17 : CHARLOTTA SMITH

456 50 3
                                    

CROWN GARDEN
CHARLOTTA SMITH

Pagi hari, telepon Charlotta berdering. Sembari merenggangkan otot-ototnya yang tersiram sinar mentari pagi lewat kaca jendela di samping, ia meraih telepon dari nakas dan mengangkatnya tanpa melihat si penelepon.

Menguap sekali, Charlotta mengucek matanya. "Selamat pagi," sapa CS masih setengah bangun.

"Hei! Ada apa denganmu?! Kemarin malam kata bos kau cuti selama dua bulan?! Ada apa, CS? Apa yang terjadi padamu?" suara Jess yang keras mengejutkannya. Seketika ia bangun dan terkejut.

"Cuti?" tanyanya bingung. Perasaan, dia belum mengatakan apapun mengenai hal pengunduran diri. Terlebih, siapa pula yang bisa mengontak bosnya semalam?

"Kau ini. Kau habis mabuk, ya? Ada di mana kau? Pagi ini aku ke Waterose kata bibi Tania kau pindah ke tempat teman. Kau ke mana, heh?"

Ia mengusap wajahnya yang kusut lalu menyibak selimut sambil mendesah. "Jess, dengar dulu. Pertama-tama, aku baik-baik saja. Sangat baik, justru. Kedua, kurasa aku tidak bisa menceritakan padamu lewat telepon. Kau ingin bertemu?" ia memungut sandal bulu merah mudanya lalu berjalan menuju balkon di sebelah ruang baca. Seketika, matanya dimanjakan oleh pemandangan siluet langit biru yang cerah. Terkadang ia lupa kalau ia masih berdiri di langit yang sama, hanya saja tanahnya beda.

"Ada apa sih, sebenarnya? Kenapa kita perlu bertemu? Kita HARUS bertemu!"

"Oh Jess, aku masih tak menduga ini semua benar terjadi di kehidupanku. Aku sudah berdiri di balkon rumah Karry yang mewah, apa kau percaya padaku?"

Terdengar Jess menarik napasnya hingga terdengar hampir tercekik.

"Kau serius?! Kau ada di rumah cowok kaya---astaga. Kenapa kau baru memberitahuku, CS?!"

Charlotta menyentuh pinggir balkon yang dibuat dari semen beton berlapis cat krem itu.

"Maaf, Jess. Aku masih harus banyak beradaptasi di sini, dan itu sedikit menyulitkan otakku untuk berpikir. Malah, aku masih merasa ini semua mimpi."

"Oh dear, aku tahu perasaanmu. Berada di tempat baru rasanya memang sangat asing. Tapi kau harus berjuang melawan perasaan itu demi tujuan dan mimpimu."

"Thanks, Jess. Kau memang selalu tahu apa yang kubutuhkan. Oh ya, kau menelepon hanya karena ini?" Ia kembali masuk ke dalam sambil mengunci kenop pintu kaca itu lalu berdiri di depan pintu wardrobe sebelum seseorang mengetuk pintu kamarnya.

"Sebenarnya, aku menelepon karena ingin memberitahumu mengenai teddy bear."

Mata Charlotta berputar jengah. Kepada pernyataan Jess dan kepada suara ketukan pintu yang disusul suara pengawalnya menanyakan apakah dirinya sudah bangun.

"Ada apa lagi dengan boneka itu?"

Charlotta tidak menggubris ketukan pintu itu hingga suaranya hilang sendiri.

"Tedy bear itu berhenti mendatangi Waterose, malah sekarang berpindah ke McD! Kau gila ya. Bahkan dia menyelipkan sebuah surat di badan bonekanya!"

"Apa? Surat? Tunggu, kenapa bisa sampai ke McD?" tanyanya bingung.

"Bagaimana aku tahu?! Sini, dengarkan isi pesannya. 'Jangan pergi. Aku selalu bersamamu, mengikutimu. Kemana pun kau, pasti aku akan tiba di sampingmu'. Astaga, ini mengerikan sekali, Char. Kau harus menyuruh penggemar misteriusmu itu berhenti mengirimkan hal semacam ini!"

Charlotta bergidik sekali, bulu kuduknya meremang. Astaga, demi apa penggemar rahasianya menyeramkan begitu?

