TIMES SQUARE
CINDY DAN JACKSONParis Baguette Kafe menjadi tempat singgah Cindy dan Jackson ketika malam menghuyung. Sebelum sore, Cindy yang ketika itu baru kembali dari acara nonton teater di Carniege Hall bersama teman-teman modelnya dari Broadway. Jackson yang juga sedang bertemu teman-teman dari agensi perusahaan artis yang sedang latihan di perusahaan artis di New York kebetulan memiliki waktu untuk bertemu dengan gadis itu. Padahal, malam makan nanti mereka memiliki waktu banyak. Tapi Jackson tahu kenapa Cindy justru meminta waktu privasi berdua. Sejujurnya, Jackson agak takut ia bertemu paparazi. Walau namanya tidak melambung tinggi di New York, dia tetap setengah menyamar, memakai kacamata hitam dan topi kupluk untuk menutupi rambutnya yang mencolok.
"Kita kan bisa berbicara di Halfearth. Kenapa memilih tempat terbuka seperti ini?" kata Jackson sedikit memberunggut waktu pelayan menurunkan Glustinos Pastry pesanan Cindy.
"Maaf, aku tidak jamin kalau di Halfearth lebih aman."
"Justru di sini yang tidak aman! Bagaimana kalau ketika aku kembali ke Taiwan ada berita tidak enak? Aku sudah cukup merepotkan dengan pihak agensiku. Untung saja sekarang kami sedang dalam masa istirahat, jadi tidak seheboh dulu," ujar Jackson membenarkan tungkai kacamatanya.
Cindy berdecih tidak peduli. "Tinggal katakan saja kalau aku ini temanmu. Dasar artis repot," umpatnya.
Suara obrolan orang-orang menguar hangat memenuhi ruang kafe yang dindingnya disekat kaca. Langit malam New York cerah. Lampu-lampu mobil simpang siur menemani ramai jalanan Broadway di tiap persimpangan. Pendant lamp dari tiap meja pengunjung berpendar kemilau.
"Sebetulnya kau mau membicarakan apa lagi, hah? Masih belum percaya kalau mereka pacaran?"
Yang di tanya tidak langsung menjawab. Ia menyendok pastrynya tanpa selera lalu berujar, "mereka tidak pacaran Jackson! Aku tahu itu!"
"Ya sekarang jika memang mereka sedang bersandiwara, kenapa kau begitu memaksakan diri? Bisa jadi Karry memang..." Jackson memelankan suaranya, "sudah tidak memiliki perasaan padamu."
Cindy mendelik tajam ke arahnya. "Ayolah, itu sudah hampir delapan tahun yang lalu! Lagi pula, kalian masih kecil, tahu apa tentang cinta?" kata Jackson santai.
Mata Cindy memicing, ia menjilat bibir bawahnya yang terkena selai dengan gusar. "Kau bilang masih kecil? Bukankah sudah kukatakan aku sudah mengakui perasaanku sendiri waktu itu? Aku bahkan... menciumnya."
Jackson melotot mendengarnya. Ia ingin sekali Cindy melihat matanya yang menatap tak percaya, tapi percuma, "kau menciumnya? Kapan? Berani sekali kau.."
"Hey, aku hanya menciumnya tidak lebih dari nol koma lima detik."
"Tapi tetap saja! Kau menodai Karry!"
Cindy memutar bola matanya jengah. "Jangan bercanda, Jack. Umur enambelas tahun bagiku itu bukan hal yang tabu."
"Aiyo, bahkan kau berani menyimpan rahasia itu sendiri. Anehnya, Karry tidak pernah berani mengatakannya padaku."
"Untuk apa menceritakannya padamu! Dasar mulut ember!" sembur Cindy melengos sebal.
"Hey, sembarangan. Kalau aku mulut ember aku akan membeberkan rencanamu!"
Kali ini Cindy berbalik melotot ke arahnya. "Rencana apa! Aku kan hanya memasang strategi supaya Karry kembalu padaku! Karry seharusnya bersamaku. Bahkan kita sudah disetujui orangtua. Kenapa bodoh sekali dia memilih anak petani itu!"
Jackson melepas kacamatanya sedikit refleks. Ia agak tidak rela mendengar Charlotta dikatai anak petani. Karena baginya, Charlotta sama-sama cantik dan setara. Walaupun ia tahu, apa yang Cindy terka ada benarnya, ia tidak bisa mengiyakan begitu saja. Ia tidak mungkin menghancurkan pertemanannya dengan Karry lebih dari pada Cindy yang berotak licik.
