Nada dering yang memekakkan telinga itu kembali terdengar di dini hari. Merusak kenyamanan tidurku dan keindahan mimpiku. Setengah sadar aku meraih hp yang sedang ku chas di meja kecil disamping tempat tidur tempat dimana aku selalu menaruh benda kecil serbaguna itu dan menggeser tanda hijau di layar.
"Batalkan pernikahan lu atau lu akan bener-bener terluka" ucap nya mengancamku dengan nada super dingin. Nada seorang psikopat yang sudah menentukan bagaimana cara membunuh mangsanya. Nada yang membuatku langsung terbangun dengan keringat dingin mengucur di punggung.
Tidak pernah sekalipun aku berpikir bahwa pernikahanku nanti akan membawa sengsara atau pun kesedihan pada pihak lainnya. Pihak manapun, bahkan tidak pernah terpikirkan olehku kalau aku akan tersakiti pada jalan menuju pernikahan. Mungkin ini adalah cara Tuhan untuk memberitahuku bahwa dia bukan untukku? Mungkin ini cara Tuhan untuk membuatku kembali berpikir? Tapi jauh didalam hatiku aku tidak rela untuk melepas dia. Aku tidak rela kalau kebaikannya dan semua keposesifannya dimiliki oleh orang lain selain diriku.
Setelah mengangkat telpon misterius aneh itu aku tidak bisa kembali tidur yang membuat emosiku tidak stabil. Dari pagi aku tidak memperdulikan semua pesan-pesan yang diberikan oleh Mas Rio. Bahkan aku pergi sendiri mengantar Rei tanpa menunggunya menjemputku seperti biasanya. Aku ingin mengambil jarak terlebih dahulu sebelum benar-benar memutuskan yang terbaik.
Seharian ini aku benar-benar mengacuhkannya. Tidak menjawab pesan-pesannya, tidak menjawab panggilannya, bahkan aku mengacuhkan Mba Yuli dan Kak Putra ketika mereka berusaha untuk mengajakku berbicara mengenai Mas Rio. Bukannya aku marah, hanya saja aku sedang memantapkan hati akan pilihan yang akan aku pilih.
"Rinn.. " panggil Mba Yuli yang sekali lagi kuacuhkan.
"Oh ayolahh Rin.. yang salah itu Rio.. kenapa mba juga ikutan kamu abaikan?? Tugas kamu masih banyak nihh.. seharian ini kamu cuma bengong aja.. gak kayak Rin yang mba kenal.." omel Mba Yuli di depan kubikelku sambil menaruh berkas-berkas yang seharusnya kukerjakan hari ini.
"Maaf deh mbaa.. abisnya temen mba yang satu itu nyebelin banget.. kalau emang masih sayang sama mantan ya bilang ajaa.. gak usah deketin Rin kalau masih mau sama mantan.." jawabku setengan mendumel sambil menerima berkas tersebut.
"Udahh besok aja kamu kerjakan.. udah waktunya pulang jugaa.." ucap Mba Yuli sambil menaruh berkas-berkas tersebut disamping komputerku.
"Okelahh.. aku juga harus jemput Rei di rumah temannya.." balasku dan kami turun bersama menuju lobi.
Sesampainya di lobi aku melihat sesosok yang belakangan ini menganggu kedamaian pikiran dan hatiku. Mas Rio sedang berdiri mengobrol dengan Kak Putra dan Yuda di lobi. Dilihat dari raut wajahnya, sepertinya dia tidak tahu kalau aku tahu kegiatan dia kemarin. Dengan cuek aku berjalan melewatinya menuju parkiran dimana mobilku terparkir pagi ini.
"Rin.. kok kamu bawa mobil sih?? Kan udah pernah mas bilang kalau mas yang akan antar jemput kamu.." ucap Mas Rio begitu berhasil menyusulku.
"Mas kan dari kemarin Rin hubungi gak ngasih kabar.. Rin pikir mas hari ini masih sibuk.. jadi lebih baik kalau Rin bawa mobil sendiri kan.."balasku dengan nada sarkas.
"Mas mau minta maaf soal kemarin.. tapi kamu setiap di telpon gak pernah mau ngangkat.. kemana aja kamu seharian ini??" tanyanya sedikit kesal. Kok malah dia yang kesal. Sungguh aku tidak mengerti.
"Seharian banyak kerjaan.. jadi gak megang hp.." jawabku sambil lalu kemudian langsung menghidupkan mesin mobil.
"Udahlah ya mas.. Rin mau jemput Rei dulu di rumah temennya..keburu kesorean.." ucapku langsung melajukan mobilku meninggalkan pelataran parkir dan Mas Rio yang sepertinya tertegun dengan sikap dinginku itu.
Selama perjalanan aku mendengarkan radio untuk menemani perjalanan setengah macetku. Untung saja rumah temannya Rei itu bukan berada di arus balik sehingga tidak terlalu macet. Pertengahan jalan aku baru menyadari ada sebuah mobil yang mengikutiku dibelakang. Ku sangsikan itu adalah mobil Mas Rio entah yang mana. Berusaha untuk tidak memperdulikan mobil itu, aku kembali melajukan mobilku menuju rumah teman Rei.
"Assalamualaikum.." seruku dari luar rumah teman Rei itu.
"Waalaikumsalam... Reii tantenya udah datang.." balas sorang wanita dari dalam rumah.
Tak lama kemudian Rei keluar rumah tersebut bersama seorang perempuan dan laki-laki seumuran mereka.
"Aunt.. kenalin.. mereka Rina dan Tono.. temen Rei di sekolah.. ini rumahnya Rina.. sedangkan Tono mau nebeng pulang sama kita.. boleh??" Tanya Rei dengan wajah penuh harap. Sepertinya mereka berdua adalah sahabat pertama Rei di sekolahnya
"Boleh dong.. memangnya rumah Tono dimana??" tanyaku sambil mengelus pelan rambut Rei.
"Di cluster Cemara tante.." jawab Tono sedikti malu-malu.
"Ahh.. satu perumahan berarti yaa.. boleh banget kalau itu... tapi gimana kalau kita makan malam dulu.." tawarku ketika kami sudah berada didalam mobil.
"Makan di café yang waktu itu Aunt??" Tanya Rei yang mengambil posisi disebelahku sedangkan Tono dibelakang.
"Iyaa.. kebetulan Aunt juga lagi ada urusan disana.. gimana?? Tono udah ngasih kabar ke orang rumah kalau bakalan pulang sama Tante??"
"Sudah Tante.. tadi Tono udah nelpon rumah dan diizinkan.."
"Okee.. kalau gitu kita makan malam dulu abis itu baru pulang.. karena kalau pulang sekarang nanti kita kelaparan di jalan.." ucapku setengah bergurau dan dibalas tawa renyah oleh mereka.
つづく
KAMU SEDANG MEMBACA
My Wedding Blues (END)
Romance"apakah dia akan menjadi cinta sejati sekaligus suamiku?" adalah apa yang aku pikirkan setelah menerima lamaran dadakannya malam itu, tapi semakin ku pikirkan semakin aku menjadi takut akan pernikahan. sanggupkah aku menjalani perjalanan menuju kes...