57 : MAKAN MALAM JACKSON

362 38 1
                                    

CROWN GARDEN
MAKAN MALAM JACKSON

Alunan fur elise mengalir lembut di sekitar ruang makan yang sangat luas itu. Jackson tak henti-hentinya tersenyum ketika meladeni ucapan atau sekedar pujian-pujian manis dari Natalie. Berkala menjadi artis di negri orang, membuat Jackson menjadi sosok istimewa. Di saat yang lain memilih jurusan bisnis atau bahasa untuk mempelajari teknik industri dan mengambil alih perdagangan, Jackson justru sangat tertarik pada seni. Kepintarannya dalam menari dan bernyanyi menjadikannya jauh dari kapitalisme tradisi tujuh turunan keluarga kaya itu.

Walaupun Wiliam Han sangat kaya, tapi tradisi keluarga Han tidak seketat Young atau Shang dari ketujuh turunan itu. Hanya Han dan Wang yang sudah sedikit tercampur tradisinya dengan dunia luar. Beberapa peraturan yang menurutnya terlalu kuno, sudah dihapuskan. Maka itu membuat Jackson Han menjadi leluasa untuk memilih jalur hidupnya tanpa memikirkan tanggungjawab dari ayahnya pengusaha industri terkenal di seluruh Tiongkok dan Taiwan. Jackson selalu tertutup untuk masalah privasi keluarga dan para kerabat dari keturunan super kaya itu. Ia tidak ingin para penggemarnya jadi salah paham mengenai kaum artis yang terselubung dalam umat kapitalis semacam keluarganya. Maka, Jackson selalu cerdik untuk mengakali beberapa hal di depan umum.

"Aku sangat senang kau tidak keberatan. Cindy, mungkin kau bisa menemani Karry akhir-akhir ini karena Charlotta sedang bersama Jackson untuk sementara waktu. Bukan begitu, Karry?" Suara Natalie menerjang pendengaran keempat putra putri di tengah meja perjamuan itu. Yang disebut namanya sempat saling pandang sejenak. Tapi Jackson melihat Karry hanya menatap sekilas ke arah Cindy yang termangu.

"Aku ada kegiatan lain, Mom. Jangan berkata seolah kau bisa mengaturku," kata Karry dingin.

Dari tempat duduknya, Natalie menjatuhkan pisau garpunya ke piring dengan suara keras. Suara nyaring melengking tajam, Jackson melipat bibir, merasa kata-kata Karry terlalu pedas.

"Aku ibumu. Tentu aku bisa mengaturmu," sahut Natalie tegas.

Karry terlihat tetap memotong steiknya dengan tenang. Di sebelahnya, Charlotta yang memakai gaun makan malam sederhana mengamati keadaan dengan takut. Ia melirik dirinya sesekali, tapi kemudian beralih ke arah mata Natalie yang menatapnya tajam.

"Terserah apa katamu," balas Karry lagi lebih dingin. Dalam hati, Jackson bertepuk tangan. Ia menahan senyum lebarnya untuk tidak mendesah hebat melihat Karry bisa melawan ibunya yang super galak itu dengan cuek. Berganti, kali ini Cindy angkat suara memecah suasana.

"Bibi, tidak masalah. Kalau Karry tidak sempat aku juga tidak memaksanya."

Bagus. Cindy memang ular berbisa yang sangat berbahaya. Setiap ucapannya tadi terasa sangat asing. Kalimat itu seperti bukan meluncur darinya. Cindy yang licik ketika malam itu, Cindy yang cemburu berdarah dingin, bisa dengan cepat berubah seperti bunglon untuk memperbaiki suasan, memutarkan segala ketidakmungkinan menjadi mungkin dan pasti.

"Bibi, bagaimana kalau sesekali kuajak Karry dan Cindy ikut berlatih bersama? Yah, tentu kalau mereka juga sedang senggang," alih Jackson berusaha mencairkan suasana. Sudah biasa bagi Jackson melihat Natalie yang mengomel. Hari-hari kecilnya waktu dulu adalah pendekatan batin di antara ketiga keluarga. Jadi hal semacam ini ia sudah sangat maklum.

Natalie sempat meluluhkan omelannya, beralih mengambil pisau garpunya lagi. Berhasil, suasana kembali menghangat. Hal-hal semacam ini memang seperti menjadi tugas Jackson.

"Jackson, kurasa kita harus mengobrol. Dan mengenai pesta dansa, Charlotta Smith, kuharap kau banyak belajar karena kali ini, kau adalah sorotan utama dari setiap keluarga yang akan datang," nada suara Natalie tidak terdengar mencela, tapi sedikit menuntut. Charlotta yang sedang menyesap air putih seketika mendelik pelan lalu mengangguk patuh.