"Buang saja Jess. Aku sama sekali tidak tertarik. Bagaimana pun, aku tidak pernah peduli dengan teddy bear itu. Tapi tunggu, kenapa dia bisa tidak mengiriminya ke Waterose?" Charlotta bersedekap sambil menerka. Hari terakhir penggemar rahasianya mengirimkan teddy bear tersebut adalah sehari sebelum ia pindah ke Crown Garden. Tapi, kenapa setelah ia pindah teddy bear itu malah bermukim ke McD?

"Kalau aku membuangnya hari ini, besok pasti dia akan datang lagi. Kejadian yang sama seperti dulu, bukan? Lalu, kalau kau benar-benar tidak menginginkannya, beri tahu seluruh sekolah untuk menghentikan ini. Aku takut bos akan mengira kita adalah penyusup!" Jess berlebihan.

"Tidak mungkin, Jess. Itu hanya boneka. Mana mungkin bos khawatir sampai begitu. Lagi pula, aku tidak peduli. Ah, sudahlah, bagaimana kalau aku punya waktu kita bertemu?"

"Ah, tentu. Kita harus bertemu. Tapi---teddy bear ini---"

"Lupakan saja. Buang ke tong sampah sekarang. Oh ya, aku harus pergi sekarang, sampai jumpa Jess!"

Charlotta menutup telepon lalu menghela napas. Ah, sial, boneka itu selalu saja merepotkan. Sepertinya ia benar-benar harus membawa pamphlet besar ke sekolah untuk mengatakan pada penggemar rahasianya berhenti mengirimi teddy bear bodoh semacam itu. Jaman sekarang, masih saja melakukan hal seperti itu.

Suara pintu diketuk kembali terdengar, kali ini sepertinya bukan ketukan pengawalnya itu. Charlotta meletakkan ponsel di jubah tidurnya, lalu berjalan tergesa-gesa ke arah pintu yang sedikit jauh dari tempatnya berdiri.

Tepat setelah ia membuka kenop, wajah cerah Karry menghantam pandangannya.

"Astaga, kau baru bangun?" sambarnya cepat memasuki ruangan lalu menutup pintu. Nada suaranya datar namun mencibir. Ia memandangi Charlotta dari ujung rambut sampai kaki dengan tatapan tak percaya.

"Yang benar saja Karry. Ini baru jam sembilan, di hari Sabtu. Ini hari Sabtu, Karry. Hari tidurku yang mulia," balasnya santai.

Terlihat Karry sedikit resah. "Kau benar-benar tidak cekatan."

Charlotta memandangi Karry yang berjalan ke ruang tengah dan duduk di sofa sambil membacakan kertas jadwal yang masih tergeletak rapi di atas meja. Ah, tentu saja ia belum sempat membaca. Semalam ia sangat mengantuk, terlebih, kasur besar dan empuk itu memanjakan matanya untuk segera menutup dan mimpi indah.

"Hari sabtu. Belajar sejarah keluarga dari pukul sebelas sampai satu. Istirahat sampai pukul enam sore, lanjut belajar akademik dari pukul tujuh sampai sembilan malam." Karry menoleh dari sofa, "kau pikir ini gurauan?" sahut Karry tajam.

"Aku tahu! Oh, tuhan. Baiklah, sekarang apa? Aku harus apa?" tukas Charlotta menyerah. Pekerjaannya pun akan dimulai.

"Ibuku ingin kau dan Cindy bertemu di taman belakang, sarapan pagi."

"Oke. Aku turun sekarang."

"Dengan jubah tidur seperti itu?" ujar Karry cepat menahan langkahnya.

"Lalu? Apa aku punya waktu?" seru Charlotta berputar lagi menatap Karry.

Cowok itu mendesah sambil memangku kaki jenjangnya dan mengambil majalah lalu berkata, "lima belas menit dari sekarang."

Ingin sekali Charlotta memprotes, tapi ia bisa apa. Dengan langkah menghentak, ia buru-buru mengambil gaun pendek yang sudah disiapkan oleh pengawalnya semalam lalu pergi ke kamar mandi sambil berharap hari ini ia bisa lancar menghadapi Cindy Young.

***
Acie di bangunin sama Karry. Deuh, di sapa pangeran pagi hari feelsnya pasti good banget tuh. Tapi kayaknya nggak buat CS deh, ya.

Yah, walaupun kutaktau apakah masih ada yang nunggu dan baca tapi nggak masalah. Yang penting namatin cerita ini supaya bisa ke next project! Yosh! Ganbatte kudasai^^

Thank you kalau masih ada yang baca dan nunggu. Angka di atas sana walau cuma 1 aja tuh aku udah seneng bgt.

See you tomorrow!^^

The Prince's Girlfriend (Re-Work)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang