46 : CINDY & CHARLOTTA

392 42 2
                                    

Cindy hampir melempar gadis itu ke sisi tembok di sepanjang lorong panjang itu. Charlotta mengerang sakit ketika pundak kanannya menghantam acian beton itu. Ia menatap terkejut ke arah Cindy yang napasnya sudah tidak teratur. Charlotta bisa tebak, pasti ini adalah puncak emosinya meletus. Mata Cindy menyala, geram hingga rahangnya mengeras. Sebelah tangannya terkepal, tubuhnya menghalangi sinar matahari dari jendela sisi lain.

"Cindy! Apa-apaan kau!" pekiknya berusaha menyelamatkan diri. Tapi Cindy tidak peduli ketika suaranya menggema hingga ke ujung lorong. Ryu dan Karry sudah beberapa menit yang lalu turun lebih dulu hendak makan siang ke Times Square. Sementara Cindy yang pintar pura-pura itu meminta ijin untuk meminjamnya lalu mulai mencengkram pergelangan tangannya sampai ke lorong yang sepi dekat kamarnya.

Mata Cindy menyalang sebelum kembali membentak. "Kau pikir kau siapa! Bisa-bisanya kau berpura-pura polos! Dasar munafik! Aku tahu semua kebohonganmu! Aku tahu semua akal musrikmu dasar penjilat!" sembur Cindy meledak. Charlotta membulatkan matanya, terkejut mendengar pernyataan gadis itu.

"Apa maksudmu?" Punggung Charlotta mulai menegang, ia merasa hawa tidak enak mengelilinginya. Mata Cindy menyipit, telunjuknya menunjuk hidung Charlotta.

"Aku tahu kau sedang bersandiwara. Aku tahu kau hanya pacar bohongan Karry! Aku tahu, kalau kau hanya menjilat semua kehidupan di sini dan bftt----"

Tangan Charlotta terulur dengan cepat membekap mulut gadis yang sedikit terhempas ke belakang itu. Cindy melotot, ia meronta, tapi Charlotta masih kuat menahannya.

"Siapa yang memberi tahumu?" Mata Charlotta menyipit, meneliti gelagat nama seseorang dari manik cokelat gadis itu.

Tangan Cindy liar. Ia berusaha melepaskan diri, tapi Charlotta tidak membiarkannya. Ia menarik pergelangan gadis itu hingga setengah menyeretnya masuk ke dalam kamar.

Dengan sekali hentakan, Cindy melepaskan diri dan melompat jauh dari hadapan Charlotta ketika membanting pintu.

"SIAPA KAU!?" teriak Cindy. Mata Charlotta melebar, ia takut sekaligus panik.

"Cindy! Jangan sembarangan bicara!" ancam Charlotta berbalik membela diri. Cindy mengibaskan rambut sambil berdecih licik.

"Lihat, bukan? Kau sudah tertangkap basah. Aku tahu kau siapa sebenarnya. Kau tidak bisa membohongi dirimu yang sebenarnya, anak petani!"

Berkata begitu, Charlotta malah naik pitam. Di antara kabut kebingungan, ia masih harus mencari celah untuk menyelamatkan diri. Di antara kebohongan, pasti ada seluk lain untuk menyangkal lebih dari penyangkal. Itulah kebohongan yang hebat. Tapi sayangnya, Charlotta tidak bisa menemukan jejak lain untuk melangkah. Ia berhenti di pusaran hitam penuh keraguan. Mendadak, bisu menyerangnya, kepalanya membeku tak bisa berpikir selain menghujami Cindy dengan tatapan tajam. Ia tidak terima gadis angkuh itu mengatainya anak petani. Kalau bukan karena memikirkan perjuangannya mencari orangtua, mungkin sudi sekali ia menapaki kaki ke tempat penuh orang angkuh seperti Cindy.

"Aku tanya sekali lagi. Dapat dari mana berita itu?" Kali nada suara Charlotta menekan dan lambat. Ingin memberi ancaman di tiap kalimatnya. Cindy menatap jengah, tersenyum lirih. Ia menatap Charlotta kasihan.

"Apa kau benar-benar ingin tahu? Oh, kau tidak bisa menebaknya?" Cindy tergelak remeh, "lagipula, siapa yang memberi tahuku, bukanlah yang terpenting. Tapi, yang paling penting dalam berita itu adalah, kau sudah kalah sekarang, Charlotta," ucap Cindy menyiratkan senyum liciknya. Ia bersedekap, menatap angkuh ke arahnya. Charlotta terkunci di ruang keputusasaan. Ia berpikir, mencari celah di mana ia bisa membalikkan semua pernyataan itu.

Darimana Cindy mengetahui itu? Siapa yang tega melakukan ini? Dari setiap orang, hanya ada orang terpercaya yang memberitahunya. Kenapa tiba-tiba Cindy mengetahui hal ini? Apa jangan-jangan dari awal Cindy memang mencari tahu tentang...

The Prince's Girlfriend (Re-Work)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang