19 : CINDY YOUNG

421 40 0
                                    

Aku memang mempermainkannya. Ayolah, kenakalan anak laki-laki memang begitu, bukan? Suka mempermainkan perasaan anak perempuan? Lagi pula, itu kan kami masih kecil, dosa apa jika aku masih belum mengerti apa-apa tentang cinta?

Cindy menghempaskan tubuhnya di kursi sofa di kamarnya. Memandang langit-langit tinggi itu sambil menerka nada mana yang bisa ia percaya. Suara rendah Karry dalam benaknya seakan-akan ingin membuatnya marah. Apa arti itu? Apakah ia ingin menantangi perasaannya yang sebenarnya?

Sial, kenapa ia selalu merasa tidak peduli stratanya direndahkan oleh Karry padahal mengenai perasaan, ia selalu mudah tersinggung. Terlebih lagi. . . pada Charlotta. Ia kalah dengan gadis rendahahan itu? Cindy Young seorang strata dari model Paris yang sangat berpendidikan bisa kalah dari seorang Charlotta Smith yang sama sekali tidak menempuh pendidikan atau kemewahan yang bisa diadu, yang benar saja?

Cindy mendidih. Tanpa sadar tangannya sudah terkepal, dan mata berair.

Mempermainkanku. . .tidak, Karry tidak pernah mempermainkan siapapun. Aku tahu jelas dia dari dulu. Terlebih Jackson pernah mengatakan padaku kalau Karry menyukaiku. Tidak mungkin. . . kalau iya, apa karena gadis petani itu Karry bisa beralih dariku? Kalau iya, apa yang bisa membuat gadis itu memenangi hatinya? Dia punya apa?

Dengan penuh cekatan, ia meraih tas tangan Prada keluaran tahun 1998-nya yang penuh dengan manik-manik pemata di kainnya lalu mengambil ponsel, menelepon seseorang.

Setelah nada sambung diangkat, ia langsung menyambar. "Jackson, apa benar Karry dulu berbohong soal perasaannya padaku? Tidak, kan? Dia benar-benar menyukaiku, kan?"

***

"Lalu, kenapa kau memilih berbohong tadi?" tanya Charlotta lagi duduk di sebrang cowok berlapis kemeja putih dan celana bahan yang licin itu.

"Kau tidak mengerti, Char."

Charlotta mengerutkan alis. "Aku memang tidak mengerti. Pula dengan Jackson, kenapa urusan masa kecil kalian terdengar rumit?"

Karry terdiam sejenak, memainkan ujung bantal sofa. "Charlotta, apakah kau pernah menyukai seseorang waktu kecil?"

"Tidak tahu."

Mata Karry menyipit mendengar respon tersebut. "Sejujurnya, aku ingin memberitahumu, kalau sewaktu kecil pernah menyukai seseorang, kau harus sadar, kalau perasaan itu adalah perasaan paling nyata yang pernah kau alami sampai hari ini."

Charlotta menaikan sebelah alis, menerka. "Lalu, apakah itu artinya kau masih menyukai Cindy?"

Karry memundurkan punggunya, lalu mendesah. "Tidak. Aku tidak ingin menyukainya, tapi aku tidak menyangkal kalau seseorang yang kusukai waktu kecil adalah Cindy. Hanya saja . . ."

"Hanya saja apa, Karry? Kau ini sangat aneh. Sebenarnya kenapa kau mau mempermainkan perasaan Cindy seperti tadi? Kalau kau suka, harusnya kau bilang saja. Toh, kalian kan diperjodohkan juga," tutur Charlotta meluruskan fakta.

"Kau tidak paham. Aku memang pernah menyukainya. Tapi aku tidak ingin dia menjadi pacarku. Dia bukan seseorang yang baik, CS."

"Mm-hm. Lalu, yang baik di matamu itu seperti apa?" tanya Charlotta sambil bersedekap menatapnya lurus-lurus.

Karry membuang pandangan ke lantai, memilih tidak berkomentar. Entah kenapa, saat itu, Charlotta seperti tahu Karry menyembunyikan sesuatu yang masih tidak dimengertinya.

"Kuharap suatu saat nanti kau memberitahuku dengan jelas, sehingga aku bisa sekali lagi yakin untuk membuat Cindy menyerah. Kau tahu, aku menipu karena aku ingin hatimu berkata begitu. Kau yakin?"

Dari kursi santai di kamar Charlotta, Karry menatapnya lurus. "Aku seratus persen yakin. Hanya saja, untuk sekarang ini, aku masih belum bisa mengatakan alasan yang sesungguhnya."

Alasan yang sesungguhnya? Apa sih, maksudnya?

***

The Prince's Girlfriend (Re-Work)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang