4 : CHARLOTTA SMITH

760 79 5
                                    

MANHATTAN BRIDGE HIGH SCHOOL

CHARLOTTA SMITH

"Pantas saja kau tidak masuk, kupikir kau akan melewatkan ujian ini!" pekik Marie dengan nada tak percaya setelah mendengar kenyataan kalau dirinya diskors selama satu semester untuk pindah di kelas A yang sangat menyebalkan itu.

Anna melenguh pada kentang gorengnya, "seharusnya kau bilang saja kalau rencana itu bukan darimu."

"Mana mungkin bisa, Anna. Semua orang tahu kalau aku adalah si jahil dari yang jahil," balas Charlotta sambil menyedot milkshake cokelatnya di pojok kantin yang ramai. Istirahat berlangsung beberapa menit yang lalu, setelah bertemu Marie dan Anna, teman dekatnya dari kelas E, ia langsung menceritakan kejadian pagi tadi ketika Marcus menyeretnya masuk ke kelas A tanpa negosiasi apapun.

"Tapi hukuman macam apa itu?! Kau tahu kelas A bukanlah kelas yang cocok untukmu. Semua orang tahu kemampuan otakmu," sambar Marie masih dengan nada tak percayanya yang meninggi.

"Aku tidak tahu kenapa mereka memberikanku hukuman ini, tapi yang pasti ketika Marcus mengatakan kalau ini adalah hukuman terakhirku, aku takut, aku tidak memiliki hukuman lainnya lagi."

"Maksudmu?" tanya Anna.

Charlotta mengangkat wajah menatap kedua temannya yang bingung.

"Tidak ada hukuman lainnya, artinya, ini adalah hukuman terakhirku atau aku dikeluarkan dari sekolah."

"Apa?"

"Demi Neptunus, apa-apaan dengan Marcus ini!"

"Sepertinya Marcus benar. Aku sudah keterlaluan," sela Charlotta santai.

"Tidak bisa. Ms. Frose itu berlebihan, kau tahu wanita itu sendiri yang terlalu bodoh tidak bisa membedakan mana susu sapi dan kambing. Salah dia kenapa bisa meminum susu pemberian kita dengan sembarangan!" bela Marie tak mau kalah tanpa melihat kalau sebenarnya kalimat yang meluncur dari mulutnya sepenuhnya merupakan kesalahan.

"Eh, Marie, secara teknis, kau harus mengerti. Penjahil seperti kita adalah orang yang selalu salah. Kau harus terima itu," ungkap Charlotta membenarkan gagasannya. Anna mengangguk ragu sambil terkekeh, menjilat saus dari telunjuknya.

"Aku tahu, aku hanya sedikit tidak terima kenapa kau harus duduk di kelas membosankan itu."

"Terlebih Karry Wang," ujar Anna tiba-tiba, seakan mengingatkan Charlotta pada hal yang paling ia benci dari segala hukumannya hari ini.

"Oh dear, kau benar, Karry! Bagaimana dengannya? Apakah dia mengatakan sesuatu padamu?" tanya Marie yang terpengarah penasaran.

Charlotta tak menjawab, pikirannya bergerak mundur ketika mengingat wajah cowok itu tetap menunduk di tempatnya, seakan tidak merasakan keberadaan dirinya ketika membanting kursi ke belakang.

"Dia diam saja," singkat CS tak ingin memperpanjang topik Karry Wang bertebaran dalam ingatannya.

Kejadian masa lalu, sudah cukup untuk menjadi batas hubungannya dengan cowok itu sebagai teman sekolah. Ia tidak ingin berurusan atau berhubungan dengan orang-orang sepertinya lagi. Orang kaya memang selalu sombong, selalu. Dan itu, menyusahkan hidupnya yang tidak beruntung bisa memanjakan uang seperti mereka.

"Sudahlah, lupakan Karry Wang, aku tidak ingin membahasnya. Yang terpenting sekarang, aku harus mencari uang tambahan untukku membayar uang kuliah tahun depan."

Anna terpengarah mendengar nada bicaranya yang begitu yakin. "Kau serius? Tapi, rencana kita untuk menjahili Kepala Sekolah, bagaimana?"

"Yang benar saja, Anna. Aku akan dikeluarkan dari sekolah, lagi pula, Marcus benar. Aku harus berubah menjadi dewasa sebelum waktunya. Aku harus sadar, aku butuh orang tuaku untuk mengajariku banyak hal pada aku yang masih belum tahu apa-apa ini. Aku ingin bertemu mereka, aku ingin mencari mereka, maka itu aku harus mengumpulkan banyak uang!"seru Charlotta.

"Tapi di mana kau akan mencarinya, CS? Ini New York. Kota ini begitu luas untuk kau jelajahi sendiri. Berapa lama waktu yang akan kau habiskan melakukan pencarian, huh? Setahun? Sepuluh tahun? Bagaimana jika orang tuamu sebenarnya sudah meninggal? Bukankah itu hanya membuang waktumu saja?"

Marie benar. Bagaimana jika apa yang ia lakukan selama ini sia-sia? Seorang yatim piatu memang seharusnya pisah dari orang tuanya. Itu sebabnya kenapa ia yatim piatu, karena orang tuanya tidak ingin ada di dekatnya.

"Tapi aku ingin mencobanya," lirih Charlotta mendadak merasakan getir pada kalimatnya. Buih-buih di dalam milkshake itu dipandangnya lamat-lamat, seakan berharap mereka memberi jawaban kalau ia butuh dukungan. Ia ingin mencari orang tuanya, tak masalah jika mereka tidak ditemukan, tapi setidaknya, ia ingin mencobanya.

"Aku hanya ingin merasa normal ketika memiliki mereka dalam hidupku, itu saja."

***

Revisi hari ini. Maaf ya, untuk yang versi lama masih kurang memuaskan untukku. Terima kasih sudah mampir, jangan lupa untuk votesnya ya! Thanks you!

The Prince's Girlfriend (Re-Work)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang