksa diri.. aku kayak gini kan karena mas juga.." balasku semakin menaikkan suaraku.
"Bukan mau nyalahin.. sabtu pagi itu mas mau kerumah kamu buat jelasin semuanya, tapi kamu malah milih kabur.. gak bisa apa tunggu beberapa jam aja.."
"Gak.. pesawat Rin jam 8, gak bisa nunggu lama-lama.." ucapku memutus omelannya
"Hmmpphh.. hahahahahha..." tawanya langsung lepas begitu saja tanpa bisa ditahan.
"Kok malah ketawa sihhh..." geramku kesal
"Hahahaha.. maaf maaf sayang.. abisnya kamu lucu sihh.. coba kalau kamu marah-marah kayak gini dari awal kan mas jadi tahu apa yang ada di otak kamu ituu.." ucapnya sambil mengusap pelan wajahku yang sedang tertekuk kesal.
"Maaf ya sayang.. semuanya ada penjelasaannya kok.. kamu mau denger sekarang atau gimana???" tanyanya lagi ketika aku masih setia dengan kekesalanku.
"Sekarang.. dan dengan jelas tanpa ada yang ditutup-tutupi.." jawabku singkat. Dia memindahkan posisinya dari duduk dikursi menjadi di kasurku dan menghadap lurus kemataku. Membuatku sedikit salah tingkah.
"Mas melakukan semuanya untuk mengalihkan perhatiannya dari kamu... supaya kamu dan teman-temanmu tidak disakiti oleh dia.. mas tahu seberapa maniaknya dia terhadap mas, maka dari itu mas ikuti permainannya dengan harapan dia bisa melupakan kamu dan bisa mas bereskan dengan cepat... tapi ternyata dia lebih unggul dari mas sehingga beberapa kali kamu harus tersakiti... hal itu membuat mas sedikit buru-buru dan kembali membuatmu sakit.. maaf yaa.." ucapnya setelah menjelaskan secara panjang kali lebar sama dengan luas semua perbuatan dia sejak kejadian di Sawahlunto waktu itu.
"Kenapa gak bilang dari awal sih mas.. kan Rin jadi bisa bantuin jugaa..." dumelku tidak terima
"Kalau kayak gitu nanti dia bisa curiga dan kamu bisa lebih bahaya nantinya.. mas gak mau kamu kenapa-napa..." ucapnya memelan sambil mengusap pelan wajah ku dengan tangan satunya dan yang satunya terus menggenggam tanganku. Membuatku semakin salah tingkah
"Tapi.."
"Iyaa.. tapi dengan begitu malah mas yang nyakitin kamu kan?? Hal itulah yang diluar prediksi mas.." ucapnya memotong protesan lebih lanjut dariku.
"Saat ini mungkin teman-teman mas yang lain udah menyelesaikan masalahnya.... Kate berhak menerima ganjaran atas semua tindakannya.. kamu udah bisa tenang karena dia gak bakalan ganggu kamu atau hubungan kita lagi..." ucapnya semakin manis, membuatku hampir meleleh.
"Kita lanjutkan ya Rin.. mas mohon jangan tinggalkan mas lagi, sudah cukup kamu membuat hidup mas berantakan beberapa hari terakhir ini..." pintanya sambil mendekatkan dirinya hingga kening kami saling beradu.
"Mas berantakan?? Mas tersiksa ketika Rin gak ada??" tanyaku kembali menjadi orang bodoh akibat jantung yang berdebar sangat keras ini.
"Perlu diperjelas lagi Rin??" tanyanya secara retorik sambil memberi jarak pada wajah kami agar aku bisa meneliti wajahnya. Wajah yang dulu sangat tampan kini terlihat sangat berantakan, kulit kering, mata panda, kantung mata yang besar, dan pipi yang sedikit tirus membuktikan ucapannya.
"Maaf mas..." ucapku pelan sambil menundukkan wajahku menahan air mata agar tidak keluar. Air mata bahagia karena merasa dicintai sebesar itu.
Tiba-tiba Mas Rio memelukku dengan sangat erat dan membiarkanku menangis dibahunya. Beberapa menit berlalu sebelum akhirnya Mas Rio melepaskan pelukannya dan kembali menyatukan kening kami kembali.
"Akhirnya aku menemukanmu Rin... wanita yang mampu membuatku jatuh begitu dalam tanpa usaha berlebih, mampu membuatku kehilangan arah ketika kehilanganmu, dan juga wanita yang mampu membuatku begitu bahagia hanya dengan berada disisiku... sekali lagi aku ingin memintamu Airin Hermawan.. mau kah kamu menikah denganku wahai wanitaku?" ucapnya begitu lembut dan penuh cinta.
"Uhm.." aku hanya bisa menganggukkan kepala tanda setuju pada lamarannya. Memang bukan lamaran yang selalu diidam-idamkan para wanita kebanyakan. Mana ada sih yang mau dilamar di kamar rumah sakit, penuh dengan bau alcohol dan antiseptic, tangan diinfus, baju rumah sakit dan segala kekurangan lainnya. Namun lamaran ini adalah lamaran terindah yang bisa kuminta darinya. Dibandingkan dengan lamaran tiba-tibanya waktu itu, jelas lamaran kali ini lebih indah dan manis.
"Thank you my sweetheart.." ucapnya sebelum akhirnya menciumku dan momen itu berakhir ketika teman-temanku menerobos masuk sambil bersorak alay.
Tamat
Fin
おわり
Minna-san...YEAYYYY Akhirnya My Wedding Blues Tamat jugaaa....Terima kasih untuk dukungan dan saran serta kritikan minna-san selama ini yaa...
Ps : Mau update Epilog dan Bonus Chapter tidak???
KAMU SEDANG MEMBACA
My Wedding Blues (END)
Romansa"apakah dia akan menjadi cinta sejati sekaligus suamiku?" adalah apa yang aku pikirkan setelah menerima lamaran dadakannya malam itu, tapi semakin ku pikirkan semakin aku menjadi takut akan pernikahan. sanggupkah aku menjalani perjalanan menuju kes...