"Hey, jaga bicaramu, Cindy. Dia memiliki pendidikan, jangan sembarangan bicara."
"Kau membelanya?" tuding gadis itu sedikit tak menyangka. "Lihat? Bahkan sekarang kau terkena kepolosannya. Astaga, aku jijik sekali."
"Aku sama sekali tidak terkena apa-apa darinya. Charlotta bukan seorang yang buruk juga. Dia sopan, dan jujur."
"Beraninya kau bilang dia jujur! Dia sama sekali tidak jujur! Kau tahu? Dia hanya berpura-pura menjadi pacar bohongan Karry supaya dia bisa mendapat cek untuk membayar biaya kuliah dan petualangan naif mencari orangtuanya!"
Jackson merasa sekitar punggungnya membeku. "Kata siapa?"
"Salah satu sahabatnya di sekolah yang mengatakan padaku."
"Kau bahkan sampai menyogok sahabatnya sendiri untuk buka mulut? Astaga, kau kejam."
"Charlotta yang kejam! Kenapa dia tega sekali merusak perjodohan kami!? Seharusnya dia tidak mengiyakan permintaan Karry!"
Jackson mencondongkan tubuhnya sedikit. "Buka matamu Cindy. Karry yang meminta Charlotta melakukannya. Bukan Charlotta yang memintanya. Apakah itu tidak cukup membuatmu mundur?"
"Tidak!" tangkas Cindy cepat dan yakin. Ia berkilah, menatap pemandangan di luar kota.
Setengah menghela napas, Jackson melanjutkan, "sebenarnya aku sudah tidak peduli dengan hubungan kalian. Apalagi tentang rumitnya urusan ayah dan ibumu atau Karry. Aku di sini, juga hanya untuk membantu Karry atas permintaan ayahku sendiri. Mereka akan datang ke pesta dansa akhir pekan untuk merayakan ulang tahun kakek Wang. Tidak bisakah kau.. mundur saja dari perjodohan ini dan membiarkan Karry menolakmu secara halus?"
Kepala Cindy menoleh cepat. Alis matanya yang diukir pensil mencuat tinggi, menatap geram ke arahnya.
"Jangan mengatakan kalimat itu di depanku Jackson! Kau sama saja menghancurkan hatiku!"
"Kau sama sekali tidak terlihat mencintainya. Aku tahu sedari awal kau hanya tertarik pada ketenaran keluarga Wang, bukan?"
"Omong kosong! Semua orang tertarik pada hal itu!" bantah Cindy.
Jackson mengedarkan pandangan ke penjuru kafe dengan tampang penuh kemenangan. Cindy memang tidak berubah. Dia selalu yang terkuat. Berkat benteng orangtua dan alasan perjodohan itu membuatnya semakin leluasa untuk melakukan segala cara demi membuat Karry kembali ke jalur tersebut. Tapi ia tidak bisa membiarkan Cindy meloloskan rencananya. Dia harus bermuka dua untuk menyelamatkan sahabat kecilnya itu dari rencana terselubung Cindy ini.
"Dengar. Aku tidak akan ikut campur dalam urusanmu ini."
"Kau harus membantuku, Jacks!" tangan Cindy terulur, menyentuh tangannya, memohon. Dengan cepat, ia menepis sentuhan itu.
"Kau tidak menghargai hubunganku dengan Karry. Kau pikir aku akan berkhianat padanya? Aku memang bisa saja menggoda Charlotta dan berbalik membuatnya menyukaiku. Tapi aku tidak akan melakukannya karena bisa jadi aku yang kena imbasnya!" Jackson bersedekap sambil menyandar ke kursi.
Dari sebrangnya, Cindy menatap penuh emosi. Rahangnya sedikit mengeras, kemudian ia membanting sendok ke piring hingga suaranya melengking nyaring.
"Baiklah kalau begitu!" Ia berdiri sambil menyentak kursi, marah. "Aku juga bisa melakukannya sendiri! Lihat saja!"
Belum sempat Jackson mencegah gadis itu, ia sudah melangkah keluar kafe dengan cepat. Tanpa meninggalkan uang untuk membayar pastrynya itu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
The Prince's Girlfriend (Re-Work)
Teen FictionCompleted. Sebuah Perjanjian Mutualisme menyatukan hubungan Karry Wang dan Charlotta Smith yang saling membenci itu. Berkat masing-masing tujuan--Karry yang ingin melepas perjodohan dengan seorang gadis licik dan Charlotta yang berambisi tinggi untu...