"Baik, bibi. Aku mengerti," jawabnya pelan sedikit menunduk. Jackson ingin tertawa melihat sikap takut itu. Sangat berbeda dari Charlotta yang tadi siang mengobrol bersamanya.

Kemudian ketika makan malam beranjak selesai, Karry dan Charlotta kembali ke ruangannya bersama, sedangkam Cindy berlalu ke sayap kanan. Jackson sempat melihat tatapan kilat dari gadis itu ketika mengamati langkah Charlotta dan Karry berlalu dengan memberi punggung. Tak lama dari situ, pundak Jackson langsung direnggut Natalie, menuntunnya ke ruang tamu yang sepi tanpa pengawal. Jackson mulai merasa ganjil terlebih ketika wanita itu ingin mengobrol. Dan ternyata, obrolan itu sangat privasi.

"Aku tahu kau seharusnya tidak kumasukkan dalam campur tangan perjodohan antara Cindy dan Karry, tapi, apakah menurutmu Karry benar-benar menyukai Charlotta? Kau tahu, kau adalah orang kedua setelah Ryu yang kutanya mengenai perasaan anakku sendiri," kata Natalie sesudah duduk di sofa satu kursi berselimut beludru krem mewah. Jackson ingin sekali menyeringai, tapi ia menahan itu semua.

"Maafkan aku, tapi benarkah kau tidak mengetahui perasaan anakmu sendiri? Aku tahu Karry memang bukan seorang yang suka mencurahkan isi hatinya pada orang, tapi.. kau ibunya."

Mata wanita itu menatap muram. Jackson seharusnya tahu, Karry memang tidak pernah terlalu akrab dengan ibunya. Keinginan Karry waktu kecil selalu dikekang dan diatur-atur. Kalau Jackson jadi Karry, ia juga tidak ingin kebebasannya direnggut. Karena di dalam kehidupan keluarga ini, kebebasan adalah harta karun pertama.

"Kau tahu kami tidak pernah akrab. Bahkan.. aku iri pada Charlotta sebenarnya kalau Karry benar-benar menyukainya," jawab Natalie setengah sedih.

Jackson menumpangkan satu kakinya, kemudian, "boleh aku dengar pendapat Ryu mengenai perasaan Karry?" Ia sedikit melambatkan kalimatnya.

Wanita itu tidak menjawab langsung. Memberi jeda seakan ingin mengingat atau tidak ingin mengingat jawabannya.

"Ryu.. dia berpendapat, kalau Karry memang menyukainya."

"Hanya itu? Tanpa ada alasan yang spesifik?"

"Kurasa aku harus memintamu untuk hal itu," kata Natalie menatapnya.

Jackson menghela napas pelan. Ternyata ini tujuan obrolannya. Sudah biasa, Jackson paham mengenai hal-hal ini. Perannya adalah pembantu masalah. Dan dia tidak pernah keberatan karena dalam hati ia juga sedikit penasaran.

Seumur-umur, baru kali ini Jackson melihat Karry sendiri yang meminta seorang gadis untuk menuruti keinginan konyolnya demi membasmi keinginan keluarga bahkan ayahnya. Padahal, Karry anak yang patuh untuk tahun sebelum mereka bertemu waktu itu. Tapi sepertinya, perlahan-lahan, pangeran emas itu ingin memberontak.

Tapi, apakah benar-benar ingin memberontak jika resikonya tinggi? Kalau dipikir lagi, Karry sudah membohongi semua orang atas hubungan itu. Bahkan melibatkan Charlotta dan bertaruh dengan cek. Apakah Karry benar-benar melakukan itu untuk memberontak? Jika iya, berarti Karry sangat-sangat muak dengan keluarganya.

Jackson memutar otak. Dalam hati, muncul kemungkinan lainnya.

Perawakan Charlotta memang sederhana, dan gadis itu kelihatannya tidak berminat pada uang atau kekayaannya. Terlebih, tujuan utama gadis itu adalah mencari orangtuanya. Mimpinya besar, tidak mungkin menyangkutpautkan dengan perasaan.

Lalu, bagaimana jika sebenarnya Karry menyukai Charlotta?

Bagaimana jika Karry hanya malu mengakui itu?

Tapi jika itu benar, bagaimana bisa seorang Pangeran dingin sepertinya meluluhkan hatinya kepada seorang gadis biasa seperti Charlotta?

***
Pembaca yg baik hati mohon votesnya ya. Terima kasih hehe. Di tunggu part selanjutnya ya^^

The Prince's Girlfriend (Re-Work)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang