51 : A CLASS

380 49 1
                                    

MANHATTAN BRIDGE HIGH SCHOOL
A CLASS

Bel sekolah berdering nyaring. Tanda masuk kelas dibunyikan. Charlotta melihat kursi kosong di belakangnya, sambil mengeluarkan buku catatan.

Karry belum kembali dari bandara.

Sebetulnya, ada kelegaan tersendiri pagi ini ia tidak berangkat bersama ke sekolah dengannya. Setelah mengakui rencana tolol semalamnya, ia merasa ia adalah orang paling idiot di dunia.

Mana ada orang yang mengatakan rencana rahasia untuk memenangkan pertandingan pada jurinya. Terlebih, cara untuk memenangkannya adalah dengan menempelkan perasaan yang sebenarnya untuk masuk menyentuh dasar hati masing-masing pihak. Demi memenangkan realita di atas sebuah kepura-puraan.

Maafkan aku Karry, tapi aku harus memilih jalur untuk berusaha menyukaimu sesungguhnya.

Suaranya semalam kembali terngiang lagi. Ia meringis sedih, lalu membenamkan wajahnya di antara buku-buku cetak. Masih teringat jelas wajah Karry di antara redup malam itu terpana menatapnya. Hening lima detik merambat mencekam kemudian membuatnya seakan-akan baru ditembak oleh peluru punisher baru tersadar.

Kenapa ia bisa begitu jujur pada apa yang dikatakannya? Bagaimana kalau Karry malahan enggan dan memutuskan kontrak secara sepihak? Bagaimana kalau Karry tidak akan mau menyukainya atau disukai olehnya? Mudah bagi Charlotta sendiri untuk melakukannya, tapi seharusnya ia tahu, kriteria pangeran sepertinya jelas sekali bukan dirinya. Mengatakan hal itu di dalam hati, kian membuat Charlotta merasa makin bodoh. Tolol tolol tolol. Kenapa ia bisa terbawa suasana kemarin?

Charlotta menepuk kepalanya berkali-kali hingga tiba-tiba ada sebuah tangan yang menariknya untuk berhenti. Charlotta tersentak, ia segera bangun dan melihat orang tersebut.

"Apa yang kau lakukan, bodoh?"

Itu Karry.

Astaga. Mendadak, genggaman tangan cowok itu menjalar hangat hingga ke hati. Karry baru saja tiba, ia memandangi Charlotta dengan kerut heran, tak melepas tangannya.

"Karry, kau baru datang?" Charlotta merasa bibirnya agak gemetar. Ketika itu, Karry melepas tangannya lalu beranjak ke kursi di belakangnya. Ia memandang mengikuti arah cowok yang meletakkan tasnya itu.

"Jangan memukul kepalamu sendiri. Selain kau semakin bodoh, aku akan jadi semakin susah untuk mengajarimu matematika," sahut Karry tanpa ekspresi. Sebelah tangannya mengeluarkan buku dari tas.

Jadi, dia tidak merasa tergganggu dengan pernyataan bodohnya kemarin? Benarkah?

Charlotta memutar tubuhnya menghadap Karry sepenuhnya. Menelan gugup sebelum bersuara.

"Karry, sebenarnya kemarin... aku tidak sengaja mengatakan rencanaku itu.."

Yang diajak bicara tak menyahut, ia malah membuka bukunya, membaca catatannya beberapa saat. Tapi kemudian, ia mengangkat wajah, menatapnya intens.

"Lalu, apa rencanamu yang sebenarnya?"

Charlotta menggigit bibir. Di tatap begitu, ia tak kuasa menahan rona yang bersemu di pipinya. Memberi kepastian yang masih belum jelas membuatnya merasa konyol. Ia akan membuat Karry jatuh cinta padanya, dan ia akan membuat dirinya sendiri jatuh cinta pada pemuda itu. Tapi ia merasa idiot karena belum rencana itu ketok palu, ia seperti sudah merasakan hal itu sejak lama. Perasaan mendahului logikanya. Membuatnya malu untuk mengakuinya.

"Bolehkah aku mengatakan rahasia untuk masalah ini?" akhir Charlotta merasa letupan lega meledak hebat dalam hatinya.

Karry terdiam sejenak. "Kenapa rahasia?"

Charlotta tertegun menatap matanya. Ia serasa dikunci oleh waktu yang mengitari kemudian samar-samar suara bisikkan besar memenuhi gendang telinganya untuk berkata lewat tatapan mata.

Karena aku tidak ingin mengakui kalau aku sudah menyukaimu tanpa aku tahu.

***

The Prince's Girlfriend (Re-Work)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang